Perjalanan Ketujuh: Profesi Multitalenta.
Sebenarnya, menjadi penulis bukanlah keinginanku. Menjadi ilmuwan juga bukan keinginanku. Apalagi menjadi penerjemah bahasa asing. Sama sekali bukan keinginanku.
Aku menjadi penulis karena mendiang kakekku sangat bercita-cita menghasilkan karya tulis yang brilian. Sebagai cucu yang baik, aku pun memenuhi permintaannya.
Kemudian ilmuwan. Sebenarnya tak bisa dikatakan bahwa aku seorang ilmuwan resmi. Aku hanya seorang remaja tanggung yang gemar bereksperimen karena saat aku kecil hingga remaja, mendiang Mama senang mengajakku bereksperimen. Kadang membuat ramuan untuk menurunkan hujan. Atau membuat penemuan unik yang dapat mencongkel upil di lubang hidungmu, misalnya.
Mama ingin melihatku menjadi ilmuwan. Maka, aku pun terus bereksperimen.
Dan penerjemah. Aku jamin ini terakhir kalinya aku memenuhi permintaan orang lain yang sudah meninggal karena aku sudah tidak punya orang lain lagi yang dekat denganku.
Mendiang papalah yang menyuruhku untuk menjadi penerjemah bahasa asing. Entah itu bahasa alien, bahasa kodok, sampai bahasa bakteri. Kemampuan Papa dalam menerjemahkan berbagai bahasa sepertinya menurun padaku.
Oh, tapi tentu saja ini juga terjadi karena aku genius. Aku bisa menjalankan berbagai profesi sekaligus.
Aku menulis karena kakekku. Aku bereksperimen karena mamaku. Juga aku menerjemah karena papaku.
Tapi sekarang, aku tidak punya siapa pun. Tidak ada yang membaca karya-karyaku lagi. Tidak ada yang mau mencoba hasil eksperimen maupun penemuanku. Dan tidak ada yang mau berbicara dengan penerjemah semua bahasa sepertiku.
Aku tidak punya apa-apa. Aku tak punya keluarga. Aku tak punya fans, teman, atau siapa pun. Pun aku kehilangan tujuan hidupku selama dua tahun.
Mengurung diri di kamar adalah pilihan tepat. Untungnya aku menyetok puluhan mie dan ratusan minuman kaleng dan kotak di rumahku agar aku tidak perlu keluar rumah. Namun, suatu ketika, makanan dan minuman yang kustok habis dan mengharuskanku pergi ke luar. Mau tak mau, aku berjalan dengan takut-takut meski cuma pergi ke supermarket yang jaraknya hanya beberapa langkah dari rumahku.
Padahal aku sudah memakai celana panjang hitam, hoodie hitam, masker hitam, dan kacamata hitam. Tapi, tetap saja, sialnya, ada satu orang yang mengenalku.
"Kau Ao, bukan? Si penulis, ilmuwan, dan penerjemah itu?"
Pertanyaan tepat sasaran dari seorang gadis berambut magenta dan bersetelan biru membuatku menunduk dalam-dalam, enggan untuk menggeleng maupun mengangguk.
"Ikut dengan saya menjelajah Poiesis, yuk! Kemampuanmu yang hebat pasti akan berguna sekali."
Orang ini ... padahal aku baru melangkah berbalik, tapi seakan dalam kendalinya, aku kembali berbalik menghadapnya dan mengangguk.
"Baiklah, aku akan ikut denganmu."
Penyihir sialan!
Fin.
Day 7: buat cerita berdasarkan profesi/jurusan saat ini.
Ada yang bisa nebak apa?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro