XI. | Battle Royale, Penentuan
Skor terkini dengan Kelas Sembilan memiliki 1 menang dan 1 seri adalah 5 lawan 3. Jelas, Kelas Sembilan lebih unggul. Akan tetapi, bila Kelas Tiga menang di pertandingan terakhir, skor itu akan seri, tidak ada yang menang, tidak ada yang kalah. Kondisi seimbang itu memiliki arti tidak ada yang akan dipermalukan, tidak ada kelas yang mendapat hukuman, segalanya adil dan sejahtera, walau mereka tidak tahu seberat apa hukuman yang akan diberikan.
Kemungkinan, sumber semangat anak-anak Kelas Tiga itu adalah mengejar kemenangan untuk hal itu, sorakan mereka meningkat tajam.
Instruktur Faye maju untuk mengumumkan pertandingan berikutnya, "Omong-omong, saya menemukan sesuatu yang menarik."
Seruang semangat mengecil menjadi bisik desas-desus, Instruktur Faye kemudian menjawab antusiasme Arena dengan menampilkan layar dengan timer tiga menit, tanpa ada kocokan nama maupun tema pertandingan.
"Ketua Kelas Tiga dan Sembilan sama-sama pemakai pistol," ia menatap keramaian, berhenti di kelas yang diwakilkannya, pada seorang berambut pirang panjang yang terlihat begitu kurus. "Bagaimana kalau kita tutup duel hari ini dengan adu senjata?"
Sementara, Val yang tengah asyik mencatat analisis dua pertandingan yang sudah-sudah sekarang melongo.
"Oh tidak, ketua kelas tidak berfungsi!" pekik Hana.
"Val? Val? Giliranmu lho ini." Muriel mulai mengguncang tubuh Val pelan.
"Apa sebentar lagi ketua kelas akan berbusa dari telinga?"
"Hilde, komentarmu ada-ada saja ah." imbuh Alicia.
Instruktur Faye memanggil dua nama, "Claire Klieman," lalu menuju ke Kelas Sembilan. "Alena Valerian!"
Val segera berdiri, seperti robot baru diberi baterai. Ia menaikkan kacamatanya gusar. "Kalian, bisa lihat Claire Klieman itu pakai pistol apa?"
Hana yang pertama menyahut, "Pistol panjang? Itu lho yang biasa dipakai buat memburu beruang!"
"Namanya senapan, Hana," Muriel membenarkan. "Beruang tidak bisa diburu dengan senapan."
Sejurus kemudian, mereka melihat apa yang dimaksud Hana sebagai senapan beruang. 'Pistol' yang dibawa Claire bermulut panjang, berbodi kayu mengkilap. Claire turun lebih dulu dari Val yang tampak masih ... berusaha menerima kenyataan. Entah itu panik atau reaksi lain. Butuh beberapa lama sebelum akhirnya Val mengacak rambutnya. Ia tapi mulai melangkah turun dengan kaku, masih berguman-gumam kalimat-kalimat aneh sambil ia mengeluarkan pistol miliknya dari pinggangnya dan mengecek pelurunya dari magasin dan memasukkannya kembali.
"Oh. Ohhh. Tamatlah aku. Tapi, tapi aku bukan beruang! Harusnya aku baik-baik saja. Ya aku akan baik-baik saja! Aku tidak akan mati dengan headshot melubangi pelipisku! Aku bukan beruang!"
Ann ingin sekali tertawa keras, tapi Fiore keburu menyikutnya.
"Sayap Peri, kayaknya ketua kelas kita konslet." Alicia separuh mengumpat.
Sampai ia turun sempurna ke lahan pertandingan, ia masih menghitung kelima pelurunya, memasukannya kembali, dan akhirnya ia memandang ke arah sebelas anak Kelas Sembilan dengan tatapan serius.
"Kalian bisa sendiri melakukan kremasi pada mayatku kalau aku tumbang, 'kan?"
"Oi, oi! Ini bukan bunuh-bunuhan!"
✾
Setelah sedikit banyak anekdot, pertandingan pun dimulai dengan Val yang terlihat lebih kalem (setelah diyakinkan Muriel). Instruktur Faye mengecek peluru mereka, sehingga kedua pihak memiliki jumlah peluru yang sama untuk digunakan dalam duel tiga menit.
Peluru yang digunakan untuk duel ini adalah peluru karet, memang tidak akan menimbulkan luka tembus, tapi tetap saja akan terasa sakit.
"Tidak boleh ada senjata ekstra lain selain peluru dari pistol kalian, sihir boleh saja digunakan asal itu untuk menembak." Instruktur Faye membacakan peraturan. "Siapa yang pertama mengenai lawan dengan tembakan atau menjatuhkan lawan yang akan menang."
Claire tampak lebih yakin dengan kemampuan dan senapannya, itu yang bisa Ann lihat dari kejauhan. Sementara, ketua kelas mereka memegang pistol dengan kedua tangan, telunjuknya tidak bisa diam di sekitar pelatuk, cenderung gusar. Tidak akan ada yang menyalahkannya kalau dia kalah, tadi Muriel meyakinkannya demikian.
"Ini ya yang maksudnya tidak seimbang," sela Blair. "Pistol dengan senapan? Bukan apel dengan apel walaupun sama-sama senjata api."
"Tidak ada yang adil di peperangan, akan tetapi," Karen yang awalnya diam ikut berkomentar. "Untuk jarak segini, ya, Ketua Kelas Valerian punya kesempatan, asal dia tidak menjauh."
Alicia mengerjap, "Moncong senapannya terlihat mengerikan, lho?"
Pertandingan dimulai dengan Claire mencoba mengambil posisi, tapi Val segera maju untuk menjaga jarak pendek. Pistol dan ujung senapan bersilangan, Val memegang pistolnya erat-erat dengan tangan kanannya agar tidak dilucuti paksa dengan badan senapan. Kontak fisik mereka berlangsung sengit, hingga Claire memutuskan untuk mencoba menendang Val.
Val melompat menjauh untuk menghindar, dan disitulah kesempatan Claire untuk menembakkan peluru pertama.
DOR.
Val bertolak ke arah kanan, peluru karet itu memantul jauh menuju undakan tempat Kelas Tiga duduk, terpelanting kembali ke arah Arena utama karena sebuah hologram yang muncul.
"Tenang saja kalian, peluru nyasar tidak akan mengenai kalian!" seru Instruktur Bathory.
Sebelum Claire sempat melayangkan tembakan kedua, Val mendekat, kali ini mencoba menembak ke arah kaki Claire.
"Ketua kelas gesit juga, kupikir dia akan kaku sekaku-kakunya," imbuh Alicia. "Sudah sejak awal dia memegang pistol seperti itu kah?"
Blair memutar bola matanya, "Kurang lebih saat aku, Riel dan Val jadi tim saat orientasi, dia paling cepat diantara kami bertiga," ia mencari Muriel, yang mengiyakan penjelasannya dengan sekali anggukan. "Mungkin dia belajar bela diri?"
"Hmm, Tuan Putri, memang bangsawan belajar bela diri juga?" Alicia bertanya pada Eris di undakan di atasnya, yang tengah duduk sambil melipat tangannya di dada, memerhatikan duel pistol yang unik di bawah sana.
"Mungkin saja? Tapi aku tidak tahu sama sekali soal bela diri," Eris kembali berkonsentrasi di Arena. "Gerakannya lincah, bisa dipakai untuk berpedang."
"Kamu ya, pikirannya nggak jauh-jauh dari berpedang." sindir Alicia halus.
"Tapi, tapi, artinya Val bukan beruang? Beruang di hutan Spriggan tidak selincah itu." Hana tiba-tiba berseru.
"Sejak kapan ketua kelas kita ini beruang!?"
Duel tengah berlangsung satu setengah menit dan baik Claire maupun Val tidak menggunakan sihir. Ann pernah melihat tentara-tentara barak Caelia yang menggunakan sihir tertentu untuk menambah fokus bidikan mereka, atau menyelubungi peluru dengan elemen lain. Mungkin mereka sudah setuju satu sama lain untuk bertarung adil, atau dengan sengaja tidak mengeluarkan sihir karena casting time yang bisa saja memperlambat pergerakan mereka.
Sebagian siswi Kelas Sembilan yang masih asyik mengobrol soal bela diri cukup ramai berbalas-balas komentar, hingga Hilde tiba-tiba berbicara, "Ketua kelas akan kalah."
"Eh?"
Serangan bertubi-tubi Claire akhirnya tidak bisa dihindari oleh Val. Mereka tengah berkelit dengan pistol mereka bersilangan ketika Claire memutuskan untuk menyapu sempurna kaki Val dari tanah. Ketua kelas pun terjerembap ke tanah, punggungnya menghantam lantai. Claire mengarahkan ekor senapannya menghujam ke bawah, tepat berhenti di depan ujung kacamata hitam yang melorot dari hidungnya. Di bawah sana, Val meringis, menutup matanya.
Segera Instruktur Bathory menaikkan tangan tanda pertandingan berakhir. "Pemenang, Kelas Tiga! Skor total seri!"
Kelas Tiga pecah dengan sorak membahana, dan Kelas Sembilan menghela nafas panjang namun tidak kecewa. Claire bahkan membantu Val berdiri dan membetulkan dan menepuk-nepuk seragamnya dari debu.
"Kok kamu bisa tahu Val akan jatuh?" tanya Blair.
"Kacamatanya," Hilde menunjuk. "Kacamatanya retak sebelah, pasti akan sangat mengganggu."
"Wow, kamu bisa melihat dari jarak sejauh itu?" Blair balas bersiul. "Ah tapi tidak apa-apa, Val sudah berusaha, 'kan?"
Jabat tangan antar kedua pemegang senjata api disambut tepuk tangan riuh dari kedua pihak kelas. Ditutup sudah acara itu dengan damai dan khidmat, tidak ada yang terluka dan tidak ada yang kecewa.
"Oh, ya, sebentar," Instruktur Bathory menghentikan kedua belas muridnya sebelum mereka bubar jalan. "Mampirlah ke auditorium, Kepala Sekolah telah menunggu kalian untuk menjelaskan soal Ekskursi Daerah."
"Ekskursi ... oh, ini yang anda maksud sebagai kurikulum khusus Kelas Sembilan?" Val angkat bicara.
Instruktur Bathory mengangguk, tampak senang muridnya cepat tanggap.
"Kalian akan memenuhi tugas sebagai wakil Sekolah Militer Dresden mengunjungi Provinsi-Provinsi se-Angia."
Hana yang pertama berbinar-binar, "Kita akan jalan-jalan?"
"Tetap dengan pembelajaran, Kadet Albertine." kekeh Instruktur ringan. "Detailnya nanti akan disampaikan oleh Kepala Sekolah, saya harap kalian siap dengan segala medan yang akan ada." [ ]
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro