Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

[Stage 43] Cinta Tanpa Syarat

"Tinggalkan Arum atau aku akan menyebarkan foto-foto ini ke media?"

Gallend menatap datar lima lembar foto yang menampilkan gambar Arum bersama dengan Bara. Tidak perlu bertanya untuk bisa menyimpulkan bahwa hari itu, Bara bekerja sama dengan Gempi dalam menjebak Arum.

Rahang Gallend mengetat. Tapi, hanya dalam beberapa detik ia bisa menguasai diri. Berbeda dari kedua tangannya yang kini mengepal di sisi tubuh, bibir Gallend menyunggingkan senyum tipis yang sinis.

"Kamu tau sendiri, kan, perusahaan ayahku punya link yang bagus dengan media di Jogja. Aku hanya perlu memberikan semua ini sebentar," Gempita mencondongkan tubuhnya mendekati meja, memandang tajam Gallend penuh peringatan. "dan kamu bisa bayangkan akan seperti apa pandangan semua orang untuk Arum setelah foto-foto ini viral."

Darah mendidih itu tetap terasa, setiap kali ia berbicara dengan Gempita sejak sifat asli wanita itu keluar. Gallend bersyukur, waktu memeperlihatkan seberapa buruknya gadis yang pernah ia sayangi sebagai keluarga.

Gempita bersandar di kursinya lagi, melipat tangan di depan dada dengan wajah angkuh seperti biasa. "Aku juga akan anggap semua penolakan Kak Gallend kemarin enggak pernah terjadi. Kakak bisa dapatin saham orang tuaku dan Mahameru Production lagi asal mau meninggalkan gadis lemah itu."

Tawa Gallend pecah kala mendengar kalimat terakhir Gempi.

"Kamu mainnya kurang jauh, Gem."

Kernyitan tercetak jelas di dahi Gempi. Hatinya meradang saat Gallend melanjutkan ucapan dengan santai. "Bukan hanya di mataku, tapi di mata orang lain, Arum adalah sosok polos yang enggak pernah terpikir sekali pun untuk membunuh semut. Berbuat jahat pada binatang saja dia takut, apalagi pada manusia. Kalau permainan kamu cukup jauh, kamu akan tau bahwa kebaikan Arum itu bukan karena dia lemah. Tapi kekuatannya terpancar dari bagaimana dia berpikir dan bertindak."

"Kamu nyindir aku?"

"Kalau kamu merasa diri kamu pintar, kamu pasti tau maksudku."

Gempi mengepalkan kedua tangannya kuat di atas pangkuan, mungkin buku-buku jarinya bisa memutih sebentar lagi. Kata-kata Gallend tidak dipenuhi amarah, tapi entah bagaimana seolah menyindirnya telak.

"Serahkan saja ini pada siapa pun. Aku dan Arum tidak akan terganggu." Gallend mengetukkan jari di atas kertas foto. "Tapi, aku masih memperingatkan kamu sekarang, terakhir kalinya sebagai kakak angkat. Kalau kamu tetap menyebarkannya juga, aku enggak keberatan untuk memutuskan persaudaraan kita. Dan aku," Tatapan Gallend menajam. "enggak akan pernah memaafkan kamu sebelum kamu minta maaf ke Arum."

Gallend menghela napas samar, melirik cangkir kopi di dekat tangannya namun enggan untuk menghabiskan. Saat matanya bersitatap dengan Gempi kembali, "Bukan hanya kamu yang menderita, Gem. Banyak orang di dunia ini yang harus berjuang untuk tetap bertahan hidup. Termasuk aku. Tapi, banyak di antara mereka yang melakukan pertahanan dengan cara terpuji. Bukan dengan cara hina seperi apa yang kamu lakukan sekarang." ujarnya.

Helaan napas Gallend terdengar lagi sebelum ia berdiri dan mengeluarkan secarik uang dua puluh ribuan untuk di letakkan di bawah cangkir, sama sekali tidak sudi memiliki hutang budi pada gadis di hadapannya yang hanya menatap penuh amarah.

"Sekali pun kamu sebarin semua foto ini, enggak serta merta mengubah pandangan semua orang untuk Arum, Gem. Mereka punya akal dan perasaan untuk tahu mana yang benar."

Kalimat terakhir sebelum Gallend berlalu pergi membuat Gempita berusaha keras menahan diri untuk tidak menjerit kesal di tempat.

*

"Kamu bilang gitu, Mas?"

Anggukan Gallend membuat Arum menghela napas. Bukan lega yang tersirat di dalamnya, tapi Gallend seolah menangkap desah kecewa dari Arum.

"Kasihan Gempi.." kata-kata gadis itu kemudian menautkan alis Gallend. Tangannya yang semula sibuk merekatkan lakban kuning pada kardus berukuran kecil milik salah satu pelanggan, terhenti bergerak hanya untuk termangu menatapi Arum

"Kok, kasihan, sih? Kamu tau, kan, niat dia mau menjebak kamu?"

Gallend sudah menceritakan semuanya pada Arum. Sejak kembali bersama, mereka sepakat untuk tidak memiliki rahasia. Perjumpaan dia dengan Gempi—yang terpaksa ia setujui karena Gempi bilang ingin mengakhiri pertengkaran. Gallend sudah hampir memaafkan dan berharap bahwa pertemuan akan menghasilkan damai, tapi tindakan Gempi justru kembali menyulut emosi.

"Iya, sih." Arum menggigit bibir. "Tapi, gimana, ya.." Saat menyadari raut kesal Gallend, Arum menyengir dan langsung memeluk lengan pria di sampingnya itu.

"gimana pun dia besar tanpa orang tua, Mas. Memang, sih, sama dengan kamu. Tapi, setidaknya kamu bertemu dengan keluarga yang baik, kan? Sedangkan Gempi? Kita enggak tau.. apa mungkin selama ini dia disiksa, direndahkan, atau diperlakukan buruk lainnya." Arum mengedikkan bahu. "Dan bisa aja, cara orang-orang di sekeliling Gempi mengajarkan itu salah. Lalu, Gempi menyerapnya sebagai ajaran biasa. Dia mungkin enggak tau kalau berbuat egois itu salah."

"Rum," Gallend sudah akan beringsut menyampingkan tubuhnya untuk dapat leluasa menatap Arum, tapi gadis itu langsung mencium pipi Gallend kilat hingga pria itu kehilangan kata. Bahkan, suara.

Gallend sudah menduga, sejurus kemudian, Arum akan mengeluarkan rayuan.

"Aku tau, Sayaang." Nah, benar, kan. Satu tangan Arum masuk ke celah lengan Gallend untuk memeluki pinggang kekasihnya.

Sementara Gallend memandangi datar gadis yang kini menampakkan deretan giginya itu. Selalu saja begini. Tiap Gallend kesal akan sikap Arum, gadis itu suka sekali mencuri ciuman mendadak hingga Gallend tak mampu melanjutkan gerutuan.

"Aku tau, orang yang punya sikap jahat itu memang enggak boleh kita biarkan gitu aja. Tapi, aku harap.. Mas Gallend bisa bicara baik-baik sebagai kakak, dari hati ke hati dengan Gempi. Kalau setelah itu, dia masih tetap bersikap sama, kita doakan saja supaya dia berubah. Mau, kan?"

Ah, Arumnya. Betapa Gallend beruntung memiliki perempuan ini dalam hidupnya. Mungkin, jika Tuhan mengizinkan mereka bersama dalam sebuah ikatan, nama Gallend akan menjadi tambahan dalam list daftar para suami yang sangat bergantung pada istri.

Gallend tersenyum geli dengan pemikirannya sendiri. Pernikahan? Sepertinya ia memang harus melakukan itu sebelum ayah Arum yang dua minggu lalu sudah mengecapnya sebagai laki-laki 'nakal', menyekap anak gadisnya lama-lama di dalam rumah agar tidak bisa leluasa Gallend peluk seperti sekarang.

Gallend tidak bisa membiarkan itu terjadi. Tidak bertemu sehari saja, ia sudah uring-uringan. Ah, berapa, sih, usianya sekarang? Kenapa jadi seperti anak remaja?

"Mau, kan, Mas?"

Suara Arum menyentak Gallend kembali. Butuh tiga detik untuknya mampu mengangguk, lalu senyum yang selalu Gallend puja itu terbit. Menghiasi bibir Arum.

"Cium lagi,"

Arum tergelak melihat Gallend memonyong-monyongkan bibir . Diraihnya lakban di atas meja untuk kemudian ditepuki pada bibir pria itu. "Selesaikan paketnya dulu!"

"Berarti nanti boleh?"

Berdecak, Arum segera melepas pelukan. Gallendra memang pantang diberi rayuan sedikit saja. Tapi, Arum tau sih, laki-laki itu hanya bercanda. Selama beberapa hari ini, ia bisa melihat Gallend berusaha keras menahan diri untuk tidak menciumi Arum lebih dari area wajah. Mungkin nasihat Ayah Arum tempo lalu membuat Gallend jadi lebih berhati-hati. Bahkan jika sedang sensitive entah karena apa, Gallend selalu bilang agar Arum jangan memeluk-melukinya, kalau tidak mau justru berakhir di ranjang. Gallend mengatakan tubuhnya jadi lebih panas kalau Arum dekati.

Alasan apa itu? Memangnya Arum setan?

"Kamu ini lahir dari apa, sih, Rum, sampai sebegini baiknya?" pertanyaan Gallendra membuat Arum menoleh kaget.

"Dari perut ibuku, lah! Masa dari timun!"

Gallend tertawa. Suaranya menggema pada dinding toko Gallend yang memang tidak terlalu besar. Tapi sangat nyaman. Gallend hanya punya beberapa pegawai, termasuk Kenzi yang langsung menangis syukur setelah tahu Arum dan Gallend telah kembali bersama. Kenzi bilang, dia senang atasannya bisa kembali normal, alih-alih jadi gila.

Selama dua minggu ini pula, Arum selalu menemui Gallend. Begitu pun sebaliknya. Kadang gadis itu ikut membantu membungkus paket dan mengantarkannya pada akhir pekan ketika sedang libur kerja. Sebisa mungkin, Arum ingin menunjukkan pada Gallend bahwa ia mencintai Gallendra Madana Mahameru. Bukan mencintai pemilik Mahameru Production.

Masih membekas di ingatan, Gallend sering kali meminta maaf karena tidak bisa mengajak Arum berkencan di tempat yang lebih mewah, tapi Arum selalu bilang bahwa makan bersama di warung gerobak pinggir jalan jauh lebih menyenangkan selain murah, Arum bisa melewati masa-masa berpacaran seperti yang dulu selalu menjadi angannya. Sederhana. Namun, dipenuhi kehangatan.

"Jadi, kamu serius enggak mau melakukan apa-apa kalau Gempi sampai benar-benar nyebarin foto itu?"

Arum melirik Gallend yang tengah meletakkan kardus yang sudah selesai di-packing­-nya ke timbangan digital di sudut meja. Lalu, lelaki itu sibuk mencatat entah apa di atas kertas.

"Siapa bilang aku enggak ngapa-ngapain?" jawab Arum.

Gallend menoleh kaget. "Lho? Tadi, kan—"

"Aku akan tetap memaafkan dia." Arum menyengir. "Tapi, Gempi tetap harus bertanggung jawab."

*

Foto-foto Arum viral. hanya butuh dua hari setelah percakapan dengan Gallend di Gland Express. Semuanya tersebar luas di media, bahkan sampai masuk akun Instagram berita Jogja. Hampir semua orang mengerumuni Arum untuk menanyakan kejelasan, tapi mereka juga diherankan dengan sikap Arum yang menanggapi santai. Bahkan ada juga yang mencemoohnya lagi, tapi Arum tetap tidak ingin terpancing amarah.

Santai, bukan dalam arti mengalah. Ada kalanya, kita tidak boleh ikut mengaung ketika harimau mengaung lebih dulu untuk memamerkan kehebatan. Agar bisa selamat, harus dilakukan dengan cara yang lebih elegan, kan?

Tapi, sebelum menanggapi permainan Gempi.. Arum harus menyelesaikan satu masalah lebih dulu.

"Aku enggak lama, Mas. Sebentar aja, ya. Bicara dulu dengan Bara."

Ada rasa enggan yang Arum tangkap dalam raut Gallendra. Pria itu melepaskan genggamannya pada jemari Arum. Sebelum menatap Bara yang duduk di seberang meja coffee shop. Lelaki itu menemui mereka ketika Gallend sedang menjemput Arum untuk pulang.

Beberapa saat lalu, Arum dan Bara sama-sama dimarahi Paranita—wajah Bara dalam foto terekspos juga. Mereka terancam dipecat, tapi Paranita meminta waktu pada general manager hotel sampai Arum bisa membuktikan bahwa dirinya dijebak.

"Jangan jauh-jauh." Pinta Gallend yang dibalas dengan anggukan Arum.

Ada sengatan dalam dada ketika Bara melihat tatapan kasih yang saling terpancar dari dua orang di hadapannya, sebelum Arum pergi entah ke mana. Sejenak, penyesalan melingkupi hati Bara. Dia pernah menghancurkan dua orang yang saling menyayangi hanya karena sebuah dendam yang telah terbukti salah sekarang.

"Aku minta maaf. Ini memang sangat terlambat. Tapi Aku benar-benar minta maaf, Gallend."

Sebelum Gallend menjawab, Bara melanjutkan. "Aku baru tau semuanya dari asisten rumah tangga yang dulu kerja dengan orang tuaku, saat kamu masih menjadi anak angkat ayah dan ibuku." Bara menunduk, sungguh menyesal. Karena ucapa npenuh amarah Arum tempo lalu, Bara menemui Bibi Sari yang sudah menetap di Semarang, hanya untuk tau kebenaran asli dari cerita yang sebenarnya.

"Maaf, karena ternyata orang tuaku yang justru bersikap enggak adil ke kamu. Dan maaf juga atas perbuatanku ke Arum dulu."

Helaan napas Gallend membuat Bara merasa lebih bersalah.

"Aku udah lama maafin kamu, tapi untuk Arum," Gallend menggeleng. "kamu harus meminta maaf sendiri."

Bara mengangguk-angguk. "Satu lagi, Gallend.." ujarnya, mencipta kernyitan di dahi Gallend.

"Ini memang enggak serta merta menghapus perbuatan salah aku ke kamu dan Arum. Tapi, aku akan membantu kalian jika kalian mau melaporkan Gempita ke polisi. Dulu, Gempita yang mengajakku bekerja sama."

"Tapi, kamu akan terlibat."

Bara mengangguk lagi. "Benar. Tapi, di penjara jauh lebih baik, daripada perasaan bersalah yang terus hinggap kalau sampai kali ini aku bertindak sebagai pengecut."

*

Atas persetujuan Gallend, Arum melaporkan Gempi ke polisi atas pencemaran nama baik dengan Bara sebagai saksi. Arum memaafkan Bara dan tidak menuntutnya. Karena permintaan maaf Bara adalah hal paling penting yang Arum tunggu sejujurnya dan Bara sudah melakukan itu.

Tapi, kebingungan lain menghampiri Arum sehari setelah ia membuat laporan.

"Tante minta maaf, ya. Atas perbuatan Gempita ke kamu."

Arum mengerjap. Kedatangan Seruni yang tiba-tiba ke D'Amore Organizer, masih cukup mengejutkannya. Lalu sekarang, wanita patruh baya itu baru saja meminta maaf?

"Tante tidak akan minta maaf atas nama Gempi. Tapi, Tante minta maaf atas nama keluarga. Tante tau, Gempi harus tetap minta maaf sendiri ke kamu."

Arum berdeham, ia duduk gelisah di kursi dalam ruang meeting yang dipinjamnya sebentar untuk menerima tamu.

"Arum, kamu mungkin sudah mendengar semuanya tentang Gempi dari Gallend.." Seruni menengadah, tatapannya seolah sedang mengingat-ingat. "Gempi adalah orang yang paling ditunggu-tunggu keluarga kami selama ini. Karena itu, Tante selalu berupaya membuat dia bahagia setelah dia kembali pada kami.

Awalnya tante menjodohkan dia dengan Gallend, karena berpikir dengan begitu hubungan antara Gallend akan lebih terikat secara hukum. Tapi, saat tau bahwa Gempi juga memendam rasa pada Gallend, Tante lebih bersemangat lagi menjodohkan mereka."

Menunduk, Arum meremas jemari di atas pangkuan yang saling bertaut. Semarah apa pun ia pada Gempi, Arum tetap tidak bisa tega mengesali Seruni.

"Tapi pindahnya Gallend kemarin, dan penyerahan Mahameru Production miliknya untuk Gempi, membuat Tante sadar bahwa tante sudah sangat memaksakan kehendak pada Gallend. Meski kami bukan sedarah, tapi Gallend adalah salah satu anugerah dalam keluarga Mahameru. Tante sangat menyayangi dia."

Arum mengangguk samar. Ia tahu itu.

"Arum," Arum mengangkat wajah hanya untuk mendapati Seruni sudah menitikkan airmata, menatapinya penuh permohonan. "sebagai seorang pengganti orang tua, biarkan tante memohon sama kamu untuk menarik tuntutan terhadap Gempi. Tante tau dia salah. Sangat salah. Tapi, tante akan berusaha untuk lebih bersikap tegas lagi padanya."

Arum terhenyak. Tidak tahu harus menjawab apa.

"Tapi.." Seruni menarik napas yang terdengar tercekat di telinga Arum, membuat gadis itu mengiba. "jika memang kamu tetap ingin melanjutkan tuntutan itu. Tante ikhlas. Setidaknya, Tante sudah pernah memohon pada kamu."

Isakan Seruni setelah selesai berkata lirih, pada akhirnya membuat Arum bersuara.

"Saya akan menarik tuntutan. Hanya jika Gempita mau membuat klarifikasi dan permohonan maaf di media sosial untuk saya. Saya mungkin akan mudah memaafkan dia. Tapi seperti Gempi yang memiliki Tante, saya juga punya orang tua yang sedih dan kecewa dengan pemberitaan ini."

Aku ngebut, gengs.. semoga gak bosan baca ini ya.

2 bab lagi tamat hihihi.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro