Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Intermission 028: Harga Diri

Detik-detik ini sangat berharga, lagi Claudia Ars Bathory merasa ini adalah malam yang sangat panjang dan ingin segera semua ini berakhir.

Murid-muridnya, seperti kata Instruktur Lysander, bukan anak-anak kecil yang penakut dan harus dilindungi. Malah, mereka dengan beraninya memilih garis terdepan, menghadapi apa pun yang akan terjadi berikutnya dengan tegar. Mereka juga dengan antusias menyusun rencana, tidak pantang menyerah dengan kemungkinan terburuk yang mungkin terjadi pada mereka.

Semua pasti selamat. Kita semua bisa melakukan ini. Kalimat itu melayang berulang-ulang dari mereka yang terus memberi harapan, terutama Muriel yang selalu menjadi penyemangat mereka bersebelas. Kalimat-kalimat itu, yang menurut Claudia sendiri adalah kata-kata kosong, menumbuhkan sesuatu dalam dirinya.

Hingga larut, mereka tampak masih memastikan bahwa perlengkapan mereka sudah sempurna dan rencana mereka akan berjalan sebagaimana mestinya. Claudia belum mendapat panggilan balik dari Dresden atau pun Instruktur Lysander, tetapi yang membuatnya keluar dari kereta itu adalah panggilan dari orang lain.

Pemilik rambut pirang yang tadi terlihat tergesa-gesa kini berdiri tegap memunggunginya di pelataran yang terletak beberapa ratus meter dari kereta Akademi Militer Dresden. Rambutnya yang semula diikat kini digerai. Ia tidak lagi mengenakan seragam Kota Suci, melainkan sebuah jubah berwarna putih dengan tundung untuk menutupi wajah dan kacamata yang dikenakannya.

"Peneliti sepertimu ternyata cocok juga jadi Diakon, Yuri."

"Claudia." pria itu mendengkus. "Mulut sinismu itu tidak berubah dari tahun ke tahun. Kita padahal dulu sama-sama ikut Sekolah Minggu Norma, lho."

"Itu rasanya sudah puluhan tahun yang lalu, deh."

"Sepuluh, Claudia, sepuluh. Kita belum setua itu!"

Yuri, sekarang salah satu Diakon kepercayaan Uskup Agung di Kota Suci, adalah salah satu dari dua teman kecil Claudia yang turut menjadi bagian dari kemiliteran Norma. Claudia dan Yuri juga turut pada serangan Spriggan yang menentukan akhir daerah itu hingga Spriggan menyerah dan menyetujui aneksasi. Walau berbeda dengan Claudia yang lebih banyak di garis terdepan sebagai seorang tentara penyerang, Yuri dengan ide-ide briliannya telah melewati banyak pertempuran sebagai seorang Komandan. Ia juga adalah peneliti dari grup minoritas peneliti Norma yang kini eksis sebagai bagian dari gabungan peneliti yang turut menyumbangkan tenaga dan pikiran mereka bagi Bluebeard dan Norma.

Mereka berdua sudah lama mengetahui ada sesuatu di balik Uskup Agung, sebuah rencana besar yang tidak bisa mereka ketahui walaupun telah menjadi bagian penting kemiliteran Norma sekalipun.

Tidak disangkanya, wacana untuk membuat pasukan yang pasti patuh dan menghimpun kekuatan dengan cara terlarang menjadi sebuah alat yang digunakan Kota Suci, tempat yang suci dan disucikan yang dianggap sebagai suaka dari Sylph sendiri.

Para peneliti internal Norma mulai menyelidiki lebih dalam soal Progenitor setelah Uskup Agung berbicara, namun Yuri berkata bahkan mereka tidak bisa menggali terlalu dalam tanpa mengorbankan posisi mereka di dalam tim peneliti besar Norma dan Bluebeard.

Claudia memberitahukan rancangan rencana yang telah disusun olehnya bersama seluruh anggota Kelas Sembilan tanpa terkecuali.

"Hee, anak-anak yang cerdas. Tidak kusangka mereka bahkan lebih bernyali dari gurunya."

"Cih, sekarang kamu menggodaku, Yuri." Claudia menjejak keras-keras. Yuri hanya tersenyum simpul.

"Rencana ini detail sekali, serius anak-anak itu yang memikirkannya?"

"Ini gabungan dari banyak rencana, Yuri," Claudia mengimbuh. "Utamanya, gadis Spriggan itu dan ..."

"Ahh, Spriggan," alis Claudia berkedut menanggapi nada Yuri yang meninggi. Mereka punya memori yang sama tentang Spriggan, memori yang kurang baik dan berkesan. "Jadi, setelah ini kalian semua akan ke Pulau Penjara menunggu bantuan, sementara kami para peneliti mencoba untuk meredam pertempuran yang terjadi di dalam kota."

"Idealnya sih begitu," Claudia memutar bola matanya. "Kamu dan para peneliti entah kenapa selalu punya ide bagus untuk masalah seperti ini. Kalian benar-benar bisa melumpuhkan Progenitor?"

Yuri mengacak rambutnya gusar, "Belum sempurna, tapi kurasa ini bisa memberi kalian sedikit waktu."

"Oke, aku percaya padamu. Akan kuberitahukan soal ini ke anak-anak muridku."

Claudia mengeluarkan layar Cincin Peri-nya untuk merangkum pembicaraan mereka, lalu ia mengabarkan ke seluruh muridnya untuk segera berkumpul kembali untuk sedikit pengumuman.

"Kamu ternyata bisa lembut juga, eh, Claudia?" ucap Yuri mendadak. "Melihatmu yang sekarang, Leiria pasti-"

"Yuri," sergahnya dengan geram. "Tidak usah membawa-bawa mereka yang sudah pergi."

Ya, Claudia punya dua orang teman kecil yang bersama dengannya sejak dulu. Mereka terus bersama, mulai dari masa-masa sekolah, hingga mereka sempat berpisah jalan untuk menempuh pendidikan masing-masing sesuai keinginan mereka, dan akhirnya mereka bersatu kembali dan turut ambil andil dalam perang dengan Spriggan.

Wanita itu adalah Leiria Alkaid, pemilik surai pirang platina dengan kemampuan sihir dan berpedang yang bisa menyaingi Yuri dan Claudia.

Bila Yuri merupakan punggawa kecerdasan di antara mereka, dan Claudia sebagai si sinis yang akan blak-blakan menjadi orang yang paling nyaring, Leiria dapat dideskripsikan sebagai seorang penyabar dan penuh kasih yang terlihat dari luar tidak bisa membunuh seekor nyamuk sekalipun, pelengkap sikap mereka yang urakan dan meledak-ledak. Ketika Yuri mendalami pengetahuannya di Kaldera dan kembali menjadi peneliti ulung dan Claudia berguru di Aira untuk memperluas kemampuan sihirnya hingga ia mampu menjadi kandidat pemegang Kitab, Leiria-lah yang menunggu mereka kembali.

Mereka kemudian turut menjadi bagian kemiliteran Norma karena wajib militer, juga ranah yang mempersatukan mereka kembali dalam sebuah peleton yang nantinya ditugaskan ke sebuah misi khusus untuk menaklukan Spriggan. Leiria yang lebih senior di dunia militer melaksanakan tugas sebagai kapten, sebuah gelar yang menurut Claudia dan Yuri sangat cocok baginya.

Peleton mereka mengingat tentang Leiria Sang Pemberani, namun pemerintah Norma tidak pernah baik hati untuk menyerahkan medali penghargaan bagi mereka yang tewas dalam tugas. Namanya tidak pernah diingat di mana-mana, di barak tentara mana pun di Norma, mereka hanya akan menyanyikan pujian pada Claudia sebagai Sang Pemersatu. Padahal, tanpa pengorbanan Leiria, kemungkinan tentara-tentara yang dikirim untuk tugas bunuh diri itu tidak akan kembali.

Baik Claudia dan Yuri tidak akan pernah lupa hari itu. Hari di mana mereka yang tampaknya sudah melihat kemenangan di depan mata, dijebak oleh Spriggan.

Yang mereka ketahui, sepertinya ada orang dalam yang membocorkan posisi dan perlengkapan mereka sehingga mereka hampir saja dikalahkan dalam pertarungan singkat itu.

Leiria, yang merupakan kapten pasukan saat itu, mengorbankan dirinya.

Claudia mengaku pernah melihat kasus di mana seseorang melewati batas penggunaan sihir - hari itu adalah hari di mana ia melihat jiwa yang terbakar begitu menyilaukan seketika padam.

Leiria, wanita yang menggunakan sihirnya untuk membekukan senjata-senjata dan prajurit kunci Spriggan dan memberi waktu untuk para prajurit Norma untuk menyerang balik.

Leiria, wanita yang baru saja menghabiskan malam bersama mereka tertawa lepas dengan para prajurit lainnya, meregang nyawanya menghadapi pasukan gerilya Spriggan.

Leiria yang-

"Oh ya, kita nggak sempat berkunjung ke makamnya juga ya, tahun ini," Yuri menggelengkan kepala. Claudia menutup matanya, membayangkan palung Spriggan yang menatap selat Spriggan yang membelah antara Angia dan Spriggan, tempat Leiria beristirahat. "Semoga kamu bisa secepatnya berkunjung setelah kekacauan ini berakhir."

Claudia sudah muak dengan perang. Sudah muak dengan menumpahkan darah saudara-saudara mereka sendiri. Claudia tidak ingin murid-muridnya terluka atau celaka. Claudia tidak ingin kehilangan siapa pun lagi.

"Kuharap begitu, Yuri."

Claudia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia tidak akan gentar. Ia akan menyaksikan ini hingga akhir. Bahkan bila nyawa adalah taruhannya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro