Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

LXXIII. | Pulau Penjara Norma, bagian ketujuh

Bawahan yang baik adalah mereka yang melaksanakan tugas yang dititahkan dari atasan dengan sepenuh tanggung jawab.

Bawahan yang baik adalah mereka yang mampu melaksanakan tugas tanpa banyak bertanya.

Akan tetapi, segalanya itu relatif, baik dilihat dari sisi pengamat luar atau sisi orang dalam.

Apa yang dihadapi Sigiswald Reinford saat ini adalah akibat dari ketidaktahuan. Ia dipanggil oleh pihak pimpinannya di Bluebeard, akan tetapi bukan menghadap mengenai laporan tugas. Sigiswald diperlihatkan sebuah rekaman yang ditangkap saat ia dan si peneliti tengah berbicara di laboratorium pada setiap pertemuan.

Atasannya itu hanya tersenyum. Pria yang tidak terlalu Sigiswald ingin hafal namanya itu kemudian menggebrak meja.

"Kamu sudah berbohong, ya, Reinford?"

Yang kemudian dirasakannya adalah tendangan dari kedua penjuru, penjaga yang tadi membawanya ke ruangan mulai memborgol tangannya dan sang atasan menyuruh mereka untuk memukulinya terus-menerus. Ketika sang atasan menyuruh mereka berhenti, Sigiswald hanya bisa merasakan kebas di wajahnya dan nyeri di seluruh tubuhnya. Atasannya itu kemudian berjongkok, tatapannya menyeringai melihat Sigiswald terkulai di lantai.

"Kenapa ... bisa ..." desisnya, mencoba meraih kaki sang atasan.

Atasannya menarik kasar rambutnya, menatap Sigiswald dengan pandangan jijik sebelum menghempaskannya kembali ke lantai. Ia lalu menarik pulpen yang dipakai Sigiswald dari saku seragamnya, mengayun-ayunkan pulpen itu di depan Sigiswald.

"Lain kali kamu cek dulu pulpen yang kamu gunakan, ada kameranya atau tidak."

Sigiswald hanya bisa mengerang ketika atasannya itu menendang perutnya. Laboratorium itu kini ada dalam bahaya karena perilakunya yang tidak teliti. Tiana pasti akan mereka bunuh atau mereka akan mengambil paksa Progenitor A/N.

Padahal bukan ini yang diinginkan Sigiswald.

Tapi ini adalah perintah.

Apa seterusnya ia harus menjalankan perintah, bila segalanya akan berakhir seperti ini?

"Cepat hubungi Bos Besar untuk merancang penyergapan ke Lahan Suci itu," titah sang atasan. "Bilang ini darurat!"

"Siap, laksanakan!"

Derap langkah cepat meninggalkan ruangan. Si atasan menginjak kepalanya sekali lagi sebelum ia membiarkan Sigiswald tergolek lemah. Suara derit kursi dapat terdengar, lalu kepulan asap rokok mengisi ruangan membuatnya merasa sesak.

"Kamu terlalu baik sebagai seorang tentara, Reinford. Harusnya kamu keraskan hatimu sedikit," ucapnya lagi. "Kamu akan segera dipindah tugaskan ke Batalion Empat. Lupakan semua soal tugas rahasia ini."

Sial. umpatnya. Segalanya sudah berakhir.

Atasan itu sibuk menelpon beberapa orang untuk menjalankan rencananya, sementara Sigiswald beringsut untuk mencari buku catatannya.

Sebuah cincin yang didapatnya dari Tiana ada tersembunyi di antara punggung buku, mereka tidak mengambilnya.

Sigiswald menutup matanya sambil sedikit bernapas lega.

-

Tidak ada tanda-tanda kedatangan sang Komandan ke laboratorium dalam kurun beberapa minggu, si peneliti merasa ada yang tidak beres. Ia selalu memeriksa pintu dan seluruh kamera pengintai, sebelum akhirnya ia duduk lama di depan set komputernya sambil tertegun. Homunculus itu terlihat berlarian di sekitar laboratorium atau tidur di ruang pribadi sang peneliti. Hari ini, melihat kegundahan sang penciptanya, homunculus itu duduk di pangkuan sang peneliti, memerhatikan si peneliti berpikir.

"Memang, otaknya di otot," decihnya. "Sepertinya dia sudah tertangkap basah. Ya, sudahlah. Di sini aku yang lebih pintar, jadi biar aku saja yang menyelesaikan semuanya."

Si peneliti melepas pengaman yang melekat pada dirinya dan mulai mengakses beberapa aplikasi di komputer itu. Homunculus duduk menjadi pengamat diam, bergeming melihat layar demi layar terbuka.

Si peneliti yang sudah membuat laboratorium itu laksana rumah sudah memastikan tidak ada tanda-tanda alat perekam berbahan logam yang masuk ke sana demi merahasiakan cara kerjanya. Saat sang Komandan datang, beberapa kali sensor itu memindai adanya alat perekam, tapi si peneliti tidak merasa sang Komandan adalah orang yang pandai berbohong. Si peneliti pun mengetes sang Komandan, dan akhirnya ia menemukan sumber dari pembacaan itu: pulpen yang selalu dipakai sang Komandan ternyata juga adalah alat perekam.

Jarinya menari lincah di papan ketik, ia menekan tombol ENTER untuk mengakses rekaman terakhir yang ada di pulpen tersebut.

Rekaman rencana penyergapan yang didengar sang Komandan ketika ia tersungkur di lantai setelah dipukuli habis-habisan karena ketahuan menyembunyikan keberadaan 'prototipe' yang dicari oleh para atasan tentara itu.

"Sudah kuduga," si peneliti mengendus kesal. "Pantas saja dia tidak kemari lagi! Padahal aku sudah lumayan menyukainya."

Ia lalu memutar kursinya. Ia tidak tahu pasti kapan orang-orang itu akan datang menyergap ke laboratorium dan membawa paksa A/N. Tapi, paling tidak, ia punya sedikit waktu untuk melakukan sesuatu.

Si peneliti membopong A/N menjauh dari ruang komputer ke salah satu meja besar di sebelah tabung. Ia membawa si homunculus duduk di atas meja. Si peneliti lalu menarik sebuah kotak alat dari bawah meja, kotak alat yang berisi banyak sekali pisau.

"Dengar ini baik-baik, A/N, karena mungkin kamu tidak akan mendengar aku berbicara lagi," si peneliti merogoh kotak alat dan mengeluarkan beberapa jenis pisau dan benang, ia lalu mengenakan sarung tangan. "Kamu tidak punya ekspresi, tapi aku yakin nantinya akan ada orang baik yang mengajarkanmu menjadi lebih manusia. Hidupmu masih panjang."

Si peneliti kemudian menurunkan lampu gantung yang ada di dekat meja lebih dekat. Homunculus sekedar melihat si peneliti mondar-mandir sambil terus mengoceh.

"Kamu tidak bisa bersuara karena ada yang salah dengan pita suaramu. Sepertinya itu berkaitan dengan bagaimana cara kerjamu untuk menetralisir Progenitor, jadi aku paling tidak akan memberikan itu padamu untuk saat ini."

Si peneliti diam sejenak, sebelum ia menepuk-nepuk pundak si homunculus.

"Maaf aku bukan sosok induk yang baik untukmu, ya. Tapi tenang saja, kamu adalah ciptaanku yang paling sempurna."

Ada sebuah derit yang timbul, tampak dari sebuah alat atau mesin tertentu.

"... Sampaikan salamku pada Sigiswald Reinford kalau kalian bertemu lagi, ya."

Memori itu terputus, sepertinya si peneliti melakukan sesuatu pada homunculus kecil itu hingga semuanya menjadi gelap, dan-

Ledakan terjadi.

Laboratorium yang megah dengan segala perlengkapannya itu diselubungi api. Reruntuhan bangunan menyapu rata jalan masuk dan menghancurkan tabung-tabung kaca yang ada. Kertas, komputer, dan berbagai arsip habis dilalap api yang begitu dahsyat. Lahan Suci itu luluh lantak, bersama dengan beberapa penjaga berseragam lengkap dan bertameng anti huru-hara.

Para penyergap akhirnya bisa masuk setelah menggunakan Warden untuk meredakan api dan membuka jalan dari reruntuhan batu.

"Cari wanita itu! Ia pasti belum jauh!" salah satu dari mereka berteriak. "Skuad B, ambil semua barang yang masih utuh!"

Belasan orang masuk mencari ke seluruh tempat. Mereka tidak menduga akan disambut dengan ledakan ketika sampai ke tujuan, alih-alih sang peneliti sudah tahu dirinya akan dikepung.

"Kapten, kapten! Saya menemukan mayat berjaket putih di sebelah sini!" panggil salah satu tentara.

"Apa itu seorang wanita?"

"Benar kapten, tapi ..."

"Tapi?"

"Tubuhnya tampak utuh, tapi tenggorokan wanita ini berlubang, kapten."

"Hah?"

-

Di lompatan memori berikutnya, sang homunculus ada di sebuah lahan yang terdiri dari batu dan rerumputan. Tanah itu wangi setelah hujan, ia tidak bisa bergerak karena sebagian tubuhnya terhimpit oleh reruntuhan batu. Sayup-sayup ia mendengar suara dari kejauhan, suara yang tidak dikenali sang homunculus. Bukan suara milik sang peneliti maupun suara milik si Komandan. Penglihatan homunculus itu kabur, terkadang gelap, terkadang terlalu terang.

Ada suara seperti batu digeser, dan homunculus itu diangkat oleh seorang wanita berambut hitam pendek. Di tangannya ada sebuah cincin yang menyala terang. Wanita hitam itu tampak memeriksa apakah si homunculus hidup, tetapi homunculus tidak bisa berbuat apa-apa, ia merasa sangat lemah.

Cincin itu kemudian bersinar saat si wanita membawa homunculus ke pangkuannya di tengah reruntuhan. Cincin itu seperti memiliki kesadaran sendiri. Ada sebuah rentetan data mengalir di layar yang terkembang di sana, dan mendadak penglihatan homunculus menjadi lebih jelas.

Mode Kunci Diaktifkan.

Kemudian wanita itu membawanya pergi dari sana, meninggalkan reruntuhan dan memori pahit itu untuk selamanya.

-

Memori berikutnya adalah homunculus yang dibawa sang wanita rambut hitam ke suatu tempat. Ia mendatangi klinik untuk menyembuhkan luka di tubuhnya. Lalu ke beberapa tempat yang tidak terlalu si homunculus ingat. Hingga mereka sampai ke sebuah rumah kecil yang terletak di gang sempit nan sesak yang dekat dengan laut.

Wanita itu membawa homunculus masuk ke rumah itu, menyambutnya dengan senang hati.

"Mulai sekarang, ini rumahmu."

Wanita itu menaruhnya agar ia duduk di atas kasur. Ia lalu menatapnya aneh dalam kurun waktu yang cukup lama, sebelum akhirnya ia mencubit kedua pipinya.

"Aduh." kata pertama yang diucapkan sang homunculus. Matanya berpendar sejenak. Ia kenal suara ini. Ini adalah suara milik si peneliti. Tapi suara ini datang dari mulutnya. Kenapa bisa seperti itu?

"Hee, kamu bisa bicara, toh," ia berkomentar sarkas. "Kamu ingat namamu, gadis kecil?"

Mendapati tidak ada nama atau apa pun di ingatannya selain si peneliti dan si Komandan, homunculus pun menggeleng.

"Baiklah," wanita itu mendesah, ia lalu menggenggam pundaknya kuat-kuat. "Mulai sekarang, kamu adalah adik angkatku. Namamu Ann Knightley."

-

"Bagaimana, apa kamu sudah ingat soal 'Master'?"

'Nina' bertanya pada ruang kosong - pada dirinya. Ia tersenyum cerah seperti saat pertama kali mereka bertemu.

"Kamu pasti sudah bisa menebak sekarang siapa 'aku' sebenarnya," ucapnya dengan kekehan. "Benar, aku adalah 'kunci' berupa pita suara dari Master yang membatasi kekuatanmu agar tidak terdeteksi oleh atasan cecunguk itu!"

'Nina' berjalan semakin menjauh, menuju cahaya di ujung jalan.

"Tapi sepertinya, hari dimana kamu harus menggunakan kekuatan itu sudah datang ya, Ann? Artinya kamu tidak membutuhkanku lagi."

'Nina' perlahan menipis, tidak lagi bisa Ann lihat wujudnya.

"Jangan lupa bilang terima kasih pada si penonton gratisan, ya! Maaf aku sudah sedikit kurang ajar!"

Dan 'Nina' pun sempurna pergi.

-

Memori itu berakhir dan mereka kembali di ruangan C di Pulau Penjara Norma. Ann tidak sanggup berkata-kata. Mulutnya terbuka, kebingungan. Ia memegangi lehernya sendiri dengan gemetar. Leher itu tadinya akan dihancurkan oleh sang Jenderal yang dicuci otak oleh Progenitor. Leher ini juga berisi pita suara yang diberikan oleh si peneliti - penciptanya, sesosok 'ibu' yang sudah memberikannya kehidupan.

Ann tidak menyadari kalau matanya basah sebelum akhirnya Fiore memeluknya erat. Fiore tidak melepaskannya dan membiarkannya terisak dalam diam, menelan kenyataan pahit yang sudah terjadi dan berucap sesal pada waktu yang sudah terlewat.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro