Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

39. Yang Tersimpan

Ketika Leony dan Eros tiba di unit, hari sudah menjelang malam. Sempat membuat Eros khawatir kalau Leony akan kelelahan. Namun, nyatanya senyum lebar mewarnai wajahnya yang tampak sedikit basah. Aneh, walau jelas wanita itu sesekali menggigil kedinginan, nyatanya ia tampak begitu berseri-seri. Pun pipinya terlihat merona, dengan bibir yang tak kalah merekahnya. Bewarna merah muda.

Buru-buru Eros langsung melepaskan mantel hujan dari tubuh Leony. Lantas menaruhnya dengan asal lantaran dirinya yang bergegas ke belakang, mengambil sehelai handuk kering.

"Kan ... kamu keujanan," kata Eros seraya mengelap tubuh Leony yang basah. Karena jelas, walau menggunakan mantel hujan, bukan berarti Leony benar-benar terlindungi. "Seandainya aku punya mobil, kamu nggak bakal keujanan kayak gini."

Menggeleng, Leony tersenyum saja. "Justru kalau pake mobil, kita nggak bisa mesra-mesraan sambil hujan-hujanan dong. Hehehehehe."

Tangan Eros seketika berhenti. Tepat ketika handuk yang berada di atas kepala Leony dan Eros sedang mengelap pipi istrinya itu. Lantas, pergerakan tangannya berhenti di sana. Dengan gemas ia menangkup wajah Leony dan menggoyangkannya berulang kali. Ke kanan dan ke kiri berulang kali.

"Kamu ini. Masih sempatnya mikir mesra-mesraan. Hahahaha."

Leony terkekeh. Tapi, sama sekali tak menampik perkataan Eros. Hingga kemudian, suaminya itu berkata.

"Kamu buruan ke kamar mandi. Biar aku rebus air dulu buat kamu mandi. Jangan sampe kamu masuk angin."

Tentu saja air panas setelah kehujanan adalah ide yang sangat menggiurkan. Maka tanpa penolakan sama sekali, Leony pun segera melakukan apa yang Eros katakan. Pergi ke kamar mandi. Tepat setelah ia melabuhkan satu kecupan kecil di pipi cowok itu dan berkata.

"Siap laksanakan!"

Hihihihi.

Tak mau, tapi tetap saja Eros geli dengan tingkah Leony. Namun, tentu saja. Itu tidak melenakan dirinya. Alih-alih, ia langsung menuju ke dapur. Dengan cepat merebus air panas untuk Leony. Dan kala itu, ia menarik napas panjang. Entah mengapa. Tapi, rasa gelinya tadi tergantikan oleh pemikiran lainnya

Kalau aku punya mobil, pasti Leony nggak bakal kehujanan.

Kalau kami tinggal di tempat yang lebih bagus, pasti Leony bisa langsung mandi air panas.

Mata Eros melihat pada dua dandang air yang ia rebus bersamaan.

Nggak perlu pake acara nunggu kayak gini.

Hanya saja, kembali pada kenyataan bahwa tidak semua terjadi sesuai dengan khayalan. Eros sadar diri bahwa ia bukan dari kalangan orang yang kaya raya. Walau ia membuka usahanya sendiri, tapi tentu saja toko kopinya masih dalam tahap berkembang. Pun di dalam hati, ia berdoa agar La Coffee bisa bertahan. Walau jelas, kemungkinan akan adanya kompetitor serupa tidak akan terelakkan.

Lalu suara gemuruh air yang menggelegak membuyarkan lamunan Eros yang bernuansa penyesalan itu. Menyadarkannya bahwa ada seorang wanita yang sedang menunggu air panasnya.

Maka Eros pun bergegas. Membawa satu dandang itu ke kamar mandi dan memanggil.

"Ny, buka pintunya."

Hanya diperlukan wkatu sedetik dan pintu kamar mandi pun terbuka. Menampilkan Leony yang berbalutkan sehelai handuk. Dengan wajah semringah, ia membiarkan Eros untuk mengisi satu ember besar dengan air panas yang ia bawa.

"Bentar. Aku ambilin satu dandang lagi."

Mengangguk, Leony membiarkan Eros pergi. Untuk kemudian matanya menatap pada air di ember besar nan tinggi itu. Ia menarik napas dan merasakan udara seperti panas menyentuh paru-parunya. Dengan satu pemikiran yang membuat matanya mengerjap-ngerjap.

Emangnya semua suami mau rela-rela jemput istrinya pas ujan kayak tadi, Ny?

Udah dijemput, terus diajak makan bakso lagi.

Sekarang?

Bahkan Eros nggak sadar bajunya udah mulai kering di badan.

Cuma karena dia ngerebusin air buat kamu.

Lantas suara derap langkah itu membuat Leony menoleh. Mendapati Eros yang kembali datang dengan dandang lainnya. Menumpahkan isinya yang menguarkan uap panas ke dalam ember. Lantas dengan cekatan mengisi air dingin secukupnya di sana. Agar tidak terlalu menyengat nantinya di kulit.

Eros mengembuskan napas dengan tersenyum. Mungkin merasa bangga karena telah menyiapkan air untuk mandi sang istri.

"Oke, Bu Maliki. Air panasnya sudah siap untuk dinikmati," kata Eros. "Silakan dinikmati."

Selesai mengatakan itu, dengan membawa dandang di satu tangannya, Eros berniat untuk langsung keluar dari kamar mandi. Bermaksud untuk membiarkan Leony segera membersihkan diri. Namun, belum lagi kaki Eros mendapatkan satu langkahnya, ia mendapati tangannya ditahan oleh Leony.

Urung keluar dari kamar mandi, Eros bertanya. "Apa? Airnya kurang?"

"Ehm ... nggak kurang," jawab Leony seraya menggeleng. Tampak matanya melirik sekilas pada air seember besar itu. "Malah kayaknya airnya kebanyakan."

Dahi Eros berkerut. Melihat pada ember dan meragukan kebenaran perkataan Leony. Seember air tidak akan pernah berlebihan untuk mandi orang dewasa. Tapi, ketika Eros akan membantah perkataan Leony, ia justru mendapati sang istri yang beranjak. Menutup pintu kamar mandi dan mengambil alih dandang dari tangannya. Menaruhnya ke lantai.

Leony mengangkat wajah. Seolah abai dengan raut bingun sang suami, kedua tangannya pun naik. Menuju pada kancing kemeja teratas yang Eros kenakan. Mengeluarkan dengan perlahan. Seraya berkata.

"Kayaknya cukup untuk kita berdua."

Dan lalu, kemeja Eros pun jatuh di lantai kamar mandi.

*

Sekarang, kalau Eros mengingat kejadian di kamar mandi waktu itu, darah di tubuhnya terasa berdesir. Diikuti oleh hawa-hawa panas yang membuat ia merasa perlu meneguk air dingin secepat mungkin.

Astaga.

Tapi, sungguh.

Itu sensual banget nggak sih?

Walau jelas sekali, pertanyaan itu tak perlu dijawab. Karena kembali mengingat, Eros bahkan tidak akan melupakan bagaimana kala itu, mandi berubah menjadi kegiatan yang amat menyenangkan bagi dirinya.

Eros bisa bermain-main dengan perut Leony yang membuncit. Mengusap punggungnya. Dan lalu menikmati lekukan bokong sang istri yang makin hari makin menggoda dirinya.

Pun begitu pula dengan Leony. Yang dengan senang hati membersihkan tubuh sang suami. Hingga kemudian, ketika pada akhirnya mereka berdua telah mengenakan handuk dan mengeringkan tubuh, ternyata keintiman itu terus berlanjut. Menuju pada kegiatan yang kembali membuat mereka berdua basah. Walau tentu saja, kali ini bukan air panas yang membasahi keduanya. Alih-alih keringat percintaan.

"Ros? Ros? Erosss ...."

"Hoi!"

Satu tepukan di pundak Eros, disertai dengan satu seruan yang menggelegar menyentak kesadaran Eros untuk kembali lagi. Alih-alih terus melanglang buana dalam ingatan mesum yang membuat ia abai dengan sekelilingnya. Tak menyadari bahwa dari tadi ada Omen dan Evan yang tampak keheranan melihat pada temannya itu.

"Eh?" Eros mengerjap-ngerjapkan mata. "Kalian. Astaga. Ngagetin aja."

Menarik kursi, duduk di depan Eros, baik Omen maupun Evan tampak sama-sama mengembuskan napas tak percaya.

"Yang benar aja. Ngagetin apaan coba?" tukas Omen. Dan kalimat bernada pertanyaan itu membuat Evan berdecak.

"Kami dari tadi ngetok pintu, eh ... nggak ada sahutan dari dalam. Pas kami masuk, ternyata kamu lagi bengong. Terus malah kami yang dibilangin buat kaget."

"Oh ya?"

Tanpa sadar, Eros berkata lirih dengan nuansa sedikit bingung. Pun diikuti oleh matanya yang melihat pada pintu ruangannya. Yang tadi menutup, sekarang tampak terbuka.

"Aaah ...." Eros menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal, hanya satu upaya untuk menyingkirkan rasa canggung sih. "Eh, tumben kamu main ke sini, Van."

Tampak mengambil posisi santai, Evan menyandarkan punggungnya di kursi. "Nggak sih. Cuma mau main doang. Sekalian mau ngeliat kamu. Kirain udah tewas. Nggak ada kabarnya belakangan ini."

Omen menyeringai mendengar perkataan Evan. "Kamu kayak yang nggak tau aja. Calon bapak ya lupa dunia dong. Tiap saat kepikiran sama istri tercintanya. Hahahahaha."

Tak hanya Omen, Evan pun tertawa mendengar perkataan itu. Pun dengan Eros yang tampak mendengkus geli. Sama sekali tidak merasa tersinggung dengan perkataan temannya itu. Karena ya ... memang benar kan?

"Ya mau gimana lagi," kata Eros seraya menghela napas dalam-dalam. "Namanya aja euforia mau jadi bapak. Hahahaha. Kalian ntar kalau istri kalian hamil, aku jamin deh. Pasti sama kayak aku juga."

Evan tampak mengerutkan dahi. Seolah berpikir, membayangkan masa depannya. Lalu ia tampak bergidik.

"Iiih! Kayaknya aku nggak masuk dalam golongan itu deh."

"Hahahahaha."

"Suatu saat," kata Eros kemudian. "Kamu juga pasti bakal nikah dan ngerasain apa yang aku rasain."

Omen menjentikkan jarinya. "Bener banget," timpalnya, lalu ia berpaling pada Evan. "Dan ketika masa itu datang, kamu bakal bingung cara buat peuyeum itu gimana. Hahahahaha."

Sial! Tapi, Eros tertawa terbahak-bahak lantaran perkataan Omen. Hingga matanya berair. Begitupun dengan Omen. Hanya Evan yang tampak bengong.

"Emangnya kenapa dengan peuyeum?"

Tak menjawab pertanyaan polos itu, Eros dan Omen masih tertawa-tawa. Karena tentu saja, perkara peuyeum hanya diketahui oleh mereka berdua.

"Hahahaha. Udah deh udah. Yang penting intinya itu," lanjut Eros lagi. "Semua bisa berubah."

Tak mengerti, Evan hanya bisa mesem-mesem saja melihat Eros dan Omen menertawai hal yang tidak ia ketahui. Hingga kemudian, sadar atau tidak, kala itu Evan melirih. Seperti berkata pada dirinya sendiri.

"Happy-happy-an sama cewek ... itu emang aku banget. Tapi, kalau nikah ...? Ehm ...."

Baik Eros maupun Omen sama merasakan nada keraguan di suara Evan. Terutama karena detik selanjutnya, Evan kembali bergidik. Seperti ngeri dengan bayangan yang mendadak muncul di benaknya. Menampilkan dirinya yang berbalut jas dengan kopiah di atas kepala. Lalu berjabat tangan ketika meminang seorang wanita.

Ya ampun.

Menggelikan untuk Evan.

Maka tawa Eros dan Omen pun kembali pecah. Entah mengapa, mereka pun sama bisa melihat ada ekspresi ketakutan yang menggelikan tercetak di wajah Evan.

"Tunggu, Van, tunggu. Ntar kalau kamu udah nikah, aku jamin. Kamu juga bakal gila," kata Eros kemudian dengan nada penuh keyakinan. "Bahkan mungkin lebih gila lagi dari aku."

Evan geleng-geleng kepala. "Entah kenapa, tapi aku meragukannya."

Mendengar itu, lagi-lagi Eros dan Omen terpingkal. Hingga kemudian, tawa mereka pun berakhir dengan perpindahan topik lainnya. Sekadar untuk berbincang santai di sore hari. Sedikit waktu yang bisa Eros dan Omen dapatkan ketika toko tidak terlalu ramai.

Namun, walau menyenangkannya menghabiskan waktu dengan obrolan antah-berantah bersama teman-temannya, Eros tidak akan melupakan rutinitas sore harinya sekarang. Yaitu, menjemput Leony.

Maka Omen dan Evan pun tidak heran sama sekali ketika hari sudah menunjukkan jam setengah empat sore dan Eros tampak bangkit dari duduknya. Tak memedulikan bagaimana kedua orang temannya itu menggoda dirinya, ia bersiap.

"Kesehatan bayi itu dimulai dari kesehatan ibu hamilnya, Bro. Jadi, sebagai suami yang baik, aku wajib memastikan Leony nggak kecapekan."

Omen mengangguk. "Pastilah itu. Kalau bukan lagi kita, cowok yang super kuat, siapa lagi yang bisa melindungi cewek kan?"

"Hahahaha." Evan tergelak. "Aku yakin. Kekuatan Eros emang sudah terbukti. Hahahaha."

"Asem!"

Namun, Eros pun tergelak dengan pembelokkan makna yang dikatan Evan. Karena ... sepertinya itu lelucon yang benar kok. Hahahahaha.

Dengan perasaan yang bahagia dan bersemangat seperti biasanya, Eros mengendarai motornya. Menuju ke kantor Leony dan mendapati bagaimana sang istri tampak sudah menunggunya di pelataran kantor. Bersama dengan Sony di sana.

Berniat menghampiri Leony di tempatnya berdiri, Eros justru mendapati bagaimana Leony yang langsung berlari dari sana. Menuju pada dirinya yang baru saja akan menurunkan standar motornya.

"Pas banget kamu sampe," kata Leony langsung. "Aku baru aja keluar."

Merasa seperti ada yang janggal, Eros mengerjapkan matanya. Beralih dari melihat pada Sony, menuju pada sang istri. Tampak Leony yang berdiri seraya tersenyum lebar.

"Dari sini, kita ntar mampir ya, Ros? Aku rasa-rasanya kepengen makan kue cokelat. Ehm ... kayaknya Dedek mau ngerasain cokelat deh."

Bersemangatnya Leony, membuat Eros melupakan kejanggalan di benaknya. Alih-alih, cowok itu justru terkekeh.

"Itu Dedek yang minta ... atau Bu Maliki yang mau?"

Dan Leony sontak saja tertawa. Seraya membiarkan Eros mengenakan helm di kepalanya, Leony berkata dengan manja.

"Dua-duanya dong, Pak Maliko."

Setelah mengatakan itu hingga menimbulkan kekehan Eros, Leony pun beranjak. Duduk di belakang Eros dan langsung melingkarkan tangannya di sekeliling perut sang suami. Dan tak hanya itu, ia pun lantas merebahkan wajahnya di punggung Eros. Memejamkan mata dan membiarkan motor membawa mereka berdua.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro