Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

01.


Lukisan selalu memiliki daya tarik sendiri bagi si Pemuda yang sebantiasa duduk tenang di dekat jendela, memandangi goresan penuh perhitungan sang pelukis. Menikmati sekaligus memuji dalam diam bagaimana manusia dapat membuat mahakarya yang mengagumkan.

Hampir menyerupai Sang Pecipta yang kesempurnaannya sendiri tidak perlu dipertanyakan.

Dia memejamkan mata, menggumamkan alunan musik klasik memenuhi tempat kecil yang memberi kenyamanan, seolah memeluk setiap pengunjung yang menghampiri guna melepas penat. Melupakan sesaat peliknya masalah duniawi. Mencari kebahagiaan fana.

"Apakah Tuan senang memotret?"

Obsidian kelabu itu bergerak, mengerjap, lantas menoleh untuk menabrakkan bola mata bulat itu dengan seorang gadis yang melemparkan senyum manis. Rambut panjangnya bergerak selagi dia membungkuk untuk meletakkan secangkir kopi hangat, mengepulkan asap sekaligus aroma menggoda.

Respon itu terhenti sepintas di udara, terhalang satu senyum sebagai balasan. "Apakah aku terlihat setua itu?" Dia membenarkan posisi duduknya, meletakkan kedua tangan di atas meja marmer, terkekeh.

"Ah, maafkan saya," ujar sang gadis tulus. Menyampirkan senyum bersalah yang memancar di kedua mata. Membuat pemuda itu dengan sigap menggeleng, mengibaskan tangan di udara sekaligus memintanya untuk bersikap lebih santai.

"Tenang saja, kau bukan orang pertama yang berkata demikian." Dengan gerakkan anggun yang sulit disebutkan, dia mengangkat cangkir perlahan, menghirup aroma yang perlahan memenuhi indra penciuman. "Apa kau suka memotret?"

Pertanyaan pertama yang membuat gadis itu tetap berada di dekat pemuda ini untuk beberapa saat.

Gadis itu dengan keraguan, mengangguk. "Hanya sebagai hobi."

"Sayang sekali," balas pemuda itu sembari meletakkan kembali cangkir ke atas meja. Mempelajari ekspresi yang diberikan lawan bicara. Kening mengerut penuh pertanyaan bersama bibir yang tertarik membentuk senyum simpul. Manusia memang menarik. Penuh hal yang mengejutkan, selalu berubah, selalu berevolusi menjadi suatu hal baru.

Meragu, gadis itu menarik napas. "Apa," ucapnya penuh kehati-hatian. Seolah setiap kata yang dilontarkan dapat menjadi sesuatu yang berbahaya seandainya salah berucap. Dan, bekerja di kafe selama lebih dari dua tahun cukup banyak memberinya pengetahuan. "Ada hal lain yang dapat saya bantu, Tuan?"

"Cukup panggil aku dengan nama, Kim Taehyung."

Kedutan di wajah tampan itu tidak terlewat begitu saja ketika dia menyebutkan namanya, seolah dua kata tadi merupakan hal asing. Sesuatu yang ganjil. Dan tidak lazim keluar dari bibir merah pucat itu.

"Baik, Tuan Kim, kalau ada sesuatu yang Anda butuhkan, Anda dapat memanggil saya."

Pemuda bernama Taehyung itu menghela napas, melepaskan tawa lelah kecil. Satu hal yang tidak pernah lepas dari sifat manusia ialah keras kepala. Hal yang menuntun mereka pada kehancuran sekaligus kemurkaan para dewa. "Taehyung, sebut saja namaku."

Gadis itu menipiskan bibir, memandangi pelanggannya yang satu ini. "Tuan Taehyung, kalau begitu saya permisi."

Ada sesuatu yang berbeda ketika gadis itu menyebutkan namanya, dia sedikit banyak menyukai aksen yang digunakan. Tidak kental dan terlalu jelas, tetapi masih dapat disadari jika kau sudah berkelana terlalu lama, bepergian selama hampir separuh waktu hidupmu.

"Bolehkah aku menghubungimu setelah ini?" Dia menggoyangkan sedikit cangkir putih diikuti senyum kecil, membuat sang lawan membalas senyum serupa. Mengangguk kemudian menghilang. Lenyap ditelan keheningan. Meninggalkan Taehyung dengan secangkir kopi, pikirannya, serta kamera tua yang terletak di sisinya.

Taehyung lantas menyandarkan tubuh, kembali pada posisinya semula sebelum bertukar kata dengan sang gadis. Kembali memperhatikan lukisan yang tergantung.

Lukisan itu seolah menariknya mendekat, menyihir perhatian Kim Taehyung, membuat pemuda bersurai cokelat dengan poni yang dibelah menjadi dua itu mengangkat tubuh, menggerakkan kedua kaki jenjang mendekati lukisan yang memanggil. Meneriakkan namanya yang perlahan tetapi pasti dilupakan. Mulai lenyap seiring keinginan manusia untuk lepas dari kewajiban mereka.

Kasar.

Ketika jemari halus yang lembut itu menyentuhnya tidak ada lagi energi yang tersisa, seolah apa pun yang beberapa sekon lalu memanggil tidak pernah ada. Hanya merupakan bualan serta kayalan. Tetapi, Taehyung lebih dari tahu. Di dunia penuh rahasia, tidak ada yang tidak mungkin.

Pernahkah kalian membayangkan benda berat yang melayang di udara? Mengantarkan umat manusia menyeberangi laut dengan membelah arak-arakkan putih di langit biru.

"Kau merasakannya?"

Gadis itu mendekat, keluar dari tempat persembunyiannya dan berdiri bersisian dengan Taehyung. Seperti sedia kala. Seperti dahulu sebelum segalanya sesuatunya berubah, hancur, dan terkikis hingga lenyap. Berakhir. Dia mengulas senyum, perlahan menanggalkan ekspresi yang dipertahankannya semenjak bertemu dengan Kim Taehyung.

"Samar, tetapi, potret ini hidup."

Ah, tanpa disadari senyum itu kembali merekah. Hidup. Sudah lama Taehyung tidak memikirkan makna itu, seperti apa kira-kira dapat hidup? Apakah rasanya tetap sama seperti menjalani waktu di gurun pasir yang tidak terlihat akhirnya. Meski begitu, sepertinya sang rekan sudah menemukan esensi hidup itu sendiri.

Ketika pertama kali menginjakkan kaki di tempat hangat ini, sudah tidak ada lagi warna pucat yang melukis di wajah. Tidak ada lagi senyum penuh kemunafikan yang kerap mereka gunakan untuk tetap bertahan dari kehancuran. Dan, separuh diri Taehyung merasa ikut bahagia, meski sebagian yang lain merasakan sakit itu. Apakah ini yang manusia sebut sebagai iri hati? Apakah gadis itu sudah sepenuhnya menjadi manusia?

"Kau masih menjadi fotografer?" Dia menoleh, mengukir senyum yang membuat Taehyung rindu. Senyum yang senantiasa tercipta setiap kali mereka ditugaskan memburu. Memiliki misi baru.

Taehyung mengendikkan bahu, kembali berfokus pada lukisan di dinding. "Hanya beberapa kali."

Gadis itu mengangguk. "Tidak mudah bekerja seorang diri." Dia membasahi bibir. "Berapa banyak lagi?"

"Hingga memenuhi target?"

"Hingga kau dapat hidup."

Taehyung hampir tertawa mendengar balasan itu, tidak dapat menahan diri untuk mencemooh apa yang baru saja didengarnya. Membuat sang lawan mendengus, mengerucutkan bibir. "Aku hanya bertanya, bodoh."

"Sudah tidak memanggilku dengan sebutan Tuan?"

Tidak terpengaruh, gadis itu mengendikkan bahu tak acuh. "Jadi, Tuan Kim di sini ingin sesuatu?"

Taehyung merotasikan mata. Gadis ini tidak pernah berubah, baik sebagai manusia atau bukan. Tidak pernah menyerah maupun mengalah. Tidak membiarkan siapapun melukai harga dirinya. "Kau masih bekerja?"

Kali ini jawaban yang dinantikan jauh lebih lambat, mengantar Taehyung kembali pada detik menegangkan tadi. "Hanya ketika merasa membutuhkannya."

"Jadi, tempat ini hanya kedok?"

Tepat sasaran. Sukses ditembakkan pada kepala gadis itu, membuat bibirnya menukik tajam diikuti manik hitam pekat. Seperti kegelapan malam yang sunyi. Itukah warna yang didapatkan mereka yang dapat meninggalkan kehidupan ini dan menjadi manusia?

"Ayolah," ujarnya. Tubuh tegap itu mulai melemas, mengendurkan pertahanan. "Kau sudah tahu jika kita tidak dapat sepenuhnya melepaskan ini." Jemari lentik itu menunjuk simbol infiniti yang terukir di bawah mata, samar dan hanya diketahui oleh mereka yang memperhatikan dengan cermat.

Taehyung sempat merasa hal itu cerdik, sebelum mengerti makna sesungguhnya ukiran berwarna hitam itu.

Gadis itu kemudian bergerak menyentuh matanya, mengusap perlahan simbol serupa. Dia terkekeh pelan, mengabaikan tatapan nanar Taehyung. Menyadari jika sampai kapanpun kutukan ini akan terus menerus menghantui langkah mereka.

"Setidaknya aku menjalani hidup yang damai dan menyenangkan di sini."

Taehyung mulai menyadari, memahami, jika mereka tidak akan pernah mendapat apa pun, tidak akan mampu mencecapi rasa bahagia yang sama dengan sebagian besar orang, meski begitu, sebagian besar dari mereka tetap dapat hidup. Memuaskan diri dengan apa yang sudah ada.

Dia tersenyum tipis. "Kupikir, kau ada benarnya."

Gadis itu tertawa. Menepuk pelan pundak Taehyung. "Kau mau aku membantumu? Mengakhiri mimpi buruk itu?"

Taehyung menoleh, mengangkat kedua alis dengan sedikit terkejut sekaligus penuh rasa penasaran.

"Tidak ada salahnya mencoba menapaki jalan yang sudah pernah dilalui." Gadis itu mengusap pelan lukisan yang menjadi objek pandang mereka sedari tadi, merasakan energi yang kembali bergerak. Memanggil. "Lagipula, sepertinya kau membutuhkan seseorang untuk membantu."

Taehyung tidak banyak memprotes kalimat hinaan yang dilayangkan. Terlanjur sibuk dengan kenyataan bahwa gadis itu akan kembali menjadi rekannya.


welp, apa ada yang tau makhluk apa mereka?👀

sejujurnya, ini cuman sekedar iseng aja dari cover yang udah kubuat dan pengen nerapin sehari minimal nulis satu kali. dan lahirlah ini! setelah kubaca lagi, jadi pengen dijadiin satu mini seri selagi mencoba menamatkan rekan wkwk.

seandainya ini benar akan direalisasikan, mungkin akan sedikit gelap dengan artian penuh darah, menguras mental(?), serta adegan kekerasan, dan pertanyaan mengenai hidup. sehingga mohon kerja samanya ya hehe.

terakhir, sungguh terima kasih untuk yang sudah berkenan mampir dan terlebih meninggalkan jejak. saya sangat menantikan juga seandainya ada yang mau berkomentar tentang bagian ini, baik kekurangan atau kelebihan, atau apa pun itu💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro