Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

29 - Love

"Binar Lintang Aninda, nikah sama gue ya?"

Ni-kah?

Lintang nyaris lupa caranya bernapas. Gadis itu tertegun. Speechless. Lidahnya tiba-tiba terasa sangat kelu. Jantungnya bergemuruh. Pikirannya juga blank. Tak tahu harus bertindak apa.

"Lin? Lintang?" Galang melambaikan telapak tangannya di depan wajah Lintang.

"Ha?" Lintang terkesiap dan mengerjap-ngerjapkan mata dengan lucu. "A-apa?"

Galang tersenyum dan menggaruk tengkuknya. Cowok itu sebenarnya tak kalah gugup dari Lintang. Hal ini jauh lebih mendebarkan berjuta kali lipat dibandingkan ketika ia menunggu pengumuman hasil seleksi masuk kepolisian.

"Gimana jawabannya?" tanya Galang harap-harap cemas.

"Hm ...." Lintang menarik napasnya dalam-dalam lalu mengembuskannya secara perlahan. "Hng ...."

"Et ... tunggu-tunggu!" Galang menahan Lintang yang sudah akan bicara. Mulut gadis itu masih sedikit terbuka dan suara yang tertahan di tenggorokan.

Lintang mulai mengatup bibirnya saat melihat Galang meraih sebuah gitar. Benda tersebut berada di belakang kursi taman yang mereka duduki. Galang memangku gitar itu di atas celana kain berwarna cokelatnya.

"Ekhem-ekhem. Cek-cek, satu dua tiga."

Galang berdeham gugup sebelum memetik sinar gitar. Memejamkan mata dan menghayati setiap nada yang terdengar dari gitar yang ia mainkan. Kali ini, Galang akan mengeluarkan satu amunisi lagi untuk meyakinkan hati Lintang.

Dengarkanlah wanita pujaanku

Malam ini akan kusampaikan

"Eh ... ini kan belum malam." Galang berbicara seorang diri. Kemudian menggaruk belakang kepalanya sambil cengengesan ke arah Lintang.

Lintang kontan tertawa kecil melihat tingkah konyol cowok di depannya. Tawa Lintang kemudian berganti dengan senyuman tipis. Kedua insan itu berpandangan salah tingkah. Mereka kini terjebak dalam nuansa malu-malu kucing bak remaja yang baru pertama kali jadian.

"Ekhem-ekhem." Galang berdeham lagi. "Lanjut, ya." Jemarinya pun mulai kembali memainkan gitar.

Dengarkanlah,

Binar Lintang Aninda~

Sore ini akan kusampaikan

Galang bahkan melakukan improvisasi pada liriknya.

Hasrat suci kepadamu dewiku

Dengarkanlah kesungguhan ini

Aku ingin ... mempersuntingmu

Tuk yang pertama dan terakhir~

Mata Lintang berkaca-kaca sambil mengelus cincin yang melingkari jari manisnya. Darahnya berdesir, Lintang tak pernah menyangka Galang akan melakukan hal semanis ini untuknya. Suara Galang sangatlah merdu dan iringan gitar yang menenteramkan hati.

Jangan kau tolak dan buatku hancur

Ku tak akan mengulang tuk meminta

Satu keyakinan hatiku ini

Akulah yang terbaik untukmu

(Janji Suci - Yovie and Nuno)

"Gimana jawabannya?" tanya Galang tak sabar usai meletakkan gitarnya ke tempat semula.

Leher Lintang sontak mengangguk secara kaku. "Hm, i-iya," jawab gadis itu nervous.

"Iya, apa?" goda Galang lagi.

"I-iya, gue mau nikah sama lo."

Galang tak bisa menahan senyum bahagianya. Lengkungan manis di bibir cowok itu semakin tergambar. Ia bangkit berdiri lalu tertawa geli. Tangannya terulur untuk mencubit pelan pipi Lintang yang merona.

Lintang turut berdiri dan tersentak kala Galang meraih kedua tangannya dalam genggaman. "Makasih, hm ... karena belum nikah sama orang."

"Sama-sama," jawab Lintang sambil mengulum senyum.

"Makasih karena nggak bisa move on dari gue," timpal Galang lagi dengan kedua tangan mereka yang masih berpaut.

"Sama-sama." Sedetik setelah kata itu terucap, Lintang lantas melotot maksimal.

"Cieeeeee, yang gagal move on," ejek Galang sembari mengayunkan tangan mereka ke kanan dan ke kiri. "Kalau mantannya macem Abang gini, ya emang susah kebangetan."

Lintang mencibir dan melepaskan tautan jemari mereka. "Dih, mulai kan kepedean."

"Yeee, kagak usah malu kali, Lin. Soalnya di sini juga begitu. Susah move on dari kamuuu," ucap Galang seraya menjawil ujung hidung Lintang.

Galang merentangkan kedua tangannya. Bersiap menyambut Lintang dalam dekapan.

Masih dengan gestur malu-malu, Lintang melingkarkan tangannya untuk memeluk Galang. Menyandarkan sisi kepalanya pada dada bidang terbungkus seragam polisi tersebut. Galang tersenyum hangat dan turut membelenggu tubuh gadis itu dalam pelukan. Lintang bahkan bisa mendengar detak jantung Galang yang tak kalah cepat darinya.

Lintang mendongak untuk menatap bola mata Galang. Beberapa saat kemudian, gadis itu mulai menyesali tindakannya yang memiliki risiko memperburuk kesehatan jantung. Lintang meneguk air liurnya saat Galang semakin menunduk. Wajah mereka perlahan semakin dekat dan semakin dekat. Iris Galang yang menawan terpancar penuh cinta dan rasa kasih.

Tolong, Lintang mulai melemah. Lututnya terasa lemas tatkala ujung hidung mereka bertemu. Spontan, Lintang memejamkan kedua mata. Jantungnya pun semakin tidak karuan. Detik demi detik seolah berjalan dengan begitu lamban.

Cahaya merah kekuning-kuningan yang tersuguh memberi sentuhan pada awan putih dan langit biru. Lukisan raksasa terindah dari semesta. Desau angin membuat anak rambut Lintang menari-nari. Dedaunan kering berguguran dengan pasrah menuju tanah tanpa rasa benci pada angin. Mendarat dengan lembut di permukaan.

"Lin? Kenapa merem?" Pertanyaan bernada tengil itu keluar dari mulut Galang.

Lintang kontan membuka mata dan terkejut saat posisi wajah Galang yang masih terlampau dekat dengan wajahnya.

"Lo yang ngapain? Mundur-mundur sana muka lo." Lintang ingin mengurai pelukan mereka tapi tak berhasil karena Galang lebih berkuasa.

Gadis itu melongo ketika Galang mengecup lembut ujung hidung dan keningnya singkat secara bergantian. Lalu kembali memeluknya erat-erat.

"I love you, calon istri," bisik Galang.

***

Aileen menggenggam tangan lembut yang kini bergerak mengelus pipinya. Suasana mengharu biru begitu terasa dalam ruangan itu. Aileen tak bisa menghentikan linangan air matanya. Di samping tempat tidur Aileen, duduklah seorang wanita paruh baya yang juga tersedu.

Zara Effendi -istri Presiden Jendral Welny Effendi- merupakan wanita yang telah melahirkannya ke dunia ini. Seseorang yang berduka lebih dari siapa pun tatkala peristiwa naas yang menimpanya terjadi. Setelah mengetahui kebenaran tentang putri sulungnya yang telah dianggap tiada oleh dunia, Zara lantas bergegas menemui Aileen.

Beliau sudah cukup kaget akan kondisi Berlian yang terluka. Meski begitu, perempuan itu tak henti memanjatkan syukur karena Berlian bisa terselamatkan. Juga munculnya Aileen atau Cahaya yang tak terduga.

Beliau memiliki perasaan yang begitu kuat ketika bertemu Cahaya yang tumbuh sebagai Aileen di hotel kala itu. Terlebih, kalung berbandul cahaya matahari yang Aileen kenakan pada saat ini, ditambah hasil tes DNA yang menunjukkan bahwa gadis ini memanglah putri sulungnya, Jingga Aprilia Cahaya Effendi.

"Cahaya, terima kasih karena sudah bertahan."

Zara Effendi memeluk Aileen dengan erat. Seolah takut akan kehilangan. Aileen balas mendekap sang ibunda. Mereka terus terisak sampai air mata membasahi bahu masing-masing. Berlian bahkan turut menangis di pelukan ayahnya yang berdiri tak jauh dari Zara dan Aileen.

"Lian, ini kakak kamu Cahaya." Zara melengkungkan senyum meski kedua matanya masih berair. Berlian lantas memeluk Aileen alias Cahaya, kakak kandungnya.

"Terimakasih, udah nyelamatin Lian, Kak." Berlian tergugu dalam pelukan Aileen.

"Kamu nggak perlu berterimakasih." Aileen mengelus puncak rambut Berlian dengan sayang.

"Ayah minta maaf atas semua kesalahan ayah." Presiden menghapus air matanya yang mengalir. Akhirnya, keluarga kecil yang ia miliki kembali utuh dan berkumpul seperti yang seharusnya. Keempat orang itu lalu berpelukan. Menghantarkan segala rindu sebuah keluarga. Bukan sekadar aliran darah yang sama. Melainkan ikatan yang tak pernah bisa tergantikan oleh apa pun.

Sementara itu, Jacob keluar dari sel tahanan yang telah mengurungnya beberapa kali 24 jam. Entahlah, Jacob tak begitu memedulikan waktu yang berjalan. Ia hanya ingin bebas dari tempat ini secepat mungkin. Dua orang polisi menggiringnya menuju ke sebuah ruangan. Para petugas itu dilengkapi senjata dan tak memberi kesempatan sedikit pun bagi Jacob untuk melarikan diri.

Setibanya di ruangan itu, Jacob duduk di hadapan laki-laki bersetelan jas mewah. Selain sang pengacara, ini pertama kalinya ada seseorang yang mengunjungi Jacob.

"Ke mana saja kau? Mengapa baru sekarang kau menemuiku?" Jacob menggeram. Sikap dan nada bicaranya sangatlah arogan.

"Maafkan saya, Mr. Jacob. Bagaimana keadaan Anda?" tanya Aji Rahardi, seorang direktur utama agensi besar hiburan di negeri ini. Sekaligus rekan kerja Jacob dalam pengedaran narkoba, terutama untuk para pelakon dunia hiburan tanah air yang membutuhkan obat-obatan terlarang.

Aji tersentak kaget saat tangan Jacob yang terborgol memukul meja yang berada di antara mereka. "Kau bertanya bagaimana keadaanku? Apa yang bisa diharapkan dari sel tahanan itu? Aku benci semuanya! Dasar manusia-manusia keparat!"

Aji Rahardi memijat pelipisnya dan menghela napas kasar melihat emosi Jacob yang meluap-luap. "Lalu mengapa kau bisa lengah? Kau tak menyadari bahwa di dalam organisasi mafia milikmu terdapat agen BIN yang sedang menyamar. Bahkan, kau merawat putri sulung Presiden, yaitu Aileen. Atau harus kusebut dengan Cahaya. Kau sangat ceroboh, Mr. Jacob Zarkandh!"

"Mereka terlihat sangat bisa diandalkan dibandingkan anak buahku yang lainnya. Mana aku tahu mereka akan menusukku dari belakang seperti ini!" Jacob berdiri dan langsung mencengkeram leher Aji Rahardi. "Dan kau! Berani-beraninya kau menyalahkanku!"

Aji lantas menggenggam tangan Jacob yang melingkari lehernya. "M-maafkan aku. A-aku tak bermaksud menyalahkanmu," ujar Aji terbata-bata karena cekikan kuat di lehernya.

Jacob melepaskan tangannya dari leher Aji dengan kasar ketika menyadari bahwa tindakannya akan mengundang perhatian petugas yang ada di luar. Setelah dilepaskan, Aji melonggarkan dasinya untuk mengurangi rasa sakit.

"Aku memiliki tugas untukmu."

Jacob mengisyaratkan Aji Rahardi untuk mendekat ke arahnya. Masih diliputi rasa takut yang besar, Aji menyondongkan tubuhnya ke depan.

"Sangat sulit untukku agar keluar dari tempat ini dengan melalukan suap pada petugas. Jadi, kau harus cari cara untuk mengeluarkanku dari tempat ini. Aku butuh senjata. Walau semua orang di tempat ini terbunuh aku tidak peduli." Jacob berbisik panjang pada Aji yang terdiam ngeri.

"Ba-baik, Sir."

"Satu hal lagi, akan ada sebuah paket bernilai milyaran yang diselundupkan dari jalur laut pada besok malam. Aku pastikan, jalur itu aman dan tidak, hm setidaknya belum terendus oleh pihak berwajib. Aku ingin kau dapat mengurusnya dengan baik."

Terintimidasi oleh pandangan tajam Jacob, Aji kontan mengangguk kaku. Meski sebelumnya ia tak pernah memiliki pengalaman terjun langsung untuk mengurus kedatangan barang haram itu. Biasanya, Aji Rahardi akan mengambil pasokan sedikit demi sedikit dari Jacob.

"Kau akan mendapatkan keuntungan jauh lebih melimpah, jadi lakukan dengan benar."

"A-aku usahakan, Sir."

Bersambung

Boleh minta tolong untuk merekomendasikan cerita ini agar bisa menjangkau pembaca yang lebih luas. kalau menyukai cerita ini tolong beri aku ⭐️ dan komentar yaaa 🥰

Yuk hype cerita ini dengan memuatnya di instastory kamu jangan lupa tag instagram @inkinaoktari 🤗

Regards, Iin

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro