Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

III. | Sekolah Militer Dresden

Kota Folia mungkin terlihat lebih kecil dari Kota Nelayan, tapi gegap gempita kota itu pagi ini seperti sebuah festival.

Jalan-jalan paving block yang semula tampak monoton kemarin terlihat mengkilap tertimpa sinar matahari. Sepertinya dipercantik dengan menggunakan sihir, karena batu-batu itu terlihat berbeda. Kilaunya lebih tajam, ada juga dari batu-batu itu yang tampak berwarna. Ann tidak terlalu memperhatikan adanya banner-banner Provinsi Leanan yang berwarna biru terpampang kemarin bersamaan dengan bendera warna-warni. Seakan-akan pagi itu jalanan terasa hidup demi menyambut hari yang baru. 

Banyak orang memadati jalanan kota dari pagi, tampak mereka datang dari stasiun dan langsung menuju ke arah Sekolah Militer Dresden. Sebagian mereka tampak mengenakan gaun mewah dengan gelimang emas yang kentara. Ada juga dari mereka yang sering Ann lihat di jalanan Kota Nelayan, para pedagang berpakaian gaun atau setelan terbaik mereka yang warnanya sudah mulai pudar. Mereka selalu membawa tas berisi dagangan mereka walaupun ini adalah perkumpulan untuk orang tua murid, sepertinya.

Oke, ini bukan saatnya melihat-lihat suasana di sekitarnya karena Ann bangun cukup telat. Dia hanya punya waktu lima belas menit sebelum jam tutup gerbang menurut buku panduan siswi.

Dari Asrama, pintu gerbang utama Dresden memang dekat. Mungkin lima menit kalau dia bisa berlari lebih cepat dari biasanya, atau tidak sengaja menyenggol beberapa tamu umum yang berbaris di pagar sebelah kiri.

Di pelataran utama sekolah, ada tiga meja putih disediakan, masing-masing diisi oleh tiga orang wanita dengan bros penanda bertuliskan ‘ADMINISTRASI’ tersemat di dada mereka. Salah satu dari mereka, wanita tegap dengan kacamata hitam tebal, mengernyit melihat Ann.

“Hampir telat, Calon Kadet Knightley.” ucapnya sinis. “Berikan Cincin Peri milikmu dan cepat lari ke ruang auditorium.”

Ann segera melepas cincin yang dipasang di jari manis tangan kanannya ke kotak yang sudah disediakan. Petugas administrasi di sebelah ujung kanan mengarahkannya ke pintu masuk sekolah dan menuju ruang auditorium yang letaknya terpisah dari gedung utama. Lorong-lorong dengan tiang putih menjulang serasa sangat sepi dengan hanya gema langkahnya dan petugas

Cincin Peri, alat serbaguna yang digunakan para pengguna sihir utama dan juga praktisi teknologi masa kini. Hampir semua orang memiliki Cincin Peri saat ini, terutama mereka yang akrab dengan sihir atau lingkungan militer. Tidak hanya digunakan ketika merapalkan energi sihir, Cincin Peri juga berguna sebagai alat komunikasi jarak jauh dan akses sumber geografis daerah setempat. 

Menurut surat perjanjian sekolah, Cincin Peri para siswi, selain ditambahkan data identitas sekolah, akan dipasang sebuah skema teleportasi yang dikhususkan untuk murid Dresden. Pelacak itu juga akan membantu membawa siswi-siswi yang tersesat atau hilang, katanya.

Cincin Peri milik Ann sebenarnya adalah bekas dari ketua barak Kota Caelia. Ia memberi Ann sebuah Cincin Peri sekedar untuk membantunya ketika menjadi lawan tanding beberapa tentara yang butuh latihan, tidak ada fungsi lain. Ann baru saja tahu kalau ia bisa melihat peta, atau bertukar pesan dan menelpon seseorang asal ia memiliki kode komunikasi yang sesuai setelah membaca buku petunjuk penggunaan Cincin Peri yang ada bersama buklet-buklet sekolah. 

Kakaknya berharap kalau Ann akan mendapat Cincin Peri baru dengan bersekolah di Dresden. Tapi, melihat cincin miliknya diambil barusan, tampaknya ia tidak akan mendapat fasilitas demikian. Mungkin cincinnya akan sekedar mendapat update terbaru.

Ann sampai di ruang auditorium, tepatnya dari pintu kecil yang terletak di samping pintu kayu besar yang tampak merupakan pintu masuk utama. 

Auditorium berlantai kayu legam itu terlihat cukup luas untuk menampung seluruh siswi tahun ajaran tersebut, membuat podium tinggi bertahtakan bunga yang terletak di sebelah utara ruangan terasa eksklusif dan jauh.

Ann mengambil duduk di salah satu kursi yang belum terisi dekat tempatnya masuk. Siswi di kanan dan depannya duduk dengan tegap. Ia baru menyadari hingga nanti kalau warna dasi mereka berbeda. Ann mengenakan dasi merah, sementara kebanyakan yang ia lihat saat ini punya dasi berwarna biru atau hijau. 

"... Berikutnya, akan ada kata sambutan dari murid baru yang disampaikan oleh perwakilan murid."

Ann akhirnya menemukan seseorang dengan warna dasi yang sama dengannya dan siswi itu ada di atas podium. Rambut peraknya terlihat sangat mencolok, kontras dengan matanya yang tampak menyala merah dan kulitnya yang cukup pucat. Senyumnya runcing, sorot matanya jelas menampakkan kepercayaan diri yang luar biasa.

Ketika ia bicara, bahkan Ann tidak merasa ada sedikitpun rasa ragu dirasakan olehnya. Ia sudah tahu apa yang akan disampaikan. Caranya berbicara tidak terbata seakan telah mengulang naskah pidato dadakan berulang-ulang.

"Saya Karen Ray. Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk mendapat kesempatan mewakili siswi-siswi baru dalam memulai tahun yang baru di Dresden." ia membuka. 

“Bagi saya, menjejakkan kaki di Angia adalah tantangan terbesar yang saya ambil. Saya tidak menyangka bisa menjadi bagian sekolah militer yang sering disebut-sebut bergengsi di Angia, yaitu Dresden.

"Dresden memiliki standar yang tinggi, walau bukan berarti dengan demikian, kita secara langsung dianggap tinggi. Kita semua tetap harus berusaha semaksimal mungkin untuk menonjolkan potensi kita untuk berguna bagi bangsa ini. Sekian."

Tepukan riuh mengisi ruangan selepas pidato singkat barusan. Ann mengikuti tepukan dengan setengah hati. Prosesi acara pembukaan itu masih berlanjut dengan sambutan kepala sekolah, lalu ditutup dengan perkenalan para staf-staf inti sekolah, juga Instruktur bagi tiap-tiap kelas.

Dresden memiliki 3 kelas: Kelas Tiga, Kelas Enam, dan Kelas Sembilan. Nama-nama itu memang terdengar ganjil, karena nomor-nomor kelas lainnya dipegang oleh kelas unggulan khusus laki-laki di Akademi Maritim Nix. Ann tidak terlalu hafal penjelasan yang ada di buklet pengenalan, jadi ia bersyukur paling tidak mereka mengulanginya lagi saat perkenalan barusan.

Kelas Tiga adalah Sains Militer. Pelajaran yang paling banyak akan diulas di kelas ini adalah teknologi-teknologi seputar kemiliteran, mulai dari senjata-senjata baik yang manual maupun elektronik, juga teknik untuk melakukan maintenis pada Warden - sebuah robot raksasa dengan sistem pengendali manusia - dan tank sekalipun.

Kelas Enam adalah Ekonomi Militer. Sesuai namanya, Kelas Enam akan bergelut banyak di seputar pembiayaan militer, cara-cara untuk membangun kamp darurat, hingga analisis kasar mengenai total ongkos belanja ketika terjadi kasus darurat militer tertentu.

Kelas Sembilan adalah Operasi Militer. Merupakan kelas yang ditujukkan untuk membentuk penggawa militer yang serba bisa. Berbeda dengan Akademi Nix yang akan menumbuhkan orang-orang yang akan bekerja dalam tim, Dresden membuat para pemimpin-pemimpin itu sendiri. Yah, itu menurut penjelasan yang ada, tapi Ann merasa ia kurang paham apa yang akan diajarkan di Kelas Sembilan sebenarnya.

Setelah kepala sekolah menutup acara tersebut dan menghilang dari podium bersama para Instruktur, salah satu staf yang Ann lihat di meja resepsionis naik ke mimbar untuk menyampaikan pengumuman.

"Para siswi diharapkan melihat pembagian kelas di papan yang telah disediakan di luar auditorium, terima kasih."

Ann pun menunggu rombongan siswi-siswi berkurang lebih dari setengahnya sebelum ia turut mencari namanya di papan yang terletak di luar auditorium.

Berbeda dengan pemandangan luar sekolah yang didominasi oleh pilar dan lantai batu teratur, lingkungan sekolah Dresden begitu asri dengan adanya pohon-pohon besar tepat di luar wilayah auditorium. Terdapat lorong panjang dengan penyangga besi yang berlawanan dari tempat Ann masuk, jalanan itu pun dihiasi oleh tanaman-tanaman hijau merambat yang rimbun menjadi atap lorong. Papan yang dimaksud staf berada di ujung lorong, sebuah perempatan bercabang menuju gedung-gedung lain di sekolah tersebut.

Melihat banyak sekali kepala yang memenuhi papan, Ann memperlambat langkah, menunggu kerumunan kian menipis. 

Tiga papan berdiri tegak dengan tempelan nama untuk masing-masing kelas. Tulisan nama-nama itu tampak sangat kecil dari lautan kepala, Ann hanya bisa menunggu.

Di sebelahnya, tengah berdiri gadis pendek dengan surai pirang panjang yang dikepang. Ia jauh lebih pendek dari anak-anak lain, sekitar mungkin sebahu Ann. Gadis itu terus berjinjit dengan mata galaknya memicing menuju papan, usaha yang menurut Ann sangat tidak berguna. 

"Apa, kamu nggak bisa menemukan namamu, pendek?"

Gadis itu segera memutar kepala, mengalihkan segala ekspresi kecutnya ke arah Ann. "Tidak sopan!"

"Memang tidak," Ann mengedikkan bahu santai. Toh itu kenyataannya, bukan? "Tapi aku serius, kamu bisa lihat namamu tidak? Bisa kucarikan."

"Tidak, terima kasih. Aku sudah menemukannya. Permisi."

Ann bahkan belum sempat menyuarakan kalau dirinya yang setinggi itu saja belum bisa melihat namanya, tetapi ya sudahlah. Gadis itu sudah pergi dengan langkah cepat dan dada membusung kesal, entah ke mana.

Setelah hampir separuh lebih siswi telah menyingkir dari papan, Ann dapat dengan leluasa mencari namanya. Melihat susunan nama sesuai dengan alfabet, Ann mencari namanya di deret paling atas dari ketiga kertas itu. 

Ia menemukan namanya di baris ketiga pada kertas ketiga - di bawah nama ‘Alena Valerian’ dan ‘Alicia Curtis’, Kelas Sembilan.

“Kelas Sembilan?” Ann bergumam. “Bukannya itu tadi kelas aneh yang …?”

Ann mengedarkan pandang ke beberapa murid yang masih mengobrol di sebelahnya. Mereka menunjuk nama masing-masing di papan Kelas Enam. Warna dasi yang mereka kenakan berbeda dari Ann, mereka memiliki dasi biru sementara Ann punya dasi merah.

Kalau Ann tidak salah ingat, Florence yang ia temui di perjalanan menuju asrama mengenakan dasi merah, begitu juga Karen Ray Spriggan yang barusan menjadi perwakilan murid untuk pembukaan.

“Lalu, si pendek tadi-”

Belum sempat ia menuntaskan jalan pikirannya, kotak interkom yang terletak di percabangan jalan mendengungkan nada musik panjang. Pengumuman tambahan, sepertinya. Entah apa yang kurang dari acara yang cukup padat di auditorium tadi.

"Perhatian kepada siswi-siswi calon Kelas Sembilan, sekali lagi kepada siswi-siswi calon Kelas Sembilan. Diharapkan untuk berkumpul di Arena dalam sepuluh menit. Terima kasih." [ ]

---

Bagian berikutnya: 05 April 2021

Bila anda memiliki kesan dan pesan namun tidak punya akun Wattpad/ingin anonim, bisa disampaikan melalui bit.ly/poisontravelerbox

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro