Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Intermission 029: Situasi Mencekam

Kelompok utama terpecah menjadi dua, dan kini menjadi tiga, sesaat titik Val menjauh dari titik Ann.

Situasi ini sudah jauh dari harapan, di luar ekspektasi dan perhitungan Karen, namun mereka tidak bisa memantau situasi dengan lebih baik mengingat keterbatasan mereka yang terburu-buru untuk menyusun solusi.

Teknologi komunikasi yang mereka bangun untuk tidak terlalu mengandalkan Cincin Peri punya batas, dan Fiore juga tidak bisa terus-menerus menyuplai energi sihir untuk mereka.

"Kamu tidak apa-apa, Fiore?" tanya Karen ketika mereka berhenti sejenak.

"Teruslah berlari sebelum kita bertemu dengan tentara besi, mereka banyak sekali di sekitar sini," Fiore membalas, mengatur napasnya. "Hana yang kukira akan kurang lincah benar-benar gila."

"Jangan sebut anak itu gila," Karen terkekeh. "Ya, memang sih. Mungkin kalau ada hitungan berapa banyak tentara yang dia tumbangkan, Hana menang."

Di titik Hana, Hana tidak menggunakan reaksi sihir sama sekali untuk menyerang. Segalanya murni dia, kekuatannya, dan switch axe yang digunakannya. Sebutannya sebagai tentara anak-anak Spriggan memang bukan pajangan. Hana juga yang menjadi bagian kelompok utama yang sampai paling jauh di antar tiga lainnya. Val tampak berjalan dengan hati-hati setelah berpisah dengan Ann, sementara Ann ...

"Apa kamu sudah mendapat siapa yang dilawan Ann, Eris?" tanya Fiore.

Eris menyentuh telinganya, menunggu respon kelompok akhir. "Belum. Ketua kelas juga tidak merespon, ia mungkin fokus untuk jalan sambil tidak terlihat."

Kelompok pengamat akhirnya sampai di titik C, di sana ada beberapa prajurit berseragam polisi militer Norma yang tengah berjaga atas permintaan Instruktur Bathory.

Kenyataan bahwa bagian militer Norma tidak setuju dengan ide Uskup membuat Eris keheranan. Belum lagi, kelompok militan itu dipimpin oleh Diakon Yuri yang ternyata adalah peneliti sekaligus bagian instrumen militer Norma. Berita mendadak dari Instruktur Bathory itu memberitahukan bahwa mereka akan membantu mereka kabur, walau pihak militan tidak dapat terlalu banyak mengeluarkan pasukan mereka agar Uskup Agung tidak tahu kalau ada duri di dalam daging.

Akan lebih baik bila di pihak Bluebeard pun ada yang tidak setuju dan menolong mereka, tapi Eris tidak bisa mengira-ngira. Kanselir dan suporter fanatiknya bukan bagian dari pengetahuan keluarga kerajaan. Berita soal pernyataan perang ini kemungkinan akan sampai nanti ke telinga penduduk ibukota Bluebeard ketika segalanya sudah terlambat.

Licik. Sangat licik - memanfaatkan hak prerogatif Kanselir sebagai pengampu kegiatan pemerintahan Bluebeard.

"Tunggu di sini, biar aku saja," Hilde yang sejak tadi tidak berbicara, merentangkan tangannya untuk menahan Eris.

"... Hilde?" Eris menoleh ke arah Hilde yang berekspresi netral.

"Karen dan Fiore, kalian butuh istirahat, biar aku saja yang berbicara dengan sesama Norma."

Hilde kemudian menyuruh mereka untuk bersembunyi di balik tong-tong dan peti kemas yang tergeletak di pinggir gang, sementara ia menggunakan identitasnya sebagai Misionaris agar mudah membaur.

Eris tidak mengerti mengapa Hilde bersikeras ke sana seorang diri, toh bisa saja ia mengajak Eris karena Eris adalah bagian Bluebeard.

Ia menelan ludah, tiba-tiba saja perasaan tidak enak menyerangnya.

Kelompok tentara yang terdiri dari empat orang itu menyambut Hilde dengan tangan terbuka. Mereka tampak lega melihat Hilde selamat.

"Anda sendirian, Misionaris?" salah satu dari mereka yang bersuara keras bertanya.

"Ya," ia berbohong. "Tolong berikan kami pembaharuan mengenai situasi terkini."

Prajurit yang paling tinggi di antara yang lain memberitahukan keadaan saat ini. Tentara besi dikerahkan ke seluruh bagian kota Baldwin, tapi tidak ada mereka yang menuju arah luar kota ke sisi Caelia, artinya posisi mereka aman bila mereka sudah melewati titik C dan titik D. Penduduk sipil yang dicuci otak sudah dikembalikan ke sebuah kamp konsentrasi yang terletak di utara, sehingga tugas pencarian ada pada polisi militer lokal yang berpencar.

Kurang lebih, mereka masih bisa lolos sempurna, walau dengan sedikit pengorbanan.

"Baguslah anda seorang diri, Misionaris~" seru salah satu prajurit itu tertawa. "Saat anda datang ke Norma dan Si Putri itu masih bernapas, anda tidak tahu seberapa geramnya Uskup~"

Hilde melirik prajurit itu dengan nyalang, membuatnya segera terdiam. Eris membelalakkan mata. Tentu ia tidak perlu bertanya dua kali siapa gerangan yang menjadi bahan pembicaraan mereka.

"Kapan anda akan melaksanakan tugas, Misionaris? Saya rasa, anda yang paling dekat dengan Putri dibandingkan Misionaris terakhir," puji si prajurit yang menerangkan situasi terkini tadi. "Akhirnya, Norma akan membenarkan sejarah!"

Jadi, firasat yang selama ini Eris rasakan adalah benar. Hilde adalah-

"Saya akan segera melapor pada Uskup Agung bila tugas telah dilaksanakan." ucap Hilde dengan jelas.

Mereka bertukar pujian dan semangat untuk sang Misionaris sebelum mereka memutuskan untuk kembali membaur dengan prajurit yang mencari anak-anak Dresden. Hilde tetap berdiri, bergeming menunggu mereka hilang dari jarak pandang area tersebut.

"... Eris." Karen menatap Eris iba.

Eris hanya bisa menghela napas panjang, sangat, sangat panjang.

Setelah prajurit-prajurit Norma itu sempurna pergi, Hilde meminta mereka untuk keluar dari persembunyian. Ekspresinya yang semula datar kini berubah menjadi kalut. Eris menatap ke arah Hilde dengan seulas senyum tipis.

Hilde, teman kecil dan mungkin satu-satunya orang yang ada di Bluebeard yang tidak memperlakukannya selayak seseorang yang harus dihormati dua puluh empat jam tujuh hari. Hilde, rekannya dalam berpedang, memiliki ilmu pedang yang lain dan unik dibandingkan sekolah Malvin, gadis polos yang selalu mengekori Eris dan mungkin hafal kegiatan Eris dari waktu ke waktu, entah itu belajar pedang hingga kelas kepribadian. Hilde yang dihadiahinya pita biru yang sama dengan miliknya, simbol pertemanan mereka.

Hilde yang juga sedikit berubah dan menjauh setelah mereka ditugaskan ke Dresden. Hilde yang juga ditugaskan untuk membunuh Eris sebagai seorang Misionaris Kota Suci.

"... Anda pasti mendengar jelas apa yang kami bicarakan barusan, Putri." ucap Hilde, matanya memutar menjauhi Eris. "Saya tidak akan berbohong. Saya memang ditugaskan untuk-"

"Ini bukan saatnya untuk membicarakan hal itu," Eris memotongnya, menaikkan satu tangan terbuka untuk menyuruhnya menyimpan kata-katanya untuk saat ini. "Kita harus fokus pada tujuan kita semua sekarang."

Hilde membuka mulutnya, dan dengan cepat menutupnya enggan. Ia kemudian membalikkan badannya, seakan tidak mampu melihat Eris.

Suara sinyal berbunyi di tempat Eris, menandakan sebuah kabar penting. Mereka sudah berhasil menemukan Ann, enkripsi itu kurang lebih berbunyi demikian, tapi Eris tidak menyangka hal yang berikutnya diberitahukan.

"Ann berhadapan dengan Jenderal Besar agar Val bisa kabur."

Tiga pasang mata di sana membulat. Jenderal Besar, petarung yang paling disegani dan memegang posisi tertinggi di kancah kemiliteran Bluebeard. Tangan kanan Kanselir yang dianugerahi zirah emas. Seorang monster yang tidak mungkin bisa dikalahkan seorang kadet yang masih hijau.

Fiore yang kemudian memecah kengerian di antara mereka, "Eris, kita tidak bisa meninggalkan Ann."

"Lalu, apa kamu punya ide untuk membalikkan keadaan, Fio?" tanya Eris.

Fiore melirik kembali ke arah lapangan tempat upacara adat dilakukan. Semua orang tampaknya sudah berpencar sekarang mencari mereka yang layaknya belut, terutama kelompok utama yang konsentrasinya terbagi dengan lincahnya Ann dan granat-granat Val. Perhatian ke kelompok mereka menjadi sangat sedikit karena diversi, mereka bisa melakukan apa saja.

"Aku punya ide yang sedikit ... mencenangkan."

Eris nyengir, "Aku kayaknya sudah tidak heran lagi dengan otak-otak kalian. Ayo, kalau begitu,"

Ia menatap Hilde dan Karen, juga jalan terbentang di belakang mereka menuju tempat semuanya akan berkumpul dan dipindahkan ke Pulau Penjara.

Eris tidak akan membiarkan mereka kekurangan personil. Tidak akan.

"Aku akan ikut dengan Fio, kalian berdua bergeraklah segera menuju titik kumpul." Eris menunjuk Hilde.

"Putri-"

"Hilde," serunya tegas. "Pergilah segera dan jaga Karen. Tolong."

Hilde, semula enggan, akhirnya mengangguk menyanggupi. Ia lalu meminta Karen untuk terus berada dekat dengannya dan mengarahkan jalan kembali. Setelah mereka berdua berlari pergi, Fiore dan Eris segera menuju arah yang berlawanan, kembali ke lapangan.

"Kamu tegar sekali, Tuan Putri." Fiore mengimbuh. "Kalau aku rasanya tidak akan bisa berekspresi kalem begitu kalau tahu orang terdekatku akan membunuhku suatu hari nanti ..."

Fiore mendadak terdiam setelah membuat pernyataan itu, ia mengulum bibir. "... Yah, aku menjadi yang posisi akan membunuh juga, sih."

Eris menaikkan alis, "... Kamu 'juga'?"

"A-Ah. Na, nanti akan kujelaskan. Kita kembali ke lapangan dulu!"

Sesuai perkiraan, lapangan itu kosong melompong. Dekorasi dan mimbar megah layaknya ada sekedar hiasan semata, menjadi saksi bisu pernyataan perang yang belum lama digaungkan sang Kanselir. Eris melirik ke sekeliling, tidak ada penembak jitu juga pengguna sihir yang tampak, lapangan itu aman.

Fiore segera menuju Warden hitam, Eris pun mengikuti, menyadari ide 'mencenangkan' yang disebut Fiore.

"Jadi, rencanamu adalah mengambil Warden hitam ini ... tunggu," Eris mengernyit. "Bukannya Warden itu tidak bisa digerakkan? Dan bukannya kamu juga kurang bisa mengontrol Warden?"

"Kecuali oleh keturunan Titania, bukan?" untuk pertama kalinya, Eris melihat Fiore berbangga diri, dadanya membusung. "Kurasa ada sesuatu di Warden ini yang berbeda dengan Warden buatan lain. Seperti ... seperti memanggilku."

"Tapi. Wow. Kelas kita memang tidak habis ide-ide gilanya," ucap Eris. "Apa kalian semua benar-benar baru enam belas tahun?"

Fiore membuka kokpit dan segera duduk di kursi pilot. Tidak terlihat ada perbedaan kontrol antara Warden hitam yang kuno ini dengan Warden yang biasa mereka gunakan di sekolah. Namun, Fiore menggambar sesuatu di depan layar kokpit, sebuah rune, mungkin - ia tidak tahu apa-apa soal itu. Papan kontrol Warden hitam itu kemudian menyala, disusul dengan Warden yang tampak hidup dengan bagian matanya menyala merah cerah. Warden itu berdiri dari posisinya yang seperti bersimpuh ke arah matahari, hitam membuatnya terlihat karismatik dan gagah. Eris bersiul, ia seperti tengah melihat keajaiban terjadi.

"Kurasa memang kita terlalu banyak beban masing-masing, tapi aku bisa bilang kalau aku bukan enam belas tahun dan calon ratu, Eris."

Eris terkekeh menanggapi itu, "Baiklah, kita impas," ia mengedikkan bahu, kemudian mengambil posisi di salah satu pilar pendukung Warden. "Ayo kita selamatkan Ann."

Senyum Fiore sejenak hambar, sebelum akhirnya ia mengiyakan dengan percaya diri. "Aye, kapten."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro