25. Dissemble
"Lanjutkan, Jen, aku suka melihatmu seperti tadi."
Jen membuang muka. "Bukankah memalukan?" Ia merapatkan kaki.
"Sama sekali tak memalukan, malah sangat menggairahkan." Boy membisik tepat di telinga Jen. Mengembuskan napas hangat ke sana.
Jemari Boy lantas mengitari area dada Jen;
[ CUT. BACA UTUH DI AKUN KARYAKARSA KUCING (SPASI) HITAM ]
Kemudian kegetiran lagi-lagi menyeruak dalam relung Boy. Ia diam-diam menyimpan semua rahasia dari Jen, wanita yang ia akui sebagai cinta sejati. Cinta sejati? Bahkan nurani Boy berbalik menghina. Semua cinta yang Boy deklarasikan adalah percuma tatkala lelaki itu lebih memilih berdusta. Ia sadar ia memang pengecut egois yang cuma mau menang sendiri. Menahan Jen tetap di sisi hingga waktunya kadaluarsa. Ketimbang memikirkan perasaan Jen — Boy lebih memilih bungkam seraya menjaga rahasia akan jati diri sebenarnya.
Egois. Suara hati yang menari-nari memenuhi otak dan rungu lelaki itu.
"Jen ..."
"Hmm?" sahut Jen lirih.
"Kamu belum bilang apa yang kamu inginkan dariku sebelum sidang," ujar Boy.
Jen terdiam sesaat.
"Tak ada, Boy. Cukup bersamamu sudah sangat berarti bagiku. Aku tak mau yang lain."
"Sungguh? Mintalah sesuatu," desak Boy.
"Tak ada." Jen tersenyum lembut seraya memandangi Boy. "Berjanji saja untuk menemaniku sampai kapan pun."
Kini gantian Boy yang membisu.
"Tapi ... Jen ... bukankah kita tak boleh menjanjikan suatu hal yang belum kita ketahui kepastiannya di masa depan?"
"Setidaknya berusahalah untuk menepatinya, Boy."
"Bagaimana jika aku tak bisa?" tanya Boy menahan pedih.
"Maka aku tak akan memiliki apa-apa lagi," sahut Jen. "Aku akan menjalani kehidupan mati rasa tanpa ingin membuka hati pada siapa pun lagi. Karena setiap bagian dari hatiku sudah tertaut padamu."
***
Jen duduk pada bangku panjang yang berjajar rapi di sisi pintu utama ruang sidang. Ia berulang kali menghentak-hentakkan sepatu pantofelnya ke ubin demi melenyapkan gugup. Namun sepertinya perbuatan itu sia-sia. Ia tetap saja gelisah bukan main.
Wanita itu sedang menunggu dipanggil oleh dosen penguji.
Jantung Jen serasa ingin melompat keluar - telapak tangannya pun sedingin es. Semakin lama Jen menanti, semakin frustrasi mendera sanubari. Ia pun mengembuskan napas panjang agar sedikit tenang. Sesekali Jen memanjangkan leher; menengok kiri dan kanan, mencari seseorang. Boy berjanji akan datang menemaninya sampai sidang selesai. Tetapi sampai detik ini batang hidung kekasihnya itu belum muncul juga.
Andaikan ada Boy — Jen mungkin tak segelisah ini. Lelaki itu selalu punya cara menenangkan perasaannya.
Mungkin Boy sibuk.
Atau mungkin Boy sudah muak dengan dirinya?
Akhir-akhir ini sikap Boy terasa ganjil. Ia lebih pendiam dan seolah menciptakan jarak dalam hubungan mereka. Berpuluh kali Jen bertanya kenapa, tetapi tak satu pun ia menemukan jawaban. Boy selalu menghindar atau mengelak. Jen yakin ada yang Boy sembunyikan.
Ah sudahlah. Bukan waktunya meratapi nasib percintaannya. Ia harus fokus pada tesis yang sudah ia susun susah payah. Tiketnya untuk meraih masa depan baru.
Kala Jen mulai pesimis dengan kehadiran Boy, sebuah suara yang memanggil namanya pun membuyarkan lamunan wanita itu.
Baca naskah utuh di akun Karyakarsa Kucing Hitam (kucing ((spasi)) hitam)
Please, follow, vote, dan komen agar aku menamatkan cerita ini di wattpad 🖤 🖤
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro