Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

LXVI. | Melarikan Diri

Warden Hitam mendarat, membuat beberapa tentara besi yang mengepung Kelas Sembilan menghindar mendadak. Ann dan Eris berhambur dari kokpit dengan senjata mereka masing-masing siaga, mereka mengikuti kelas yang terpecah dua untuk menyiasati penyerangan di sebelah utara dan selatan.

"Beri kami waktu sebentar lagi!" Instruktur Bathory melayangkan perintah. Sepertinya lingkaran sihir itu masih belum siap untuk mereka semua.

Tidak ada pilihan selain memukul mundur tentara besi ini.

Ia mengerling sejenak mengamati Warden hitam yang tidak merespon, kemungkinan Fiore sudah terlalu lelah untuk ikut menjadi pasukan pelindung, Ann kemudian mengarahkan fokusnya ke musuh di hadapan mata.

Ann melihat sekeliling mereka, empat lawan dari utara dan empat dari selatan, semua mengenakan helm dan zirah besi tanpa mereka bisa tahu mereka tercuci otak sempurna atau tidak. Ann merasa ia tidak bisa menggunakan apa yang membuat Jenderal sadar tadi, ia tidak habis pikir bisa membuat si Jenderal sadarkan diri.

Di sebelah selatan tempat Ann, pengguna sihir mendominasi: Hilde, Karen, dan Val. Hilde menjadi yang paling depan sebagai tameng sekaligus mengembalikan serangan berupa tombak dan panah, menunggu Karen menyerang dengan bola api atau Val melayangkan granat. Ann melompat maju mengikuti Hilde, mencoba melucuti pengguna pedang yang mulai memukul Hilde mundur.

"Ann Knightley!? Kamu bukannya-"

"Tadi sudah disembuhkan Fiore sedikit. Yang penting kita melawan tentara besi dulu!"

Tentara besi berbeda dengan peleton kecil yang jadi lawan mereka saat melarikan diri. Mereka dilatih di bawah Jenderal Besar, mereka pasti lebih berpengalaman dan hati-hati. Terlihat dari pola serangan dan bagaimana mereka bergerak teratur, mereka mungkin sudah memikirkan rencana untuk melumpuhkan anak-anak seperti mereka. Dicuci otak sekali pun, naluri bertarung mereka sudah terasah sempurna walau tanpa aba-aba komando utama.

"Karen."

"Apa?"

"Arahkan apimu. Yang besar. Ke tengah."

"Mundur kalian!"

Tentara besi itu menghindar, namun salah satu dari mereka tertangkap di penjara api yang dikeluarkan Karen. Tentu zirah itu tidak sampai meleleh karena dengan segera si target menjauh. Tiga tentara besi lainnya mengarahkan serangan ke Hilde lagi. Hilde mengumpan mereka menjauhi Ann, mengeluarkan ayunan besar agar senjata mereka tidak mendekati jarak aman Hilde.

Hilde dapat dibilang sangat lincah. Pedangnya yang tipis membuatnya bisa melakukan manuver-manuver berbahaya dalam keadaan terpojok. Butuh beberapa saat sebelum Karen bisa mengeluarkan serangan besar lagi, dan granat Val tidak efektif di sini karena bisa saja Hilde dan Ann ikut terkena dampaknya.

"Ketua kelas, coba bidik kepala mereka."

"Eh? Tidak tembus?"

"Kurasa zirah itu tebal sekali, kecuali kamu pakai sihir serius," ucap Ann. "Pokoknya jangan sampai aku atau Hilde terpojok."

"Oke!"

Ann menarik perhatian satu dari tiga yang mengikuti Hilde, si tentara yang menggunakan pedang bertubuh lebar layaknya shamsir milik bandit. Tombak mungkin bukan tandingan terbaik pedang, tapi Ann bisa mengakalinya dengan mengontrol timing. Untungnya, tentara besi ini tidak secepat Jenderal Besar, serangannya juga tidak brutal. Ann tapi harus memikirkan soal punggungnya yang belum sembuh benar, serangan tertentu tidak bisa ia hindari.

Si tentara menebas kuat-kuat tombak Ann, Ann tetap mencoba mendorong hingga mata tombaknya menyentuh bagian torso baju besi itu. Pedang itu dipakai tentara besi untuk menolak tombak, Ann pun mundur ke arah Val dan Karen. Seperti dugaan Ann, si tentara mengambil momentum ini untuk menuju ke arah Ann.

"Tembak, ketua!"

CLANG.

Memang, mereka tidak bisa menembus helm itu, tapi tembakan jarak dekat akan menimbulkan reaksi pantulan yang akan mengacaukan keseimbangan, terutama bila diarahkan ke kepala. Ann mengambil kesempatan untuk melucuti shamsir itu dan menendang si tentara ke arah berlawanan. Tentara itu terhuyung dan berlutut, memegangi helmnya yang kemungkinan masih berdengung hebat karena tumbukan dengan peluru barusan.

Hilde, di wilayah satu lawan dua-nya, masih dalam mode penyerangan. Ia unggul.

"Karen, bidik salah satu tentara di dekat Hilde, aku akan menarik Hilde kembali."

"Oke."

Ann menjejak kuat-kuat, melentingkan badannya untuk sampai di samping Hilde seraya menjauhkan senjata dua tentara itu. Ann lalu menarik lengan Hilde, gestur untuk menyuruhnya melompat kembali ke dekat lingkaran sihir.

"Merapat!"

Instruktur Bathory memberi komando dengan satu tangan di atas kepala. Mereka semua merapat ke arah Instruktur Bathory masih dengan senjata masing-masing teracung, mundur teratur mengelilingi Instruktur dan Gloria sebagai pusat.

Instruktur Bathory mengarahkan Kitab Kejayaan Hampa di udara, membentuk sebuah pelindung yang melingkupi mereka semua sekaligus Warden hitam.

"Lompat!"

Dan para tentara besi itu tidak bisa melihat batang hidung mereka lagi.

-

Segalanya gelap, sebelum terdengar suara dentum dan mereka menjejak kembali. Nuansa dilingkupi sihir membuatnya agak pusing, namun Ann mencoba untuk berdiri tegak, terhuyung sejenak dan ditangkap oleh Hilde yang ada di sampingnya.

Ternyata teleportasi tidak ada bedanya dengan terombang-ambing di kapal, pikir Ann. Bedanya, tapi, di kapal ia mungkin harus tetap berada di sana hingga mabuk laut dan kakaknya akan datang mengejeknya.

Barak Kota Nelayan dan segala urusan macam-macamnya memfasilitasi armada laut yang selalu siaga bila keadaan membutuhkan, misal ada kapal penangkap ikan yang tidak bisa kembali ke pantai karena terkepung badai lokal, ada perahu turis yang tidak bisa melaju di tengah laut karena kehabisan bahan bakar, atau ada armada yang tersesat di laut Caelia. Ann sudah terbiasa melaut bersama kakaknya untuk menghadiri urusan itu, tapi ia tetap tidak terbiasa dengan rasa terombang-ambing.

Untungnya, teleportasi ini membuatnya linglung di waktu yang cukup singkat - atau karena Hilde yang mencoba membantunya kembali seimbang dengan bantuan sihir, Ann bisa merasakan hangat di genggaman Hilde.

"Sudah?" tanya Hilde memastikan, ia menepuk-nepuk pundak Ann.

"Sudah."

Pandangan Ann tidak berkunang-kunang lagi, dan mereka sudah tidak lagi di kota Baldwin.

Mereka mendarat di sebuah tanah berumput yang dikelilingi bibir pantai dan lautan sejauh mata memandang. Suara debur ombak dan wangi laut yang berbeda dibandingkan Caelia dan Redcrosse, terasa lebih jernih dan jauh dari polusi. Matahari di atas mereka terlihat tinggi, namun mereka tidak merasakan panas yang berlebihan.

Sebuah kastil, sesuai deskripsi singkat Eris di kokpit Warden, berdiri dengan gagah dan megah menjadi pusat pulau itu, dikelilingi karang-karang dan batu-batu besar layaknya mahkota dengan batu-batu mahal pendukung.

Ann terduduk di hamparan rumput, Hilde menatapnya keheranan tapi Ann menaikkan tangan sebagai tanda untuk membiarkannya tetap duduk sebentar. Tombaknya yang nyaris terbelah ada di kakinya, seperti sebuah tanda mata. Ia perlahan merapal anggota mereka dengan suara rendah, mendapati mereka semua berhasil pindah dengan baik-baik saja.

Instruktur Bathory bersimpuh dengan Kitab Kejayaan Hampa. Mungkin memindahkan sekian banyak nyawa dan benda bukanlah hal mudah bahkan baginya. Karen mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri, ekspresinya netral namun tidak ada tanda-tanda kecut yang pernah Ann lihat sesekali. Di samping Instruktur ada Gloria yang menundukkan kepala, kedua tangannya lunglai. Ia pastinya capek sekali mengoperasikan instrumen komunikasi terus-menerus. Karen tampak berkata sesuatu menceramahinya, tapi Instruktur Bathory menginterupsi Karen dengan senyum.

Hana seperti biasa seperti bocah yang baru diberi mainan baru, ia seperti ingin segera nyemplung ke laut, kalau saja tidak ditahan Blair. Blair meminta Hana untuk tenang, tapi kata tenang sepertinya tidak diciptakan untuk Hana. Gadis hiperaktif itu masih bersorak-sorai tidak kenal lelah. Blair pun hanya bisa menepuk dahi.

Eris menurunkan pedangnya ke tanah, bersamaan dengan Lucia yang menyarungkan kembali pedangnya. Eris tampak lega, walau ada sedikit ragu di wajahnya. Lucia tersenyum membalas Eris yang menghela napas panjang meredakan tegang.

Muriel mendatangi Warden hitam dan membuka kokpit untuk membopong Fiore keluar dengan gendongan ala pengantin. Fiore meminta untuk Muriel menurunkannya, mukanya merah seperti tomat segar, Muriel dengan senang hati tidak mendengarkannya.

Rasanya seperti disiram seember air dingin. Lega dan menyegarkan. Mereka memang belum sempurna keluar dari situasi perang, tapi tidak salah untuk sedikit rileks.

Tubuh mereka juga butuh istirahat, dan luka-luka yang mereka dapat perlu disembuhkan. Mereka perlu jeda sebelum bergerak kembali dengan rencana yang lebih baru.

"Alicia Curtis," Val memanggil pemandu mereka, yang berada di depan barisan dengan wajah berseri-seri alih-alih menemukan harta karun. Ann dari baris belakang bisa mendengar ungkapan 'Sayap Peri' diucapkan napi itu berulang-ulang seperti tidak percaya bahwa mereka benar-benar ada di sana, terpisah dari kontinen utama. "Kita masih harus jalan?"

"Sedikit," ucapnya. "Tapi ... ini dulu! Selamat datang di Pulau Penjara, kalian semua!"

"Kita bukan mau wisata, Alicia Curtis!"

.

.

.

Dan, arc ke-4 pun habis, setelah ini kita akan memasuki arc ke-5.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro