Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

5. Orang Ketiga

Warning:
Part ini agak absurd.
Halah, biasanya juga gimanaaa. Wkwk...

Happy reading :)

***

Wahyudi tidak mengingkari janjinya. Meski menjelang isya ia baru tiba di rumah keluarga Antariksa, begitu azan terdengar ia pun bergegas ke masjid, dan lanjut ke rumah keluarga Leticia sepulangnya dari salat berjamaah. Beruntung, para penghuni kediaman Antariksa belum ada yang tiba di rumah, jadi dia tak perlu bingung memikirkan alasan. Bu Jani yang dipamiti juga tidak bertanya macam-macam.

Ojek online menjemputnya di pelataran masjid. Sedikit deg-degan mewarnai perjalanannya, menyiapkan diri untuk di-bully, siapa tahu nanti bertemu sahabat yang kurang ada akhlak.

Yudi tersenyum sendiri mengingat kejadian siang tadi. Tertangkap basah oleh Andro dan Salma saat berduaan dengan Leticia sama sekali tak ada dalam bayangannya.

"Ehk. Anu, Ndro..., aku bisa jelasin."

"Halah, memangnya aku pacarmu pakai kamu jelasin segala." Andro malah tertawa. Di sampingnya, Salma memasang senyum yang tak kalah lebar dengan tawa suaminya.

"Tapi serius, Ndro, aku sama dia nggak ada apa-apa. Dia tadi datang ke proyek, aku---"

"Santai, Yud. Ada apa-apa juga nggak pa-pa, kok." Andro menyela bicaranya.

"Nggak gitu, Ndro. Aku---"

"Wis ta lah, gak opo-opo tenan. Aku sama Sal malah seneng karena Leti udah ada yang nemenin selama dia di sini. Apalagi orangnya kamu, Yud. Fyi, dia ngerasa nyaman sama kamu. She fall in love with you, Cuk." Andro tertawa-tawa lagi.

"Ngawur!" Wahyudi tak terima. Dalam hati menampik semua yang dikatakan sahabatnya.

Driver ojek online menghentikan laju sepeda motornya di depan sebuah rumah besar dengan halaman yang asri. Wahyudi mengakhiri ingatannya pada kejadian siang tadi. Ia melepas helm dan menyerahkan pada Pak Driver, tak lupa mengucapkan terima kasih sambil menyuguhkan seulas senyum nan tulus.

Jantungnya kembali berdetak lebih cepat tatkala hendak memencet bel. Benaknya mereka-reka, topik apa yang akan dipilih agar obrolan lancar. Batinnya pun berjanji, tidak akan berlama-lama di sana, hanya menggugurkan kewajiban atas janjinya pada Leticia saja.

"Selamat datang di kediaman keluarga Johan. Ada yang bisa kami bantu?"

Yudi menelan ludah setelah menekan bel di tembok pagar dan mendapat jawaban semacam itu.

"Yudi. Mencari Leticia," jawabnya singkat.

"Baik. Mohon tunggu sebentar."

Tak sampai satu menit, Yudi melihat pintu rumah terbuka. Sesosok perempuan berambut keriting berlari ke arahnya. Di bawah pendar lampu pagar nan temaram, Yudi bisa menangkap jelas wajah cantik khas hispanik itu tengah menatapnya. Bibirnya menyungging senyum lebar. Kegembiraan terpancar jelas pada wajah Leticia.

"Kukira kamu berbohong. Aku senang sekali kamu menepati janji."

Tak ada sentuhan fisik. Sambutan Leticia yang bernada manja sudah lebih dari itu semua. Wahyudi menelan ludah, menenangkan hatinya yang mendadak terisi kegugupan.

"Aku laki-laki, Leti,pantang mengingkari janji." Begitu jawab Wahyudi.

Leticia menggigit bibir tanpa sedikitpun meredakan senyum lebarnya. Rasa suka pada Wahyudi naik beberapa level gara-gara ucapan yang baru saja ia dengar. Keduanya lalu duduk di ruang tamu yang nyaman dan bersih.

Belum sempat memulai obrolan, seorang wanita paruh baya muncul. "Non Leti dan pacarnya mau minum apa?" Pertanyaan itu membuat Wahyudi jadi salah tingkah.

"B-bukan, Bu. Kami cuma teman saja. Saya temannya Andro, suaminya Salma. Menantunya Bu Dita. Anaknya Pak Antariksa. Cucunya pemilik rumah sebelah." Setelah menjelaskan dengan terpatah-patah, Wahyudi merutuki dirinya sendiri. Cuma disangka pacar, kenapa harus gugup segala? batinnya.

Tak mengerti kegelisahan tamunya, wanita paruh baya itu malah tertawa. "Oh, Andromeda yang ganteng itu, ya? Anaknya Mas Iksa. Cucunya Pak Jaya. Mantunya Mbak Dita."

Mendengar penjelasan tersebut, Wahyudi agak keheranan. Dalam hati menyimpan tanya, siapa ibu-ibu itu, kok memanggil Pak Antariksa dengan sebutan 'mas' dan Bu Dita dengan sebutan 'mbak'?

"Berarti Masnya ini calon mantunya Mbak Sara?" Lagi-lagi wanita paruh baya itu tertawa.

"Tante Nur nggak boleh ngomong sembarangan sama orang yang baru ketemu, apalagi ini tamu. Nanti aku bilang ke mama lho, kalau Tante Nur nggak sopan."

Leticia mengingatkan. Bukannya mundur, wanita paruh baya yang disebut Tante Nur itu malah ngeyel. "Lho, kan Mbak Sara sendiri yang bilang kalau Mbak Leti baru di sini sebentar sudah dekat sama cowok. Berarti masnya ini---"

"Tante Nur masuk! Buatkan teh hangat dan snack. Antar ke sini, terus cepat-cepat pergi. Aku nggak suka Tante Nur begitu. Nggak sopan."

Leticia kesal, dengan tegas mengultimatum ibu-ibu yang tampaknya hobi ghibah itu. Mendorongnya agar segera berlalu dari ruang tamu.

"Nggak apa-apa, Leti. Orang Indonesia memang suka begitu. Maaf, ya." Wahyudi menghibur. Senyumnya mengembang lebar melihat Leticia manyun gara-gara ibu-ibu bernama Nur yang tampak rese itu.

"Kenapa malah kamu yang minta maaf, Yudi?"

"Nggak apa-apa, Leti. Biar kamu nggak kesal. Aku udah biasa ketemu ibu-ibu yang suka ngobrol panjang lebar begitu. Tapi biasanya orang seperti itu ramah dan menyenangkan, kok. Dan itu berarti dia merasa dekat dengan kamu dan keluarga kamu."

Sesungguhnya Wahyudi hanya memancing saja. Dia sangat ingin tahu, siapa dan ada hubungan apa ibu-ibu itu dengan keluarga Leticia, juga keluarga Antariksa. Rupanya pancingannya berhasil, Leticia menjelaskan tanpa diminta.

"Dia Tante Nur. Ibu dan bapaknya dulu kerja sama Opa Johan dan Oma Lucia. Driver, nanny, ngurusin kebun, ngurusin mama dan Tante Dita. Tante Nur juga waktu kecil teman main sama  mama dan Tante Dita karena umurnya sesurabaya."

"Sesurabaya? Mungkin yang kamu maksud sebaya, Leti?"

"Iya, pokoknya itu, yang umurnya hampir sama." Wahyudi terkekeh. Entah kenapa di matanya Leticia jadi menggemaskan kalau sedang salah menggunakan kata dalam bahasa Indonesia.

Leticia lalu melanjutkan penjelasannya. Wahyudi mendengarkan dengan saksama, mengangguk-angguk sebagai tanda perhatian pada omongan si gadis cantik di hadapannya.

Pantas saja Bu Nur-Bu Nur itu terkesan dekat dengan keluarga Leticia. Ternyata beliau memang sudah sejak kecil menjadi bagian dari keluarga Johan. Posisinya sebagai teman bermain Sara dan Dita membuatnya memanggil ibu dan tantenya Leticia itu dengan sebutan Mbak Sara dan Mbak Dita. Bahkan memanggil papanya Andro dengan sebutan Mas Iksa, sebab kenal baik pula dengan keluarga Jaya Ahmada.

Belum sempat bicara topik lainnya, Bu Nur datang lagi. Kali ini dengan mendorong troli berisi dua cangkir teh hangat, dua botol air mineral, dan berbagai toples serta piring berisi penganan.

"Monggo, Mas, dimakan. Ini bakwan jagungnya masih hangat, lho. Kesukaan Non Leti. Kata Mbak Sara, kalau di Spanyol sana Non Leti juga suka minta dibuatkan. Non Leti ini biarpun orang Londo, tapi suka masakan Indonesia, terutama gorengan. Paling suka ya bakwan jagung ini. Sama satu lagi, pisang goreng."

"Tante Nur!" Leticia memekik. Matanya melotot ke arah Bu Nur yang malah tertawa cekikikan.

"Yo ndak opo-opo to, Non Leti, biar masnya ini ngerti kesukaannya Non Leti." Masih sempat membela diri. Wahyudi jadi ikut terkikik geli.

"Sini, Bu, ikut ngobrol dulu sama kami. Kan kalau cowok sama cewek cuma berduaan, nanti setan jadi yang ketiga."

"Pean kate ngomong aku setan ta, Mas? Ngono kui, yo, jebule."

Tawa Wahyudi pecah berderai-derai. Bu Nur yang memang cuma melempar canda ikut tergelak. Leticia hampir mengusir Bu Nur, tapi urung ketika melihat tawa lepas Wahyudi yang jarang terjadi, kecuali saat bersama Andro. Sebaliknya, ia jadi tak keberatan Bu Nur bergabung bersama mereka.

Keberadaan Bu Nur yang apa adanya dan seolah tak punya rasa sungkan justru mencairkan suasana. Berkali-kali Bu Nur menyebut Wahyudi sebagai pacar Leticia, berkali-kali pula Wahyudi meluruskan bahwa mereka hanya teman saja. Leticia cuma tertawa-tawa. Wajahnya yang begitu ceria membuat Wahyudi mau tak mau harus menahan desir-desir yang entah apa namanya.

"Non Leti ini kecilnya gendut nggemesin lho, Mas. Rambutnya ya kriwil cokelat gini. Pipinya merah-merah kayak pakai abang-abang pipi. Tapi giginya nggak banget. Geripis. Suka makan permen, sih." Cerita Bu Nur tanpa ditanya.

"Ih iya, bener banget, Tante Nur. Aku waktu kecil kan suka banget makan candy sampai sering dimarahi mama, papa, Beni, dan Sebastian. Berarti aku dulu kalau buka mulut jadi jelek ya, Tante?"

"Nggak, lah. Namanya anak kecil, giginya jelek pun masih lucu. Apalagi kecilnya Non Leti memang lucu banget. Lucuuu banget. Nggemesin. Masih ada lho fotonya. Tante Nur kalau lagi nyulaki lemari suka lihat-lihat foto kalian zaman kecil dulu."

Bu Nur berdiri, tanpa persetujuan mengambil album foto dari lemari. Keseruan hadir saat ketiganya melihat dan membahas foto-foto keluarga Leticia, sampai tak terasa sudah pukul sembilan malam.

Sapaan yang terdengar dari pintu membuat keasyikan ketiganya terhenti. Sara melangkah melewati pintu disusul Oma Lucia, Tante Dita, Salma, dan Angkasa Andromeda.

"Wah, ada tamu rupanya. Sudah lama?" Sara menyapa ramah, tangannya terulur ke arah Wahyudi. Pemuda itu menyambut dengan sopan. Ia sempat melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan mama Leticia, dan tersadar bahwa sudah hampir dua jam ia berada di ruangan itu.

"Iya, Tante. Sudah lama. Ini sekalian mau pamit. Maaf kalau sampai malam."

Wahyudi beranjak, menyalami oma dan tantenya Leticia, lalu menganggukkan kepala kepada Salma. Setelahnya, ketiga perempuan dari generasi berbeda-beda itu langsung pamit untuk masuk ke dalam rumah.

"Mesakke. Kencan kok diganggu orang ketiga." Andro berbisik, melancarkan ejekan yang disambut Wahyudi dengan satu tinju pada lengannya. Keduanya tertawa tanpa suara, kemudian Andro pamit, menyusul yang lain masuk ke dalam.

"Lho, kok buru-buru? Nggak apa-apa, lanjutkan saja. Itu ada Andro dan Salma juga." Suara Sara kembali terdengar, berusaha menahan Wahyudi untuk tak cepat-cepat pulang.

"Terima kasih banyak, Tante. Tapi ini sudah malam, waktunya istirahat. Besok juga saya harus kerja. Magang di salah satu proyek perusahaan Pak Antariksa."

"Oh, begitu, ya?" Tak perlu dijelaskan juga sebetulnya Sara sudah tahu. Diam-diam dia sudah mengumpulkan informasi seputar pemuda yang disukai anak gadisnya itu.

"Ya sudah, hati-hati ya pulangnya. Terima kasih sudah menemani Leticia. Dia bosan kalau diajak berkunjung ke rumah orang-orang tua. Di rumah sendiri juga sebenarnya kasihan."

Wahyudi menelan ludah, merasa kalimat itu adalah sindiran yang ditujukan untuk dia dan Leticia. Sekali lagi dia berpamitan, pada Sara, pada Leticia, dan pada Bu Nur yang masih bertahan di sana.

"Lho, Nur, kamu ngapain kok masih di sini? Lagian, ada tamu kok malah ikut nimbrung. Sana masuk."

Sara menghalau Bu Nur agar meninggalkan mereka. Leticia membela, mengatakan bahwa keberadaan Bu Nur sama sekali tak mengganggu, justru membuat suasana menjadi seru.

Tak ada satu pun yang tahu, bahwa keberadaan Bu Nur sebagai orang ketiga diantara Wahyudi dan Leticia adalah atas suruhan Sara.

***

Jiahaha, Wahyudi diam-diam dimata-matai sama calon mama mertua.

Eh, bakal jadi mama mertua apa kagak sih? Hahaha....

Seperti biasa, updatenya nunggu anak-anak pules. Dan seperti biasa juga, selalu ada part absurd yg muncul begitu saja di kepala. Sebenernya mau dibawa ke mana sih cerita Wahyudi dan Leticia ini? Hihi...

Yasudah, kita ikuti saja apa yang keluar dari penulis random ini, yaaa. Semoga masih pada bersabar.

Terima kasih teman-teman semua. Yang sudah membaca, kasih bintang, dan meninggalkan komentar. I love you all.

See you :)

Semarang, 27022023

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro