Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

LXV. | Blitzkrieg

Jenderal Besar, lawan yang sangat tangguh. Dari karisma dan bagaimana ia membawa tombak sudah terlihat ia bukanlah seorang prajurit biasa. Bukan juga tentara yang serta-merta mendapat gelar kehormatan dengan cara-cara instan.

Mungkin Ann akan dikalahkan dalam sekejap, tapi bukan berarti Ann tidak akan melawan.

Ketika tombak mereka bertemu, Ann bisa merasakan getar merambat ke arah tombak yang digunakannya. Kekuatan yang luar biasa, dan Jenderal menyerangnya tanpa ada sihir melingkupinya sebagai tambahan kekuatan. Sang Jenderal segera kembali ke posisi awal dengan cepat untuk melayangkan serangan berikutnya. Ann tidak punya pilihan lain selain menghindar, berlari menjauh dan melompat menghadapi serangan berupa tusukan dan tebasan. Andai ia merespon dengan badan tombaknya, tidak butuh waktu lama sebelum tombaknya sendiri terbelah dua.

Kekuatan sang Jenderal yang mencenangkan itu sangat merusak, ia seperti membabi-buta dengan perlindungan zirahnya merangsek kedai-kedai dan bagian rumah di sekeliling mereka tanpa pandang bulu. Ann tidak punya tempat untuk diam atau bersembunyi, ia harus terus mencari posisi untuk berpijak dan melompat menghindari hujaman tombak.

Tidak selamanya ia bisa menghindar dan berlari, karena gerak serangan Jenderal semakin terarah dan pasti, alih-alih ia telah menebak pola gerakan Ann hanya dengan memerhatikan sekilas.

Jenderal Besar menggunakan kakinya, menendang kuat-kuat Ann ke arah lain. Ann terpelanting, menghantam pagar pembatas antara sebuah rumah dengan lapangan taman. Belum sempat ia mengaduh, Jenderal Besar sudah berfokus menyerangnya kembali. Tombaknya itu dilempar ke arah Ann, yang Ann segera tangkis dengan badan tombaknya sendiri. Diversi itu digunakan sang Jenderal untuk menutup jarak di antara mereka, hendak melayangkan tinju. Ann menghiraukan rasa sakit di punggungnya dan tombaknya, berlari menjauh sekali lagi, menghindari daerah terbuka barusan dan membawanya ke area berupa gang sempit dengan harapan mengacaukan ritme sang Jenderal.

Akan tetapi, Jenderal Besar sama sekali tidak terkecoh. Ia kembali menarik tombaknya dari serangan awal yang gagal dan segera mengikuti Ann.

Jenderal Besar menghujam tombak itu ke arah Ann dengan cepat, merobek bagian pundak seragamnya dan menggores pipinya. Saat Ann lengah karena rasa sakit, Jenderal Besar menggunakan tangannya sendiri untuk menarik kerah Ann, mengangkat gadis itu di udara seraya meremas lehernya kuat-kuat.

Apa dengan gugur di sini, semuanya akan terbayar? Apa ketua kelas dan Hana akhirnya bisa lolos?

Ia sudah membahayakan teman-teman sekelasnya sebagai seorang Progenitor. Idealnya, mengorbankan diri bukanlah bagian dari rencana bagi siapa pun atau dalam kondisi apa pun. Rencana yang dikepalai Karen sudah membuat mereka seminimal mungkin menghadapi kondisi genting dengan berbagai variasi cara melarikan diri, namun Ann memilih untuk menghadapi Jenderal Besar agar Val bisa kabur. Andai salah satu dari kelompok mereka mencoba kembali untuk mengambil Ann dari posisinya, mereka tidak akan bisa melawan Jenderal Besar, terkecuali Instruktur Bathory mengorbankan posisi yang sudah disiapkan untuk melakukan teleportasi.

Ann sejenak mengira lehernya sudah hancur, tapi perlahan sang Jenderal mengendurkan pegangan di lehernya itu, seakan ia melihat sesuatu - atau menyadari sesuatu. Ada sebuah kilat, pancaran yang bukan terjadi akibat pantulan cahaya matahari yang mengenai baju zirahnya itu.

Jenderal yang tidak sedikit pun berbicara ketika datang menuju prosesi upacara hingga saat ia bertugas, menggumamkan satu nama dengan serak dan terbata-bata.

"Ti-Tiana ...?"

Panggilan itu lirih dan membuat Ann sendiri terbelalak. Tangan berbalut emas dan logam lainnya itu bergetar memegang lehernya.

Sejurus kemudian, Ann tidak menyangka yang akan datang untuk menyelamatkannya dari keadaan itu adalah Warden hitam yang menurut semua orang tidak bisa digunakan.

Keberadaan Warden hitam itu memecah konsentrasi sang Jenderal, yang segera menurunkan Ann ke tanah. Terbatuk, Ann mencoba untuk mengambil tombaknya dan mundur, seketika Warden itu menembakkan senjatanya ke arah sang Jenderal berzirah emas.

Seperti tembakan terselubung energi sihir elemen.

Tidak ada Warden yang mereka gunakan di Akademi Militer Dresden mampu menembak seperti itu. Bahkan Demetrius yang bisa digunakan oleh pengguna senjata jarak jauh tidak bisa menembakkan elemen murni. Ann hanya bisa membayangkan satu orang yang bisa menjadi pilot Warden itu.

Sesosok pirang turun dari bagian tubuh Warden hitam, ia menaikkan pedangnya ke arah wajah sang Jenderal. Eris Malvin berdiri membatasi antara sang Jenderal dan Ann seperti perisai.

"Hentikan ini, Paman!"

Jenderal berzirah emas itu menurunkan kedua tangannya alih-alih lunglai, sebelum ia meraih helm yang menutupi wajahnya. Kedua mata sang Jenderal tidak merah seperti yang terjadi pada penduduk sipil dan tentara lokal. Ekspresinya yang kalut juga tidak senada dengan ekspresi hampa nan seragam mereka yang sudah 'diubah' oleh Progenitor.

Ann mengenal pria berambut hitam ini sebagai seseorang berfedora yang selalu datang ke laboratorium, juga mantan atasan kakaknya yang Ann temui di kaleidoskop memori Julia Knightley. Pria yang selalu datang serba hitam dengan banyak sekali luka di wajahnya sekarang seperti sebuah tanda mata pertempuran yang sudah dilaluinya

Sigiswald Reinford adalah sang Jenderal Besar. Eris mungkin sama kagetnya dengan diri Ann melihat pria yang sudah menghancurkan sekeliling rumah di sana kini tunduk patuh. Seakan-akan sihir yang mengontrolnya sudah diputus, ia kini menjadi boneka yang kehilangan tali kekang dan kembali normal.

"Tuan Putri, anda tidak sepantasnya ada di sini," ucapnya menurunkan helm itu, sekelebat rasa bersalah ada di wajahnya. Pria besar itu hendak bersimpuh di hadapan Eris, namun Eris bergestur agar beliau tetap berdiri. "Tidak seharusnya juga saya menyerang rekan anda."

"Kalau begitu, biarkan kami lewat, Paman," Eris memohon. "Tolong biarkan kami lewat."

Jenderal Besar melihat mereka dengan ternganga. Eris yang malah bersimpuh di hadapan sang Jenderal, bukan sebaliknya. Jenderal Besar tengah dihadapkan oleh seorang gadis belia yang nantinya akan menyandang gelar ratu, berlutut tunduk meminta bantuannya.

Ann bisa memerhatikan ekspresi sang Jenderal yang campur aduk, sebelum akhirnya beliau menggertakkan giginya dan memutar badan.

"Pergilah, Putri," ucapnya dengan suara berat. "Pergi sebelum saya berubah pikiran."

Eris tidak menanyainya dua kali. Ia segera memapah Ann menuju Warden hitam. Fiore membuka kokpit untu menerima Ann, sementara Eris sekali lagi melihat ke arah punggung keemasan itu.

"Jenderal ..."

"Mereka sudah sangat serakah," ucap sang Jenderal tiba-tiba. "Kalau kalian memiliki harapan untuk menyelamatkan kami-"

Sang Jenderal namun tidak menyelesaikan kata-katanya. Beliau mengenakan kembali helm zirah itu dan menyeret langkahnya menjauh, alih-alih beliau tidak melihat apa-apa di sana.

Ketika Ann masuk ke dalam kokpit, Fiore duduk di area kendali. Baru saja Ann merasakan punggungnya kesakitan sekarang, bersamaan dengan luka gores di lengannya yang masih mengeluarkan darah.

Mereka berdua tampak tercengang dan lupa akibat kenyataan Jenderal Besar adalah Sigiswald Reinford, orang yang merupakan mantan atasan kakak Ann, Julia Knightley, yang menyuruh sang kakak melakukan pencarian yang berbuah pada ditemukannya Ann sebagai 'Progenitor'. Ann juga belum memberitahukan bahwa Jenderal Sigiswald Reinford muncul di mimpinya pada siapa-siapa karena situasi yang terlanjur berubah kacau, juga mengingat sang Jenderal entah kenapa 'tersadar' barusan dan memanggil Ann dengan sebutan 'Tiana'.

"Sini tanganmu."

Ann tidak menyadari Fiore duduk di sampingnya, meminta dirinya memperlihatkan bagian yang luka.

"Kamu nggak apa-apa? Bagian mana lagi yang sakit?" Fiore bertanya.

Ann menatap Fiore lama. Mata kirmizi itu melihatnya lembut sebelum melirik aneh lagi, seperti ia ingin marah-marah karena Ann tidak buru-buru menyerahkan tangannya sesuai permintaannya.

"Kita harus pergi sekarang, Fio." seru Eris dari sisi samping kokpit. "Ayo."

Fiore mengangguk, ia kembali mengendalikan papan kontrol dan menerbangkan Warden itu menuju ke arah titik kumpul.

"Kamu kenapa sih, takut denganku sekarang? Hah?"

Fiore mengimbuh setelah Warden itu naik dan melaju. Mereka berada di titik aman sekarang dan tinggal menunggu untuk sampai di titik kumpul tanpa interupsi. Ann menatapnya lagi, sedikit banyak enggan. Ia entah kenapa tidak tahu harus berkata apa.

"Sekarang ini kita sedang dalam kondisi darurat, kita harus mengesampingkan misi pribadi dan menyelamatkan diri masing-masing," Fiore mendecak keras. "Lagipula, kita semua sudah tahu kalau kamu benar-benar tidak tahu apa-apa mengenai kekuatan Progenitor-mu. Aku tidak akan membunuh orang yang polos."

"Polos, ya ..." Ann terkekeh. "Andai aku juga tahu siapa sebenarnya aku ini."

"Kamu sudah terus-terusan menyalahkan dirimu sendiri, pastinya?" Fiore berujar lagi. Ia bertolak dari papan kendali kembali duduk di dekat Ann. Baik gestur dan air mukanya tidak memperlihatkan segan atau gentar. "Tenang saja, aku juga sama."

"... Sama?"

"Rasanya seperti, melawan sesuatu yang tidak terlihat, perang ini," ucapnya. "Kita yang masih hijau tiba-tiba saja dihadapkan dengan takdir satu kontinen, seperti sebuah lelucon saja."

Ann tak kuasa menahan tawa. Sebuah perbandingan yang aneh tapi sangat Fiore. Apa ini cara Fiore untuk mencoba menenangkannya dan menepis perbedaan di antara mereka?

Ah, situasi yang canggung lagi hangat.

"Sini kemarikan tanganmu."

"Iya, iya."

Ada suara ketukan di luar kokpit, Eris lebih senang di luar duduk diterpa angin, sepertinya.

"Halo? Kalian di dalam gak main cakar-cakaran, 'kan? Nanti aku dimarahi Muriel dan Ketua Kelas kalau kalian ternyata bunuh-bunuhan di dalam~"

"Jangan bercanda, Eris!" Fiore menyalak.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro