LXXXII. | Kembali ke Dresden
Setelah dua hari penuh observasi, Ann akhirnya lepas dari transfusi darah. Tiga hari berikutnya dihabiskan dengan beristirahat namun tanpa lagi ada alat-alat yang menempel pada dirinya. Setelah transfusi selesai, suaranya perlahan kembali, dengan catatan ia terus memeriksakan pita suaranya paling tidak sebulan sekali untuk memindai adanya kerusakan lebih lanjut.
Untuk seukuran manusia, sepertinya tidak perlu transfusi darah terus menerus selama beberapa hari, lagi Ann perlu mengingatkan dirinya bahwa ia bukan manusia, melainkan homunculus yang memiliki 'darah' campuran dengan 'azoth'.
Akan tetapi, sekamar dengan dua temannya yang lain membuatnya tidak terlalu merisaukan kenyataan itu dan berusaha berpikir lebih positif. Ann kerap memerhatikan Muriel dan Alicia yang beradaptasi dengan jadwal terapi masing-masing dan menyemangati mereka yang selalu gigih. Cedera otot Muriel akan membuat pergerakan tangan Muriel terhambat, dan mungkin ia akan sering menderita kebas, tapi semua bisa dibiasakan dengan terapi. Alicia dengan bangga memamerkan bekas luka di lengan dan kakinya yang katanya mirip dengan apa yang ada di lehernya - bukan sesuatu untuk dipamerkan, sih. Val sampai memarahinya tanpa kepalang tanggung.
Alicia dan Muriel seperti tidak pernah kehabisan bahan obrolan, entah itu tentang Fiore yang bolak-balik datang dan pergi memeriksa mereka, atau anggota Kelas Sembilan lain yang berkunjung setelah mereka dilepas dari sesi tanya jawab.
Eris dan Hilde yang terlihat semakin akrab dan dekat melebihi mereka saat masih sekolah, misalkan. Alicia kadang mengimbuh soal ini pada Lucia dan Lucia tersipu-sipu sementara Fiore menyuruh mereka berdua jangan bergosip. Eris dan Hilde yang menjadi bahan pembicaraan Alicia hanya mengedikkan bahu dan tertawa saja.
Hana sering berkunjung menemui Muriel, sedih melihat bekas luka besar yang kini menjadi bagian tangan Muriel yang tidak akan hilang. Muriel berjanji akan memasak masakan kesukaan Hana ketika mereka kembali nanti ke Dresden.
Karen yang kadang muncul dengan Gloria yang mendorong kursi rodanya lebih banyak diam. Katanya dia jadi lebih pendiam setelah dimarahi habis-habisan oleh Val karena menyembunyikan soal kekuatan sihirnya yang tidak bisa sembuh secara alami. Gloria meminta ketua kelas jangan galak-galak, yang disambut sang ketua kelas dengan rentetan murka. Walau demikian, mereka semua tahu Val sangat peduli dengan seluruh anggota Kelas Sembilan tidak terkecuali.
Mereka juga menonton bersama pengumuman agresi, yang tentu merupakan angin segar sekaligus tanggung jawab yang berat bagi mereka. Sebagai mereka yang mengetahui, mereka berkewajiban untuk menjadi yang aktif pada usaha untuk mengakhiri perang. Nantinya setelah kembali di Dresden, ada kemungkinan mereka akan ditugaskan di daerah pasca perang untuk membantu pembangunan dan menjaga suplai bahan-bahan pangan dan kebutuhan yang mendesak.
"Oh ya, kakakmu kemarin kemari menitip bunga," Instruktur Bathory menghampiri sisi kasurnya, mengantarkan sebuket bunga berbagai warna. "Dia sangat sibuk menemani Jenderal Besar, jadi ia tidak bisa berlama-lama di Caelia selatan."
Ann menerima buket itu, mendapati sebuah kartu kecil bertuliskan, 'Jangan buat kakakmu jantungan lagi' tersemat di tengah-tengah karangan itu. Ann menuai senyum kecil dan meletakkan bunga itu di samping tempat tidurnya.
"Apa kamu sudah siap membicarakan proposal dengan Yuri, Knightley?"
Ann melihat ruangan yang dibaginya dengan Alicia dan Muriel kosong. Mereka berdua tampaknya menjalani sesi terapi terakhir sebelum mereka akan melaksanakan rawat jalan di Folia nanti. Kabarnya, Folia terdampak cukup parah karena penyerangan, namun Kepala Sekolah Dresden sudah memastikan ganti rugi yang setimpal dan pengerahan tenaga dari staf maupun siswi untuk membantu pemulihan kota yang menaungi Sekolah Militer Dresden itu.
"Biar saya tebak, Diakon Yuri sudah menyiapkan instrumen yang lebih besar yang dapat menghilangkan efek Progenitor para korban perang dengan sempurna, tapi saya harus ada di sana?"
"... Kamu terlalu cakap, ya."
Satu hal lagi yang Ann dengarkan dari pembicaraan yang lain adalah nasib korban perang yang dicuci otak oleh Progenitor. Beberapa dari mereka menderita ketidakstabilan mental, dan ada juga yang sulit kembali ke kehidupan normal. Ada pula gangguan klinis lain yang terus ditangani oleh tim penyembuh yang sudah terpercaya, tapi tidak ada korban perang yang bisa pulih sesempurna Jenderal Besar.
Oleh karena itu, Ann memastikan Diakon Yuri selaku 'otak' dari alat yang mampu mengamplifikasi efek Progenitor dari darahnya itu pasti akan melakukan tahap penelitian lebih lanjut.
Ini adalah satu-satunya cara agar dia - Ann Knightley - bisa berguna.
"Kamu sudah izin ke kakakmu?"
"Nanti ... dia juga akan mendengarnya." ucap Ann. "Dia terlalu sibuk sekarang, bukan? Saya masih punya waktu di sekolah berapa lama lagi, Bu Guru?"
Instruktur Bathory tercenung, "Yuri meminta secepatnya, jadi paling tidak, awal November kamu harus sudah ada di Norma."
Ann melihat Cincin Peri yang tersemat di tangannya, ia menekannya untuk memunculkan layar terkembang yang memuat kalender akademik Dresden.
Sekarang, 24 Oktober. Masih ada enam hari sebelum ia 'pergi'.
"Kamu mau bilang seperti apa ke teman-temanmu?" Instruktur Bathory bertanya. "Saya yakin mereka pasti ... tidak terlalu senang dengan keputusanmu."
Ann tersenyum menghadapi pertanyaan itu. "Memang terlalu mendadak sih, tapi ..." Ann memainkan jemarinya di atas seprai. "Saya sudah terlalu banyak dilindungi, kini giliran saya melindungi mereka."
Instruktur Bathory menatapnya cukup lama, sebelum akhirnya ia memutuskan turun dari kasur Ann, merapikan seragamnya.
"Kelas yang terlalu ajaib dengan segala rahasianya." pungkasnya, dan beliau melangkah pergi, meninggalkan Ann sendiri.
Ann menatap ke arah jendela yang Muriel biarkan terbuka dari siang hingga sore hari. Semilir angin musim gugur di penghujung petang terasa lebih dingin, menandakan musim gugur mulai bertransisi mempersiapkan ke musim selanjutnya.
Ann menatap telapak tangannya, mengulang hari pertamanya di Sekolah Militer nun jauh dari area nyamannya, berharap segalanya cepat-cepat berakhir dan ia lulus tanpa perlu repot dan berjerih payah.
Musim semi dengan segala pertemuannya, beradaptasi dengan kehidupan sparta militer yang sempat ia pandang sebelah mata karena sudah lama hidup dekat dengan barak, berlanjut dengan musim panas yang penuh kejutan dan juga darah dan air mata.
Sekarang, di musim gugur di mana belum lengkap setahun ia menjadi bagian Sekolah Militer itu, kehidupan sekolahnya akan berakhir di skenario yang tidak ia duga-duga. Ia sangat membenci kehidupan sekolah yang terlalu banyak aturan, mengapa ia sekarang jadi sangat kalut harus meninggalkannya?
"Ann?" Alicia menyembulkan kepala dari balik pintu. "Oh, kamu belum bersiap? Sebentar lagi Muriel selesai, mau membantuku melipat bajuku? Aku masih belum bisa berdiri terlalu lama."
Ann membalas Alicia dengan senyum simpul. Ia segera turun dari kasur dan membantu Alicia berkemas.
"Yang lain sudah menunggu kita di lobi, kita yang terakhir katanya~" ucap Alicia sambil mengedikkan bahu. "Ketua kelas mulai ngomel karena kita lelet, yah, sekali-sekali dia harus menyalahkan Muriel yang baik sama semua anak-anak, dong! Anak-anak di ruang terapi pada menangis tuh pas dia bilang dia tidak lagi ada di situ!"
Ann tertawa kecil menanggapi guyonan Alicia.
"Ann?"
Ann menelengkan kepala tanda ia bertanya.
"Kamu nggak apa-apa?"
"Maksudmu?" Ann agak ragu, berpikir Alicia sudah menguping pembicaraannya dengan Instruktur Bathory.
"Tenggorokanmu aman?"
"Aman."
"Baik, bagus kalau begitu!" Alicia mengacungkan jempol. "Agak aneh mendengarmu jarang bicara, padahal dulu juga kamu jarang berkomentar, ahaha. Maafkan aku!"
.
Rasa yang ada pada dirinya sekarang ini lebih menyayat ketimbang hampa dan tiada.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro