Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#6 THE PLAN

*** Previous chapter ***

"Gue ke sini sebenarnya mau bahas soal konten Hantu Sofia yang lagi viral itu sama lo," jelas Kairo akhirnya.

Alis Berlin terangkat. "Jadi, sekarang lo udah percaya kalau gue Briska?" tanya Berlin sambil menunjuk dirinya.

Kairo diam sesaat, lalu dia teringat perkataan Sofia tentang Berlin kemarin. "Gue percaya," jawab Kairo dengan anggukan. "Dan sekarang, justru gue yang butuh bantuan lo," lanjutnya lagi.

***

CHAPTER #6 THE PLAN

Kairo bergidik. "Ini gila, sih. Orang-orang itu ngetik nggak pakai otak apa gimana?" gerutunya sambil mengembalikan ponsel Berlin.

"Banyak yang lebih parah dari itu," tukas Berlin diikuti desahan napas berat.

"Terus itu yang ngancam-ngancam mau cari lo dan bongkar identitas lo, nggak habis pikir gue!" sentak Kairo penuh emosi.

Berlin mengangkat bahunya pasrah. Cewek itu menunduk lesu.

"Lo baik-baik aja, Ber?" tanya Kairo. Cowok itu tak bisa membayangkan perasaan Berlin saat membaca semua komentar kejam itu.

Berlin tersenyum tipis. "Nggak apa-apa."

Kairo tahu Berlin berbohong. Cewek itu pasti hanya berusaha agar terlihat kuat.

"Ngomong-ngomong, soal suara yang terekam di podcast lo, itu emang benar, kok, suara Sofia, hantu yang lagi lo bahas," jelas Kairo.

"Jadi, itu beneran Sofia?" Berlin terperangah.

Kairo mengangguk. "Dia selama ini sering ngikutin gue. Kemarin gue coba memastikan, dan benar, itu suara dia."

"D-dia datengin lo juga?" tanya Berlin serius. Mata cewek itu membulat.

Berlin memang tertarik dan memercayai hal-hal yang berkaitan dengan misteri, horor dan semacamnya. Itu alasan dia membuat podcast bertema misteri. Hanya saja, cewek itu belum pernah bersinggungan langsung dengan hal-hal seperti itu sebelumnya. Suara misterius yang terekam di podcast-nya adalah pengalaman mistis pertamanya.

"Iya. Dia minta bantuan gue buat ngomong ke lo, kalau yang ada dalam rekaman lo itu benar suara dia. Dan, dia butuh bantuan lo."

"Wow," bisik Berlin takjub. "Tapi, Kai. Tetap saja, gimana caranya buat buktikan ke publik kalau itu bukan setting-an?" tanyanya kemudian.

"Kasih tahu aja apa adanya, Ber. Kalau memang itu bukan setting-an," saran Kairo. "Setting-an atau tidak, sebesar apa pun lo berusaha membuktikan, pasti ada aja yang bakal nggak percaya."

Berlin mengangguk-angguk paham.

"Hadapi, Ber," tambah Kairo.

"Terus kenapa Sofia minta bantuan gue?" tanya Berlin lagi. "Maksud gue, apa hubungannya antara podcast gue dan bantuan yang diminta Sofia?"

Kairo mencondongkan tubuhnya ke depan. Kedua tangannya mengepal, menopang dagu. Cowok itu berpikir sejenak, mencoba menyusun penjelasan sederhana agar bisa dimengerti Berlin.

"Di podcast, lo bilang, mayat Sofia ditemukan di gedung belakang sekolah dalam keadaan mengenaskan." Cowok itu menjabarkan satu per satu akar masalahnya sejak awal.

Berlin mengangguk-angguk.

"Tapi, karena nggak ada bukti yang cukup, kasus Sofia ditutup sebagai kasus bunuh diri. Ya, kan?"

Berlin mengangguk-angguk lagi.

"Nah, dari situ aja udah bisa ketahuan, kan, kalau sebenarnya kasus ini belum selesai." Penjelasan Kairo terhenti karena lagi-lagi kepala Berlin mengangguk-angguk. Cowok itu jadi salah fokus karena wajah Berlin yang sedang serius menyimaknya itu tiba-tiba saja terlihat imut.

Setelah berdeham untuk mengembalikan fokus, Kairo kembali menjelaskan. "Gimana kalau ternyata Sofia nggak bunuh diri? Gimana kalau ternyata dia dibunuh?" Mata Kairo menyipit, dan cowok itu memain-mainkan intonasi bicaranya seperti yang biasa dilakukan Berlin jika membawakan cerita di podcast.

Berlin pun terbawa suasana. Seketika bulu kuduknya meremang. "Artinya pembunuh Sofia yang sebenarnya, masih berkeliaran bebas?" tebak Berlin.

Kairo menjentikkan jari di depan wajah Berlin. Cewek itu mengerjap-ngerjap kaget.

"Tepat, Ber! Dengan menemukan jawabannya, kita bisa bantuin Sofia untuk melanjutkan perjalanannya," jelas Kairo. "Selain itu, dengan menemukan fakta tentang kematian Sofia, lo bisa membuktikan kalau podcast lo bukan setting-an. Semoga setelah itu komentar-komentar kejam dan ancaman ke lo berhenti, dan lo bisa podcast-an lagi dengan tenang."

Berlin merenungi kata-kata Kairo. Cewek itu memang tidak ingin kehilangan Caser. Mereka selama ini sudah dianggapnya sebagai pengganti teman yang tidak dia punya di kehidupan nyata.

Berlin senang menjadi seorang Briska yang podcast-nya selalu dinantikan. Dia bahagia karena akhirnya, sebagai Briska, dianggap penting oleh orang lain. Berbeda dengan Berlin yang selalu diabaikan dan dituntut orang tuanya untuk menjadi seperti kakaknya yang berprestasi. Padahal, mereka tahu otak Berlin tidak sepintar itu.

Berlin menghela napas panjang. Cewek itu melirik Kairo yang sedang menunggu komentarnya.

"Kalau gitu, kita tinggal tanya aja, kan, ke Sofia? Dia bunuh diri atau dibunuh?"

"Nggak segampang itu, Ber. Masalahnya, ingatan Sofia hilang. Dia nggak tahu mati kenapa. Dia tahunya, waktu sadar, dia udah tinggal di sekolah kita."

Berlin paham. Sejak dia melakukan riset tentang Sofia, cewek itu sudah menaruh simpati terhadap sosok cewek yang kematiannya masih misterius itu. Penjelasan Kairo barusan semakin membuatnya merasa kasihan.

"Sofia bilang, ingatannya perlahan-lahan balik waktu dia ketemu lo. Secara nggak langsung, lo udah bantu dia. Berkat Podcase, kasus Sofia yang udah lama terkubur itu, jadi muncul lagi ke permukaan," jelas Kairo.

Berlin menatap Kairo lekat-lekat, seolah-olah ingin lebih diyakinkan lagi.

"Gimana, Ber? Dengan mengungkap misteri kematian Sofia, kita bisa menyelesaikan dua masalah sekaligus. Masalah Sofia dan masalah lo. Tiga, malah, karena setelah masalah ini selesai, lo nggak akan gangguin gue lagi soal masalah ini dan gue bisa kembali pura-pura nggak bisa lihat mahluk halus."

"Ih, kan gue udah bilang, lupain apa yang gue omongin siang itu. Lagian videonya udah gue hapus," rengek Berlin.

Kairo tertawa geli karena berhasil menggoda Berlin.

Berlin berpikir sejenak. Kairo benar, jika dia bisa membuktikan bahwa kasus Sofia benar-benar ada dan bukan setting-an, kepercayaan Caser pasti akan kembali. Dan, kanal Podcase yang sudah dia kerjakan dengan keras selama ini, tidak akan kehilangan hati pendengarnya.

Berlin akhirnya mengangguk yakin. "Oke. Gue mau bantuin. Jadi, kita bisa mulai dari mana?" tanya Berlin antusias.

"Podcase," jawab Kairo singkat.

"Hah, Podcase?"

"Iya. Podcase."

***

"Gaes, gaes! Briska update Podcase! Briska update Podcase!"

Baru datang, Ilham sudah membuat gempar seisi kelas. Pas sekali waktunya karena jam pelajaran pertama sedang kosong. Seketika anak-anak yang mengikuti berita tentang Briska mengambil posisi. Ada yang khusyuk mendengarkan sendiri di bangkunya. Ada yang bergerombol di bangku paling belakang, mendengarkan dari pengeras suara bersama-sama.

Kairo yang sedang fokus mengerjakan tugas di bangkunya pun berhenti sejenak. Cowok itu menengok ke deretan belakang mencari-cari Berlin. Ketika tatapan Kairo dan Berlin bertemu, cowok itu mengangkat alis, memberi kode kepada cewek itu.

Berlin membalas Kairo dengan kode yang sama. Tandanya, rencana pertama mereka sudah berjalan. Kemarin, Kairo meminta Berlin mengunggah episode baru Podcase untuk memancing kembali pembicaraan tentang Hantu Sofia.

"Good job!" Kairo menyebutkan kalimat itu hanya dengan gerakan bibir. Belum sempat melihat reaksi Berlin, bangku Kairo diserbu gerombolan Bagong yang rusuh.

"Minggir, minggir! Geser, Kai! Geser!" seru Bagong mendesak Kairo ke pojok. Ketua kelas XI IPS 1 itu memaksa duduk di bangku Kairo. Mau tidak mau Kairo menggeser pantatnya setengah untuk memberi tempat.

"Duh, Gong! Apaan, sih?!" protes Kairo.

Kemudian Ilham menyusul. Leo dan Saipul pun ikut serta berkerumun di bangku Kairo. Ditambah lagi Aska dan Jojo di bagian depan meja.

"Pada ngapain sih, woy!" teriak Kairo.

"Diam dulu, Kai! Mau dengerin podcast Briska ini!" sahut Leo.

"Kan bisa dengerin di bangku sendiri-sendiri. Geser dikit, Gong, gue kejepit!"

Tentu saja seruan protes Kairo diabaikan anak-anak itu.

"Ssst! Berisik lo, Kai. Mulai nih, mulai!" bentak Ilham.

Kairo menyerah. Cowok itu pada akhirnya hanya bisa pasrah kebagian duduk hanya setengah. Mau keluar dari sana pun sulit karena ada Aska dan Jojo yang memblokir jalan.

"Hai, ini Briska." Sapaan khas Briska terdengar.

"Wooo!" Gerombolan rusuh itu kompak berseru dan bertepuk tangan.

"Ssst!" desis Bagong karena teman-temannya mulai berisik.

"Wah, kangen gue sama suara Briska," tukas Ilham si penggemar berat Briska. Kairo refleks menoyor kepala cowok itu dari belakang.

"Sebagai penyiar Podcase, gue ingin mengklarifikasi beberapa hal yang terjadi belakangan ini, yang berkaitan dengan podcast yang gue unggah. Tentang suara yang nggak sengaja terekam dan juga spekulasi yang muncul tentang Hantu Sofia."

Keributan di antara para gerombolan rusuh mereda. Semua fokus mendengarkan podcast Briska, termasuk Kairo.

"Suara dalam podcast gue di episode 23, menit 15.55, bukan setting-an. Gue ulangi sekali lagi. Bukan setting-an."

Terdengar helaan napas panjang dari Briska setelah itu. Kairo bisa merasakan emosi yang dialami Berlin dibalik suara Briska. Cewek itu pasti lelah sekali menghadapi komentar-komentar jahat.

"Mungkin gue nggak bisa membuktikan secara teknis, tetapi gue pastikan bahwa rekaman itu bukan rekayasa. Banyak banget komentar memojokkan dan menuduh yang gue terima. Dan gue akui, gue sempat drop karena itu. Gue menghilang sementara kemarin dan mengarsipkan konten tersebut, karena butuh ketenangan."

Di dalam kelas, terdengar suara kasak-kusuk yang cukup keras.

"Wah, kasihan ya," ujar Bagong.

"Jahat, nih, yang komentar-komentar jelek," sahut Ilham.

Kairo menyimak pendapat teman-teman di sekitarnya. Ada yang setuju dengan Briska, ada pula yang masih terlihat meragukan.

"Gue juga mau mengklarifikasi beberapa komentar yang mengatakan, gue sok tahu karena telah berani membawakan kisah ini. Nggak ya, gue bukan sok tahu. Karena gue juga bersekolah di SMA itu. Dan gue melakukan riset. Gue bisa buktikan bahwa kasus ini benar-benar ada. Bukan ngarang atau mitos."

Kairo tersenyum tipis mendengar suara Berlin sebagai Briska. Cowok itu mengakui, Berlin di podcast itu terlihat lebih berani dan peduli dibanding kenyataannya sehari-hari.

"Well, Caser, tapi berkat podcast tentang Sofia, gue justru mendapat petunjuk bahwa kasus Sofia memang belum benar-benar selesai. Gue punya beberapa fakta yang menunjukkan bahwa gadis malang itu belum tentu meninggal karena bunuh diri. Dan, gue akan coba untuk mencari tahu lebih jauh. Stay with me, Caser. Sampai gue bisa benar-benar mengungkap kasus ini, dan ngucapin Case closed."

Kalimat Briska ditutup dengan musik instrumen bernada misterius, tanda bahwa Podcase berakhir. Seisi kelas sibuk berdiskusi dan saling memberi pendapat.

"Gue percaya sama Briska!" seru Ilham keras sambil mengepalkan tangan ke udara.

"Kita sebenarnya boleh nggak, sih, bahas kasus ini. Kan aib sekolah?" timpal Bagong.

"Jangan keras-keras makanya," sahut Saipul.

Kairo tersenyum, kini semua orang semakin penasaran dengan kasus Sofia. Rencananya dengan Berlin berhasil. Cowok itu lantas mencari Berlin di bangkunya, tetapi cewek berkacamata itu sudah tidak ada di sana.


***


Mimpi itu datang lagi.

Rooftop gedung sekolah. Angin kencang. Dan, dirinya yang berdiri di pinggir gedung. Ketika dia mencoba berbalik, seseorang mendorongnya. Lagi. Dan dia terjatuh. Namun, dia terbangun sebelum tubuhnya berhasil mencapai tanah dan hancur.

Cuma mimpi, Ber. Cuma mimpi!

Berlin berhasil bangun. Namun, saat dia membuka mata, di depannya berdiri sosok bayangan hitam. Susah payah Berlin mencoba membuka mulut untuk berteriak, tetapi suaranya tertahan di tenggorokan. Tubuhnya menegang. Dia tak bisa bergerak.

Cewek itu mencoba berteriak sekali lagi. Sekuat-kuatnya. Sosok itu tetap tak mau pergi dari hadapannya. Justru semakin mendekat, mendekat, dan mendekat. Sampai Berlin bisa merasakan hawa panas dari sosok itu hampir menyentuh kulitnya.

Teriakan Berlin semakin kencang. Seseorang akhirnya datang membuka pintu kamar. Itu Jodi, papi Berlin.

"Berlin, bangun, Nak! Kenapa teriak-teriak?"

Saat dia bisa mendengar suara papinya dengan jelas, perlahan-lahan seluruh otot tubuhnya yang kaku mengendur. Dia bangkit dan segera menghambur ke pelukan Jodi.

"Udah, udah, cuma mimpi, cuma mimpi," hibur Jodi sambil mengusap-usap punggung Berlin lembut.

Berlin yang sudah merasa lebih tenang, mengangkat kepalanya dari pundak Jodi. Saat itu dia baru menyadari bahwa sosok tadi masih ada. Dia bisa menangkap bayangan sosok itu dari sudut matanya.

Jantung Berlin berdebar. Sosok yang tadinya hanya berupa bayangan itu kini menjadi semakin jelas. Berwujud seorang gadis berseragam sekolah yang berdiri di belakang pintu, di sudut kamar Berlin.

Buru-buru Berlin melepas pelukannya dari Jodi, dan mengambil kacamata di meja belajar. Ketika kacamatanya terpasang dan pandangannya menjadi lebih jelas, Berlin melihat ke arah pintu kamarnya sekali lagi. Sosok gadis berseragam itu telah lenyap.

*** to be continue ***

Lia Speaking~

Annyeong! Caserdeul~ Ini adalah chapter pertama Podcase di tahun 2022, yeaay! Kalian apa kabar? 

Siapa di sini yang pernah tindihan atau eureup-eureup kayak yang dialami Berlin? Cerita dong! 

Gimana kesan baca Chapter 6? Semoga semakin seru, ya~ 

Caser, karena sekarang udah masuk bulan Januari, berarti nggak lama lagi Podcase udah mau terbit dan beredar di toko buku, yeay! 

Yang udah ngikutin Podcase dari Februari tahun lalu, masih inget nggak hashtag kita? 

#KawalPodcaseSampaiTokoBuku ^^

Kira-kira, nanti kalian bakal beli Podcase versi cetaknya, nggak? 

Oke, Caser. Hari ini segini dulu, ya. Kita ketemu lagi di Chapter 7 hari Jumat nanti. 

Terima kasih juga buat yang sering ninggalin komentar, seru banget bisa komunikasi langsung sama kalian.

Jangan lupa vote, komen, dan share ke temen-temen kamu kalau kamu suka sama ceritanya ^^

Kasih cinta banyak-banyak buat Kairo, Berlin dan Sofia. Terima kasih.

See yaaa...

Jangan lupa jaga kesehatan.

Sayang kalian semua :*

Love you to the bone,

Lia Nurida

#KawalPodcaseSampaiTokoBuku

IG Penulis: lianurida
Wattapad Penulis: lianurida

Song of The Day:  Ateez - Inception 

https://youtu.be/2NArH91kHoQ

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro