Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

19. Surreptitious

Mana pernah Boy berpikir akan jatuh cinta pada Jen Nera - wanita yang semula menjual tubuh pada pria demi uang. Tapi begitulah hidup ... sesuatu yang dihindari justru menjadi bumerang. Berbalik membelenggu.

Bukan Jen yang jahat karena sudah membuatnya mabuk kepayang. Namun dirinyalah yang ternyata diam-diam menjadi iblis berkedok malaikat. Ya, Boy mengakui keegoisan dan dusta berat yang sudah ia lakukan pada Jen. Lelaki itu datang dan seolah-olah bersedia bersama Jen selamanya. Padahal masa depan Boy sudah jelas - menikah dengan tunangan pilihan keluarga, lalu meneruskan perusahaan besar milik Park Group. Dan, nama Jen Nera tidak tertulis dalam rencana masa depan seorang Booyah Park.

Ia membiarkan Jen tertipu.

Ia tak jujur karena masih ingin menahan wanita itu.

Egois.

Boy mencoba membenarkan tindakannya dengan dalih akan membantu Jen menyelesaikan kuliahnya. Ia akan memastikan Jen berhasil menyusun tesis yang baik; sampai akhirnya lulus, dan mendapatkan pekerjaan impian.

"Tidak bisa, Jen."

"Kenapa?" Jen memburu penasaran.

Boy menoleh dan menatap ke dalam iris gelap Jen. "Hubunganku dan mamaku sudah tidak harmonis lagi. Beberapa tahun yang lalu; saat aku masih menjadi pelajar SMA, orang tuaku bercerai, dan mama meninggalkan rumah. Meninggalkan kami anak-anaknya demi bersama lelaki lain."

Jen terhenyak dalam kebekuan.

Ia menyorot Boy mengiba. Lalu merapatkan badan untuk mengusap sisi wajah kekasihnya yang sehalus pualam.

"Maafkan aku, Boy. Aku tidak tahu," ucap Jen. "Sekarang aku sadar kalau kita punya kehidupan yang hampir sama. Sama-sama tak memiliki orang tua."

Boy tersenyum getir. "Kamu nggak perlu minta maaf." Ia menarik jemari Jen dan mengecupnya. "Hanya saja, Jen - bisakah kamu tak mengandalkan orang lain dalam hidupmu?"

"Maksudmu?"

"Maksudku ... kamu seharusnya jangan terburu-buru membangun rencana masa depan yang baru. Pindah ke Bali dan melupakan tujuan awalmu; melepas tawaran pekerjaan yang sudah lama kamu incar, hanya demi bersama-sama denganku," ujar Boy.

Ekspresi Jen berubah sendu. "Maksudmu, kamu berniat pergi? Kamu tidak serius pada hubungan kita?" tanyanya.

"Jen, bukan begitu!" Boy menegakkan badan untu menahan Jen yang hendak meloloskan diri dari ranjang. "Aku serius padamu, Jen. Aku mencintaimu, tapi ... anything could happen."

"Anything could happen, maksudnya, kamu pergi, kan?" sentak Jen. "Kamu berniat pergi, kan?"

"Apa mendiang bapakmu berniat pergi?" tukas Boy.

Jen terhenyak dalam geming.

Boy lalu menggenggam pundak Jen. Ia menunduk untuk mensejajarkan wajah mereka. "Jen," ucapnya lembut. "Kita nggak tahu plot Tuhan di depan sana. Aku nggak mau meninggalkanmu, tapi, bagaimana jika Tuhan berencana lain? Untuk itulah aku memintamu untuk mandiri, mengandalkan dirimu sendiri tanpa bergantung pada siapa pun. Tidak padaku, tidak pada keluargamu, tidak pada orang lain."

Jen mengangguk. Mata wanita itu berubah berkaca-kaca.

"Tapi aku ingin selalu bersamamu."

Boy memeluk Jen erat, lalu mengecup pelipisnya. "Aku tahu. Aku pun sama."

"Aku tak ingin ditinggalkan lagi, Boy. Aku takut."

"Kamu tahu siapa yang tak akan meninggalkanmu?" alih Boy.

"Siapa?"

"Dirimu." Boy lantas melepaskan rengkuhan dan menuntun Jen kembali bersandar di ranjang. "Karena itulah, kamu harus melatih diri agar menjadi seseorang yang tangguh. Seseorang yang bisa membela dirinya sendiri. Seseorang yang cerdas hingga tak ada lagi yang berani membohonginya."

Jen mengangguk.

Ia lalu mengalungkan lengan pada pinggang Boy. Untuk waktu beberapa menit, keduanya tak lagi saling bicara. Embusan napasnya terasa syahdu menyentuh kulit dada Boy. Wanita itu memeluk erat dan manja.

"Pembicaraan kita barusan terlalu serius," kata Boy memecah hening. "Mau ngobrol atau melakukan hal lain?"

"Aku mau dengar jokes receh ala kamu, Boy." Jen mengulum senyum.

Bibir Boy tersungging. "Kebetulan sekali. Akhir-akhir ini aku menggunakan waktu luangku untuk scrolling video lucu di sosmed. Lalu aku juga mempelajari tren humor ala 'bapak-bapak' yang lagi hits.

"Masa? Coba aku mau denger." Jen cekikikan.

Boy berdeham. "Okay," gumamnya. Ia berkernyit untuk mengialkan bahwa otaknya sedang berpikir keras. "Begal apa yang suka minum jamu?"

"Apa?" Jen cekikikan seraya menutup mulut.

Kedua sudut bibir Boy membentuk tarikan melengkung saat melihat Jen tertawa. "Dipikir dulu, dong, Jen! Kok udah nyerah aja?" protesnya.

"Apa ...? Buruan!" Jen tak sabar dan mendesak Boy sambil terus menahan geli.

"Begal linu," jawab Boy.

Mereka berdua terbahak karena humor garing yang Boy lontarkan. Jen memegangi perut yang kram seraya tangan satunya menyeka setitik air mata karena terlalu banyak tertawa.

"Lagi, Boy!" kata Jen.

"Kenapa anak terakhir nggak bakal kecanduan rokok?"

Lagi-lagi Jen terkikik sebelum menjawab. Ia lantas menggeleng cepat. "Nggak tahu. Kenapa?"

"Karena dia nggak punya 'addict'."

Kamar itu pun riuh oleh suara canda antara Boy dan Jen. Mereka saling menggoda, memeluk, dan sesekali melempar bantal ke muka satu sama lain.

Entah berapa lama senda gurau itu berlangsung - Boy dan Jen tak peduli akan waktu yang terus bergulir. Yang jelas detik demi detik yang dihabiskan bersama begitu berarti bagi keduanya. Mereka enggan beranjak bangun atau menyudahi obrolan yang makin lama semakin tidak jelas dan melantur.

"Boy," panggil Jen. "Aku punya satu," katanya.

"Apa?"

"Kamu punya darah Korea, kan? Aku tebak kamu pasti dari Seoul."

Boy berkernyit. "Kenapa gitu?"

"Karena kamu adalah my Seoul-mate."

***

Jen dan Marcus berjalan bersisian ke dalam sebuah rumah berdesain industrial. Bangunan itu adalah kantor atau studio arsitektur milik pakdenya. Lelaki berusia 50 tahunan itu merupakan salah satu arsitek yang cukup terkenal di Jawa Timur. Ia terkenal bertangan dingin karena sudah banyak turun andil dalam menciptakan hunian rumah, kafe, atau restoran dengan desain extraordinary.

Beberapa staf yang rata-rata merupakan arsitektur muda atau mahasiswa jurusan arsitek sudah berada di dalam ruangan. Mereka duduk pada meja masing-masing seraya sibuk membuat maket, yaitu dengan cara mengiris-iris kertas menggunakan cutter sambil mengikuti pola.

Maket adalah model miniatur atau tiruan dari obyek bangunan yang diperkecil dengan skala tertentu. Gunanya untuk menampilkan gambaran visual mengenai bangunan atau area yang dimaksud dengan skala yang tepat, tanpa perlu mengamati langsung objek aslinya.

Jen merasa canggung di sana; hanya dia yang tak memiliki basic arsitektur, tidak seperti karyawan lain. Ia mulai mempertanyaan eksistensi dan fungsi Marcus mempekerjakannya.

"Mulai hari ini Jen yang akan terima telepon, menyambut klien, dan merespon pesan, baik di media sosial mau pun kontak kita," terang Marcus. "Aku harap kalian memperlakukan dia dengan baik."

"Baik, Pak."

Setelah menyapa para karyawan, Marcus pun melenggang masuk ke dalam. Studio arsitektur itu cukup luas dengan model memanjang ke belakang. Seluruh dindingnya dibuat alami tanpa plester, acian, atau cat; hanya batu bata polos yang berjajar rapi. Kesan industrial, namun elegan berhasil Marcus wujudkan pada suasana kantornya.

Marcus lantas membuka pintu berkaca buram di hadapannya. "Kamu seruangan sama Pakde, ya, Jen," katanya. Senyum lelaki itu terkulum seraya melirik Jen melalui sudut mata.

Perasaan ganjil mendadak menjalar pada dada Jen. Ia berulang kali menelan saliva demi mengenyapkan segala gamang.

"Se-seruangan sama Pakde?"

BACA PART UTUH POLY DI AKUN KARYAKARSA Kucing Hitam

Atau komen supaya aku bagiin link-nya buat kalian 🖤🖤🖤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro