LXII. | Kebenaran Yang Belum Sempurna
Mendapati semua mata tertuju padanya, namun bukan karena ia tertidur di tengah pelajaran, membuat Ann sedikit canggung. Mendengar penjelasan mengenai Progenitor dan bahayanya membuat sebagian kelas menatapnya seperti hantu, terbelalak tidak percaya. Ann pun berdiri, berjalan menuju ke arah depan gerbong meeting di mana Instruktur Bathory turut bangkit dari kursinya.
"Kamu Progenitor, Knightley?"
"Tapi saya ... saya tidak mengerti. Saya tidak ingat apa-apa, Instruktur. Saya hanya tahu dari memori kakak saya kalau saya adalah Progenitor," jelasnya. "Saya tidak berbohong."
Instruktur menatapnya tajam. Mata itu sejenak nyalang memerhatikan sosoknya, sebelum melembut, seakan menyadari bahwa perkataannya adalah sebenar-benarnya. Ann tidak tahu apa-apa soal kekuatan Progenitor, atau ingat bagaimana ia bisa menjadi Progenitor. Atau malah mungkin sejak awal ia 'dibuat' menjadi Progenitor. Segala kemungkinan itu, akan tetapi hanyalah tebakan semata karena ia tidak tahu kebenarannya.
"Mengetahui bagaimana kamu biasa di kelas dan di lapangan, dan bagaimana kamu sekarang berdiri di hadapan saya adalah alasan cukup untuk saya menaruh percaya," ucap Instruktur Bathory, ia menepuk pundak Ann. "Saya bisa mengerti kalau sekarang yang kamu rasakan hanya bingung dan tidak punya tempat. Duduklah kembali, kita akan meluruskan semua informasi yang ada sebelum mendiskusikan yang lebih khusus."
Progenitor, 'benda' yang akan digunakan untuk menguasai garis ley dan menarik energi sihir untuk digunakan sebagai alat perang. Wajar saja bila prasasti perjanjian lama dan orang-orang seperti Fiore menyebutnya sebagai 'racun'.
Manusia sudah gelap mata dengan pencarian kekuatan, mereka akan melakukan segala cara agar tujuan mereka tercapai.
"Apa kita tidak bisa menggunakan bantuan Ann untuk menghalau Progenitor yang akan diaktifkan oleh Bluebeard?" muncul pertanyaan dari Alicia.
"Saya rasa itu bukan hal yang tidak mungkin, tapi saya pun tidak tahu bagaimana Progenitor itu bekerja," Instruktur menatap Ann. "Kamu juga tidak tahu, 'kan?"
"... Maaf." Ann menunduk.
"Ah, tidak apa-apa, Ann! Santai saja! Kita pasti bisa menemukan jalan tengah!" sambut Blair.
Seusai menyamakan pikiran dan mengetahui bahaya yang ada di hadapan mereka, Instruktur Bathory masuk ke ranah fokus untuk strategi.
"Malvin, bisa bantu untuk menggambar tata letak balai kota tempat upacara adat yang akan dilakukan?" pinta sang Instruktur.
Eris menggambar denah sekitaran balai kota Baldwin, kota satelit Bluebeard yang dekat dengan Kota Suci Norma tempat upacara adat berlangsung. Ia lalu memperbesar fokusnya dan memperinci tata letak panggung, mimbar, dan sekeliling balai sesuai dengan peta yang diberikan oleh Uskup Agung, juga posisi Warden hitam yang bisa membantu mereka memperkirakan titik buta antara panggung dan keramaian penduduk dan tamu yang hadir.
Bila tidak ada masalah seperti ini, mungkin mereka akan sekedar membagi kelompok dan tugas, namun mereka menyetujui untuk membangkang dari tugas, dengan kemungkinan kecil mereka bisa kembali cepat ke Folia, namun paling tidak mereka tidak dikontrol oleh militer Bluebeard.
"Saya sudah memberitahukan ini ke Instruktur Lysander, mungkin dari Dresden akan segera mencoba mengirim bantuan untuk mencegat pergerakan Bluebeard, walau saya tidak yakin Kepala Sekolah Durandal akan bergerak secepat itu," Instruktur Bathory sejenak tertegun. "Atau malah, Kepala Sekolah Durandal sudah direkrut oleh Bluebeard, kemungkinan itu juga tidak tertutup."
"Aww, memang tidak semudah itu, ya~" pekik Blair.
"Kita juga belum tahu sasaran Bluebeard sebelum esok hari," pungkas Karen. "Posisi mereka strategis, mereka bisa menyerang provinsi mana saja lebih dulu, Leanan atau Caelia, atau bahkan keduanya."
"Kamu serius tidak tahu apa-apa soal ini, Putri?" Alicia mengerling.
"Ini di luar pengetahuanku, mungkin ini adalah tugas rahasia militer yang dijalankan Jenderal Besar."
"Jenderal Besar?" tanya Lucia.
Eris menggambar sebuah tanda silang tepat di samping mimbar yang nantinya akan diisi oleh orasi yang disampaikan oleh Wali Provinsi Bluebeard. "Di sini," ucapnya. "Biasanya kalau Wali Provinsi Bluebeard menjadi tamu utama, Jenderal Besar dengan zirah emasnya akan ditempatkan di sini. Lalu Tentara Besi - pasukan pribadi sang Jenderal yang berzirah besi - akan disiagakan di sebelah kanan Jenderal ..."
"Zirah emas???" Val memekik. "Tunggu, kita bakal melawan Jenderal Besar berzirah emas?"
"Semoga ... bisa dihindari, sih." Eris menggaruk pipinya. "Jenderal Besar ini benar-benar kuat."
"Kayaknya tanpa kamu bilang begitu juga kita sudah paham." kekeh Muriel simpatik.
Mereka akan dipecah pada grup-grup kecil. Mereka sepertinya akan meninggalkan barak total dengan kemungkinan mereka bisa kembali menggunakan kereta atau mengambil perbekalan sangat minim. Begitu mereka ketahuan tidak jadi bagian rencana besar Bluebeard, pastinya mereka akan dilenyapkan untuk tutup mulut, itulah hukum alam dan taktik yang paling mudah di praktik kemiliteran.
Grup yang akan ditugaskan untuk menjadi 'pengawal' seperti yang diinginkan oleh Uskup akan menjadi posisi yang paling depan dan paling berbahaya, terutama saat Progenitor diaktifkan. Grup berikutnya adalah mereka yang membaur di keramaian, menyiasati jalan keluar dan memastikan seluruh anggota kelas tidak ada yang tertinggal atau tercuci otak. Grup yang terakhir adalah mereka yang menjaga jalur keluar mereka dari kota Baldwin, Instruktur mengidekan agar mereka disiagakan agak jauh dari pusat kota ke arah barat, bukan ke arah timur yang menuju Norma.
Sebelum kelompok-kelompok itu dibagi, mereka harus memastikan hal-hal yang harus dipersiapkan, dan berbagai rencana bila siasat mereka gagal atau terlalu banyak tentara menghadang.
Pertama, soal Cincin Peri. Mengingat nantinya Cincin Peri akan digunakan untuk mengontrol semua penggunanya, mereka tidak akan menggunakan Cincin Peri selama upacara adat ini berlangsung. Tapi hal itu tidak ideal, imbuh Val, karena pistolnya bertumpu pada penggunaan Cincin Peri.
"Saya punya usul," Fiore berujar. "Bagaimana kalau Cincin Peri yang kita gunakan diganti oleh energi sihir Titania?"
"Maksudmu, kamu akan menjadi 'pemancar' agar semua bisa menggunakan sihir saat itu?" Instruktur bertanya.
Fiore mengiyakan dengan anggukan pasti. "Kita hanya akan mengirim sebagian kelas dalam kelompok penjaga utama, bukan? Saya bisa ada di kelompok yang menjadi pengamat di keramaian."
"Ya, tapi, Fio, tidakkah berbahaya kamu ada di sana juga tanpa penjagaan?" Hana, untuk pertama kalinya di kelas, memberikan argumen yang logis. "Andai mereka sudah tahu kalau kita akan membelot, kamu pasti juga akan diserang."
"Tenang saja, Hana, aku tidak akan semudah itu kalah."
"Woww, Fio!!"
"Oi, Hana, ini bukan saatnya bersiul-siul!" Fiore menghindar sebelum dipeluk gadis periang itu.
Instruktur menggeleng-gelengkan kepala, "Kita tidak punya opsi lain dan pilihan yang diberikan Alba cukup baik agar kita semua masih bisa menyerang dan atau menggunakan sihir bila terpojok."
Eris mencatat Fiore sebagai salah satu yang pasti menjadi kelompok pengamat. Instruktur Bathory lalu melanjutkan diskusi.
Mereka membagi bagian-bagian kota dalam kode berupa titik dengan nomor dan angka. Kota Baldwin memiliki banyak sekali gang-gang sempit dan kecil yang mungkin bisa mereka gunakan penuh untuk menyusun opsi jalan kabur.
"Saya rasa lebih bagus kita berpisah jalan antar kelompok," Ann memberi usul. "Lawan kita kemungkinan besar adalah tentara-tentara yang sudah lebih berpengalaman. Susah bila kita tertangkap ketika kita berkerumun."
"Jadi kamu mau antara tim penjaga dan tim pengamat mengambil jalan yang berbeda?" imbuh Gloria. "Atau nanti kita akan bertemu di sebuah titik kumpul sebelum bertemu dengan tim akhir?"
"Nanti komunikasi kita tetap aktif karena Fiore, 'kan?" Ann melirik ke arah Fiore yang segera mengangguk. "Asal kita terus bertukar informasi dan mengawasi perkembangan peta, kita bisa kabur, atau paling tidak menuju titik kumpul."
Instruktur, Eris, dan Karen kemudian meminta bantuan yang lainnya untuk berkoordinasi mengenai tempat-tempat yang akan mereka jadikan lokasi utama yang bisa digunakan untuk berkumpul.
"Kita akan lari ke arah barat ... lalu? Kita masih dalam bahaya untuk ditangkap, apa tidak ada tempat netral di sini untuk kita semua pergi?" Val bertanya.
"Hmm, kita masih terlalu jauh dari ibukota Bluebeard, Swanson. Kurasa tidak mungkin kita bisa ke sana." Eris menggelengkan kepala.
"Kita juga tidak bisa kembali ke kereta atau ke Norma, ya ..." Blair menghela napas panjang. "Area Caelia juga masih jauh."
"Ada kok, daerah netral itu,"
Alicia memecah kegundahan mereka. Ia tersenyum lebar sambil menjentikkan jari.
"Pulau Penjara."
"Maksudmu, Curtis, kamu ingin saya menggunakan sihir teleportasi untuk memindahkan kalian semua ke sana?" Instruktur Bathory segera menginterjeksi.
"Asal kita bisa sampai semua ke titik kumpul, bisa diatur, 'kan, Instruktur? Toh ada Kitab ini~" Alicia mengedip. "Saya bersumpah atas nama Kepala Sipir kalau Pulau Penjara tidak ada sangkut-pautnya dengan masalah militer Bluebeard, di sana kita juga bisa menunggu sampai pihak Dresden menghubungi kembali kita!"
"Simpan sumpahmu, Curtis. Saya percaya, kok."
Mereka pun memasukkan itu dalam kumpulan rencana. Mereka akan berpura melaksanakan tugas, lalu berkilah, dan melarikan diri. Mereka akan mencari perlindungan di Pulau Penjara Norma untuk sementara sebelum mereka bisa memikirkan rencana kedepan.
Perang Sipil sudah di depan mata, dan karena mereka-lah yang menjadi saksi kekejaman itu, mereka bisa menyulut api itu sebelum membesar dan menyebar.
Mungkin, mungkin mereka bisa melakukan ini. Mereka bisa menyelamatkan hari, walau segalanya terasa belum sempurna.
"Instruktur, saya punya usulan dan gambaran agar kita bisa keluar dari sini tanpa harus ada yang berkorban," Karen berujar dengan suara lantang membelah kasak-kusuk yang terpecah memikirkan jalan keluar terbaik. "Maukah kalian semua mendengarnya?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro