Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Intermission 005: Kelompok Timur

Kelompok Timur tiba di Reservoir kota Barrows, sebuah danau buatan yang membentang luas dari sumber sungai. Terdapat sebuah tanggul pembatas sebelum air tersebut mengalir menuju beberapa turbin penggerak listrik, dan turbin untuk air bersih yang dapat digunakan oleh penduduk setempat.

Turbin-turbin bertenaga air itu mengingatkan Hilde pada tanggul utama Kota Suci Norma, yang airnya langsung diteruskan menuju tempat-tempat peribadahan untuk operasional dan bersuci. Ia tampak takjub melihat danau itu begitu dekat, berbeda dengan Kota Suci yang berada di bawah permukaan laut. Danau di depan mereka itu dapat digunakan untuk rekreasi, Hilde melihat perahu berkepala bebek tidak jauh dari tempat mereka masuk.

"Ketua kelas, apa kita bertanya dulu ke orang-orang di pintu air?" Karen yang ada di belakang barisan memberi usul.

"Boleh. Atau lebih baik kita berpencar biar lebih cepat?"

"Aku setuju."

Tentu karena dia tidak boleh jauh-jauh dari Alicia, Hilde secara otomatis berpasangan dengan Alicia. Karen dan Gloria akan bertanya di sisi luar reservoir, sementara Val dan Blair menuju pintu air untuk bertemu petugas di sana. Val menyuruh mereka untuk mencoba melihat-lihat ke arah dalam kota karena reservoir itu terpisahkan oleh hutan kota dari area pemukiman dan ladang. Siapapun yang tersesat bisa segera mengumumkan ping menggunakan Cincin Peri.

"Ini ke arah ladang, ya." Alicia bergumam. "Kira-kira mereka menanam apa kalau tanamannya tinggi-tinggi dan kuning begitu, Hilde?"

"Itu jagung," jawab pemilik rambut hitam itu. "Kamu belum pernah melihat jagung sebelumnya kah?"

"Ahh, maaf. Aku kelamaan di penjara~" sanggahnya ringan. Hilde sejenak tertegun.

"Maaf aku sudah lancang."

"Tidak apa-apa Hilde~ santai saja!" Alicia menepuk pundaknya sekali. "Putri juga menyuruhmu untuk lebih santai, 'kan! Anak-anak Kelas Sembilan baik-baik kok!"

Lebih santai. Hilde segera mengingat pertemuannya dengan Eris beberapa hari yang lalu di ruang latihan.

Biasanya, Eris, Hilde dan Alicia akan berlatih bersama, atau lebih tepatnya, Eris yang mengajak mereka berdua. Mereka memang tidak bisa menyamakan ritme latihan dengan Eris, tapi paling tidak mereka bisa sering ditemukan di ruang latihan. Baik Hilde maupun Alicia kerap menjadi teman sparring Eris, misal dalam ronde singkat selama tiga kali lima menit atau satu kali sepuluh menit. Eris tidak pernah luput dari jadwal latihan terkecuali ada tugas tertentu sekolah yang harus dikerjakan.

Eris, Eris yang selalu memacu dirinya untuk menjadi kuat. Eris yang merupakan teman kecilnya. Eris yang merupakan pewaris utama tahta Provinsi Bluebeard karena dia yang tertua dari si kembar Malvin. Eris yang tidak memiliki teman kecil selain Hilde karena kehidupannya yang melulu dikelilingi orang-orang pemerintahan Bluebeard. Eris yang hanya tahu berpedang. Eris yang-

"Oi, Hilde?"

Alicia menarik lengannya, menyadarkannya dari menatap kosong ke arah kejauhan, ke arah hamparan pohon kering dan barisan ladang jagung dan beberapa buah-buahan merambat.

"Kepikiran soal Putri?"

Senyum kecil penuh tahu Alicia membuat Hilde menelan ludah. Ia menarik pandangannya ke sepatunya, kemudian bergegas berjalan mendahului tatapan mata Alicia.

"Aku ... tidak sedang memikirkan Eris."

"Tuh, tumben kamu memanggil Putri dengan 'Eris'," godanya. "Dia sedih lho, kamu tidak memanggilnya seperti biasa lagi."

Langkahnya sekejap terhenti, namun Hilde tidak menoleh.

"Aku sudah, keterlaluan memanggilnya dengan nama depannya," Hilde membenarkan diri. "Hentikan itu, Alicia."

"Aah, aah. Sori. Aku kelepasan." Alicia menggaruk tengkuknya. "Abaikan saja, ayo kita coba tanya pemilik ladang jagung itu saja."

Alicia benar, ia tidak bisa sempurna berhenti memikirkan Eris. Terlalu banyak hal yang terjadi sebelum keberangkatan mereka dari Bluebeard hingga saat ini. Segalanya seperti serangga bising yang tak henti-hentinya berdesing.


Noblesse oblige, sebuah konsep yang dikenal betul oleh para keluarga kelas atas yang masih mengaku sebagai keturunan 'bangsawan' sebagai cara untuk mengembalikan kepercayaan kelas atas kepada kelas bawah.

Konsep ini sangat kental, terutama bagi keluarga-keluarga petinggi Bluebeard hingga saat ini.

Bluebeard merupakan provinsi yang dulunya sebuah kerajaan makmur dan berkuasa di daratan Angia. Kemampuan sihir dan kekuatan masing-masing keluarga petinggi di Bluebeard di atas rata-rata kebanyakan keluarga pesohor, membuat mereka angkuh dan haus akan kuasa. Kisah-kisah yang digaungkan di seluruh daratan itu adalah bagaimana mereka memiliki pasukan khusus yang menjajah daratan-daratan di sekitarnya untuk tunduk, bagaimana mereka-lah yang terkuat dari yang terkuat.

Bluebeard di masa kejayaannya berhasil menundukkan daratan yang berada di utara mereka, menjadikan mereka sebagai tawanan sempurna. Selepas pendudukan itu, sejak Y1100, daratan Norma mengirimkan perwakilan mereka ke Bluebeard untuk bertindak sebagai pelayan, sebagai simbol perbudakan, sebagai pertanda bahwa Norma sempurna tunduk pada kuasa Bluebeard.

Ratusan tahun setelahnya, simbol ini kemudian dikenal sebagai perlambang Kota Suci, ketika agama dan peribadahan berkembang pesat di Angia. Hildegard Norma terlahir dengan takdirnya sebagai perwakilan ke-134.

Lagi, di saat itu, Hildegard kecil tidak mengetahui bahwa ia adalah seorang budak. Seorang yang harus tunduk. Seorang yang tidak tahu berterima kasih.

Ia ingat hari itu, di ulang tahunnya kesembilan, Uskup Agung Norma membawanya pergi dengan kuda hitam kesayangannya jauh ke sebuah tempat. Lembah demi lembah curam ditempa sang kuda hingga mereka tiba di sebuah semenanjung indah dengan sebuah kastil terlihat di seberang pandang.

Kedatangan mereka yang kusam bercampur debu disambut dengan sangat dermawan di pelataran kastil, Hildegard kecil kemudian diajak untuk bertemu dengan sebuah 'keluarga' yang mendiami kastil megah tersebut.

Uskup Agung Norma berbicara dengan para pria-pria tua, sementara Hildegard kecil berjalan ke arah taman untuk menemukan dua anak yang terlihat serupa yang tampak seumuran dengannya tengah giat berlatih dengan pedang. Mereka berdua dengan gigih mengikuti arahan guru mereka, seorang wanita gagah nan cantik. Tidak sekalipun mereka menangis walaupun terjungkal atau terlempar kasar. Mereka selalu berdiri lagi dan lagi.

Hildegard kecil merasa tersihir oleh pemandangan tersebut, ia duduk di bawah pohon rimbun menonton.

Setelah selesai berlatih, dua anak itu diperintahkan oleh sang guru untuk bertarung. Hildegard kecil sama sekali tidak mengerti bagaimana serangan-serangan itu bisa melayang cepat. Pedang yang mereka pegang terlihat terlalu besar untuk mereka berdua pakai.

Anak yang rambutnya dikuncir kuda memenangkan pertandingan, walau ia tertatih-tatih karena sisi pipinya lebam.

"Hei, itu teman kalian sudah datang."

Hildegard kecil terkejut melihat sang guru, yang dikiranya tidak memperhatikan keberadaan penonton, menunjuk ke arahnya. Si kumal kusam karena debu perjalanan jauh dengan kuda. Seorang figur sampingan.

Kedua anak berambut pirang itu pun segera mendekati Hildegard kecil, terutama si pirang yang memenangkan pertandingan sengit barusan.

"Siapa namamu? Aku Eris."

Di saat itu juga, Hildegard kecil menerima uluran tangan penuh luka itu dan berdiri.


Sekarang, di ladang jagung Barrows, berkilo-kilometer jauhnya dari Bluebeard dan bertahun-tahun lewat usai kejadian itu menjadi memori.

Setelah menemukan peladang yang mau diajak bicara, mereka mendapati bahwa dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir, air yang mereka dapat dari sumber reservoir kota terlalu tawar. Air tawar itu berdampak pada hasil panen tomat dan umbi-umbian yang kurang manis dan kurang tahan terhadap hama. Peladang di sana mengakali air tawar itu dengan menggunakan converter sihir yang dibangun swadaya oleh para peladang. Untuk saat ini, fenomena air tawar itu tengah diselidiki oleh pemerintahan kota setempat.

"Aku kurang paham soal pertanian tapi terdengar sangat buruk mendengar kondisi air yang membuat hasil panen jelek," komentar Alicia. "Bagaimana menurutmu, Hilde?"

Omong-omong soal air, sihir warisan Norma mungkin bisa ia gunakan di sini, untuk memeriksa kualitas air.

"Boleh aku minta sampel air di sini? Satu botol saja."

"Oke, aku akan tanya kakek tadi, ya. Tunggu di sini."

Alicia dengan sigap kembali menuju lumbung tempat mereka berbicara dengan salah satu penggiat ladang jagung. Hilde mengawasi gerak-gerik Alicia dari kejauhan.

Salah satu variabel bebas yang tiba-tiba muncul dan mengikuti arus mereka dari Bluebeard ke Dresden adalah Alicia Curtis. Dari seluruh prospek siswi yang bisa ikut dengan mereka untuk menuntut ilmu sebagai bagian dari noblesse oblige keluarga Malvin, dipilihlah seorang narapidana politik yang menjalani tahanan seumur hidup di sebuah pulau penjara terkenal di Norma. Tentu, pemilihan ini telah melalui seleksi yang sangat ketat, hingga tiga nama yang dipanggil ke istana utama Bluebeard diuji untuk dapat lolos.

Hilde sendiri kaget begitu mengetahui bahwa 'tahanan politik' yang 'ditahan seumur hidup' ternyata berusia sama dengan mereka berdua. Pembelajaran di Dresden dianggap sebagai cara pengurangan hukuman bagi Alicia, sebuah syarat yang diajukan oleh kepala pulau penjara itu sendiri.

Status tahanan Alicia dan bagaimana dia dengan mudah mengalahkan kedua kandidat lain baik dalam akademis maupun pertarungan menimbulkan cukup banyak kontroversi.

Pada akhirnya, dengan sebuah alat yang melingkar di lengan Alicia, gerak-geriknya dimonitor. Kontrak bebas bersyaratnya akan musnah apabila ia ketahuan kabur.

Hingga detik ini, yang Hilde ketahui adalah, Alicia sama sekali tidak mencerminkan seorang tahanan. Bahkan, Alicia sendiri membuat status tahanannya sebagai candaan.

Hampir Hilde lupa bahwa Alicia berbeda dengan mereka, apalagi melihat bekas luka melingkar di lehernya atau ban besi di lengannya yang menyala tanpa henti.

"Hilde, ini aku bawa airnya!" Alicia menunjukkan botol plastik bening di tangannya dan menyerahkannya ke tangan Hilde. "Sudah lama aku melihatmu menggunakan sihir."

"Tidak terlalu spesial, kok. Ini cuma seperti ilmu penyembuhan di kamp-kamp Norma."

"Tetap saja hebat!" ucapnya berapi-api.

Hilde membiarkan botol itu menyala di tangannya, energi sihirnya mengalir menuju sel-sel yang ada di dalam sampel tersebut. Ia mengulang sihirnya beberapa kali hingga dapat menyimpulkan abnormalitas yang bisa ia temukan.

"Ada sihir lain di dalam air ini."

"Maksudmu, airnya terkontaminasi sihir?" Alicia menengok ke arah reservoir. "Sayap Peri, air sebanyak itu?"

"Bisa saja aku salah, tapi sebaiknya kita membawa sampel ini ke Instruktur Bathory. Beliau pasti lebih paham soal ini."

Alicia segera menyimpan botol itu di dalam tas pinggangnya. Mereka hendak kembali ke reservoir utama ketika suara lonceng berdentang keras dari kejauhan. Hilde menangkap sebuah bangunan yang tidak asing dari sana, sayup-sayup dentang lonceng terbawa angin hingga jauh. Logo besar setengah sayap Slyph dan lonceng penanda waktu, bangunan beratap tinggi yang menandakan rumah peribadahan.

"Kamu mau ke sana?"

Alicia selalu saja bisa membaca pikirannya.

"Tapi-"

"Aku akan kirim ping ke ketua kelas, kita sudah dapat sampel air mencurigakan dan kita mau coba bertanya-tanya ke pusat kota," jelas Alicia. "Tenang saja, bisa diatur kok."

Hilde membungkuk cukup dalam. "Terima kasih."

"Sudah dibilang, santai saja! Ah, kamu terlalu kaku."


Pada umur berapa manusia akan mencari Tuhan? Hildegard kecil selalu bertanya-tanya demikian ketika Uskup Agung mengajarkannya cara berdoa.

Julukan Kota Suci yang melekat pada nama Norma bukan sekedar julukan.

Konon, setelah Sylph mendarat dan menjadikan lahan gersang ini sebagai wilayah untuk dihuni, Sylph menemukan manusia-manusia pionir di lembah Norma. Sejak saat itu, pencarian spiritual terhadap kekuatan yang mengakar dari alam timbul, dengan Sylph sebagai simbol di Angia. Patung-patung simbolik pun didirikan, nyanyian-nyanyian indah nan agung pun dilantunkan, hingga saatnya manusia-manusia yang tergolong suci dan disucikan menghimpun segala ajaran spiritual tersebut dalam sebuah himpunan suci.

Tuhan-lah yang memberikan rasa aman. Tuhan-lah yang memberikan segala kemudahan. Kita bukan apa-apa tanpa Tuhan. Tuhan-lah yang membimbing kita untuk bisa mencapai Akar. Menguasai sebagian alam untuk kembali menjadi alam.

Ajaran itu terpatri dalam diri Hilde dan tidak ia pertanyakan, sampai ia menyadari bahwa ia sangat, sangat membutuhkan bantuan Tuhan.

Ketika ia diangkat menjadi pemegang pedang suci, ia hanya tahu bahwa Tuhan yang akan menyelamatkannya. Ia harus lebih dekat dengan Tuhan. Ia harus mencari Tuhan. Ia harus meminta agar Tuhan menyelamatkannya.

Menyelamatkannya dari dirinya sendiri. Dari 'kotoran' yang menodai bilah yang gemilap.


Alicia tidak pernah mengganggunya kalau ia meminta waktu untuk berdoa, sama seperti sekarang.

Kota Barrows berdiri mengerucut seperti susunan menara kartu, gedung lonceng dan gedung kantor walikota berada di pucuk teratas dan sangat mudah ditemukan dari sisi mana saja.

Mereka sampai di depan rumah peribadahan yang tengah kosong saat angin berhembus sangat kuat menuju arah timur, di saat mereka bertemu pandang dengan dua orang yang baru saja keluar dari kantor walikota Barrows.

"Putri, Lucia! Hai!"

Alicia menyapa mereka dengan semangat, sementara Hilde sekedar membungkuk hormat. Mata ambernya dibawanya menjauh dari sorot biru yang mencari.

"Kalian kenapa di sini? Bukannya ini wilayah Kelompok Barat?" tanya Eris.

"Ah, Hilde bilang dia mau coba berdoa di sini." Alicia menunjuk rumah peribadahan. "Kalian menemukan sesuatu yang aneh dari kantor walikota?"

Lucia menjawab, "Ada laporan mengenai tingkat kabut yang tidak biasa di sekitar kota."

"Ohh, terdengar mistis~"

Hilde tidak memperhatikan pembicaraan mereka atau antusiasme Alicia, sekali lagi ia mencoba memandang Eris, menunduk pendek dengan kepalanya, dan segera berjalan pergi memasuki rumah peribadahan, hirau akan senyum kecil nan getir yang ditampilkan Eris.

Doa yang ia panjatkan sama seperti biasa, dan ia mengulang kembali ikrar yang terus-menerus ia ucapkan sejak pertama kali ia menerima pedang suci itu dan mengemban beban takdir.

Untuk mereka yang telah tiada. Untuk mereka yang berada di jalan-Nya. Untuk mereka yang gugur bersama tugas dari-Nya.

Merdekakan tanah Norma dari darah-darah yang angkuh nan kejam, dari Kejayaan Hampa yang menggerogoti Tanah Para Peri.

Darah harus dibayar darah. [ ]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro