Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

10. Felicity

Kedua tungkai Jen Nera sedikit gemetar ketika Boy meraba titik intinya. Suatu kenikmatan yang hanya bisa ia dapatkan dari lelaki bermata sendu itu. Dan Jen memasrahkan diri pada Boy - orang pertama yang mengenalkannya akan candu klimaks.

"Oh, Tuhan ..." desah Jen menggema.

Boy mengecup tengkuk Jen dengan mesra. Ia mengendus aroma segar dari buah-buahan yang berasal dari bathbomb. Sama manisnya seperti rasa kulit wanita itu.

Jemari Boy kian menuntut; menerobos masuk mengobrak abrik dinding rapat yang berdenyut. Sementara tangan satunya meremas gemas gundukan sekal Jen yang kenyal.

Jen mengejan dan sesekali menggelinjang. Ia menyandarkan punggung dan kepala pada dada Boy yang tegap menopangnya. Andai bisa berteriak, Jen mungkin akan memekik keras-keras. Semua rangsangan berkumpul dalam liang Jen yang dipenuhi oleh tusukan. Daging kenyal nan lembut itu menjepit ketat jari-jari Boy yang keluar masuk menggelitik.

"Cum for me, Je." Boy mengarahkan dagu Jen untuk menoleh padanya. Ia lalu melumat habis mulut yang mengeluarkan erangan tiada henti itu.

Napas Jen Nera mulai tersendat. Urat-urat lehernya bermunculan saat ia meneleng dalam kuluman. Kenikmatan membabi buta pun semakin tak mampu Jen elak ketika Boy beralih menjamah klitorisnya. Mengusap inti sensitif itu tanpa henti dan intens.

Boy sadar Jen akan menyerah sesaat lagi. Wanita itu semakin gelisah dengan tubuh menegang. Dugaan Boy pun benar - Jen menegang ketika the big O itu datang.

"Aku keluar!" pekik Jen. "Oh, ya ...!" Tubuhnya gemetar tak terkendali.

Boy meremas buah dada Jen kuat-kuat sembari mengurung wanita itu dalam pelukan. Ia membiarkan Jen terkulai lemas pada dekapan eratnya.

"Kamu suka?" bisik Boy.

Jen mengangguk dan tersenyum. Ia menoleh untuk memandangi Boy dengan pipi yang kemerahan. "Aku sangat menyukai apa yang kamu lakukan. Kamu seolah menghapus sisa kotor yang kurasakan setelah melayani lelaki-lelaki itu."

"Kalau begitu, temui aku tiap kali kamu selesai melakukan pekerjaanmu."

"Kamu tak keberatan?" tanya Jen Nera.

Boy menggeleng. "Justru aku suka," katanya.

***

Jen dan Boy duduk berdekatan dalam satu selimut yang sama. Mereka menonton reality show asal Korea Selatan; tentang seorang koki yang membuka restoran makanan khas negaranya di Eropa.

Jen terkekeh. "Negaramu bangga banget soal culture dan produknya. Padahal itu cuma mie instan, aku saja bisa bikin," cemoohnya.

"Negaraku? Negaraku Indonesia?" sahut Boy.

Jen berkecimus. "Korea!"

"Aku berasal dari sini, Je. Aku bukan orang Korea," bantah Boy.

"Tapi, kan, dalam darahmu mengalir darah Korea, Boy."

Boy mendengkus. "Terserah kamu sajalah."

"Andai Indonesia juga begitu, ya, membuat tayangan berisi edukasi seputar budaya dan makanan-makanannya. Mempromosikan semua ke luar negeri. Bukan malah sibuk bahas berita artis penuh kontroversi dan sensasi," decih Jen.

"Korea Selatan sangat gencar soal soft diplomacy-nya terhadap dunia; mereka melakukan itu menggunakan Korean Wave yang sekarang mulai menjamur di mana-mana, mulai dari Idol, drama, sampai makanan."

Jen Nera mengangguk setuju. "Lagian menonton ini lebih menyenangkan bagiku dari pada melihat acara kita yang penuh gimmick."

"Jadi bisa dibilang mereka berhasil, kan? Membuat dunia penasaran dengan budaya mereka, membeli produk-produk buatan Korea, sekaligus mengikuti tren yang sedang populer di sana," sambut Boy.

"Seperti Busaraya; produsen makanan Korea itu sangat terkenal hingga hampir bisa menyaingi merek lokal." Jen mengangkat botol soju keluaran PT Busaraya dan meneguknya lagi.

Raut Boy berubah muram. Ia memalingkan wajah. "Busaraya juga produsen lokal, Je. Pemiliknya adalah warga Indonesia, kamu tidak tahu itu?"

"Hah? Masa?" Jen terbelalak. "Kukira ini impor dari Korea."

"Pendiri pertama memang seseorang berkebangsaan Korea, tapi ia menikah dan menetap di sini. Kemudian bisnis itu dilanjutkan oleh generasi ke-dua, hingga sekarang generasi ke-tiga berganti mengambil alih," terang Boy.

Jen Nera mendecak. "Kamu tahu banyak, Boy. Kurasa kamu cukup pintar. Apa Vincent mempekerjakanmu untuk menyelesaikan tesisnya juga?" tebaknya.

Boy terkikik. "Itu dugaanmu?"

"Kalau iya - bolehlah aku dibantu ngerjain tesis juga," bujuk Jen seraya mengulum senyum.

"Boleh saja. Apa yang kamu bahas?" Boy menegakkan punggung dan memandang Jen dengan serius.

Jen Nera mengembuskan napas panjang. Ia berkernyit seraya memutar bola mata untuk mengingat-ingat.

"Jadi ada tiga peminatan; linguistic, literature, dan culture studies," ujar Jen. "Aku mengambil literature yang berfokus membahas novel atau karya litelature lainnya. Aku sudah menemukan buku yang cocok, sih. Temanya seputar trans-character."

"Terus?" Boy mulai antusias.

"Nggak seperti culture studies yang pembahasannya meluas; literature hanya menelaah pada buku yang aku teliti. Novel yang aku pakai bercerita tentang struggling-nya si tokoh utama dalam proses pengungkapan jati diri," terang Jen.

"Menarik ..."

"Aku cuma bingung; mana yang sebaiknya aku bahas, soal strata sosial dalam masyarakat di novel tersebut, atau perlakuan dari mayoritas terhadap si karakter utama?" tanya Jen.

Boy terdiam sesaat untuk berpikir. "Kurasa sebaiknya kamu membahas social stratification-nya, hal itu akan mencakup sikap para mayoritas juga. Dosen pembimbingmu gimana?"

"Ah!" Jen mendumal. "Dia sulit banget ditemui, di-chat juga jarang bales. Terakhir dia bilang terserah aku, sih."

Boy cekikikan. "Di situ tantangannya, kan?" sahutnya. "Kerjakan saja skripsimu di sini, aku akan membantu sebisaku."

"Tapi aku nggak ada laptop. Biasanya pinjam Miranti, sepupuku di rumah."

Boy mengusap puncak kepala Jen. Ia menyungging lembut. "We will find a way, okay?"

Jantung Jen Nera berdegup kencang ketika Boy tersenyum padanya. Entah harus sekuat apa wanita itu bertahan dan mendustai rasa. Ia enggan mengaku kalau hatinya telah tertaut pada Boy.

Jen lantas meraih ponsel untuk menetralisir debar, betapa terkejutnya ia ketika melihat waktu yang tampak pada layar.

"Shit! Sudah jam 12 lebih!" pekik Jen belingsatan.

Boy mengekori gerak-gerik Jen yang mirip cacing kepanasan, wanita itu buru-buru membereskan barang-barang dan memasukkannya ke dalam tas. Ia lantas mencari pasangan ankle boot-nya yang tadi ia lempar sembarangan.

"Kukira kamu tidur di sini, Je," kata Boy.

Jen Nera menggeleng cepat. "Besok Minggu! Budhe bakal ngomel kalau aku nggak ikut ke Gereja!"

"Jadi kamu mau pulang malam-malam begini?" selidik Boy lagi.

"Ya, mau gimana lagi." Jen memakai sepatunya dengan kasar. "Aku akan pesan ojol."

Boy menghela napas. Ia lalu ikut bangkit dan mengambil hoodie. "Kuantar, deh."

"Huh?" Jen mengernyih. "Naik apaan?"

***

Jen Nera menunggu di depan pintu lobi apartemen. Ia sedikit kedinginan karena udara malam yang menusuk tulang. Sedikit tarikan melengkung tercipta pada bibir Jen, senang karena Boy bakal mengantarnya pulang.

"Je!"

Boy pun muncul sambil menaiki Astrea butut keluaran tahun 91'an.

"Ini punya siapa?" tanya Jen bingung.

Boy meringis. "Pinjam punya salah satu security di sini. Kamu bisa naik motor, kan?"

"Ya, bisa," sahut Jen.

Boy pun turun dan mengambil pelindung kepala. Lelaki itu kemudian memakaikan helm tersebut kepada Jen sembari merapikan rambut wanita itu. Ulah Boy lagi-lagi membuat jantung Jen hampir melompat keluar.

"Bentar," kata Boy. Ia membungkuk untuk membuka footstep atau pijakan kaki bagi penumpang.

Jen merona. Boy sangat perhatian dan romantis.

"Udah!" Boy naik ke atas jok bagian belakang. "Buruan."

Jen Nera pun sontak menganga. "Maksudnya aku yang bonceng kamu?"

"Iya," angguk Boy. "Aku belum hafal jalanan sini, nanti nyasar. Lagian aku nggak kebiasa boncengin orang."

Senyum pada bibir Jen Nera seketika memudar. Ia tarik kembali pujiannya soal Boy tadi. Lelaki ini benar-benar jauh dari kata romantis! Sialan.

Darls, Bosen nunggu di WP? Baca POLY di Karyakarsa Kucing Hitam! Atau komen biar Ayana bagi Linknya 🖤

Thank you 🖤

Ikuti Ayana di sosmed supaya gak ketinggalan seputar update-an karya-karya baruku.

Buat kalian yang sedang belajar menulis, atau tertarik menjadi penulis romance, juga. Bisa ikuti Tiktok Ayana untuk tips² seputar kepenulisan!

Aku juga buka jasa Ghost Writer, ada yang minat, langsung DM aja, ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro