Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#5 THE MISSION

*** Previous chapter ***

"Kai, cewek itu tahu tentang kematian gue. Bantuin gue ngobrol sama dia. Gue harus tahu, gue mati kenapa? Gue nggak mau gentayangan kayak gini selamanya!" seru Sofia.

Saat mengatakan kalimat terakhir, nada suara Sofia berubah menjadi geraman. Emosi dan amarah menguasai sosok hantu tersebut. Wujudnya pun berubah, dari sosok cewek SMA berseragam yang cantik, menjadi sosok wanita menyeramkan. Tubuh Sofia meninggi, kulit wajahnya yang pucat mengeriput, dan matanya merah menyala.

Kairo terbelalak. Mulutnya menganga, tak bisa mengeluarkan suara. Cowok itu terseok-seok mundur hingga menabrak dinding di belakangnya.

Sofia yang sadar sudah membuat Kairo takut, perlahan-lahan kembali ke sosoknya semula. Hantu cewek itu mendekati Kairo yang gemetaran.

***

CHAPTER #5 THE MISSION

Kairo demam.

Cowok itu terlalu shock melihat perubahan wujud Sofia kemarin. Meskipun dia sudah terbiasa melihat wujud-wujud aneh dan seram makhluk tak kasatmata lainnya, tetap saja, diserang tiba-tiba oleh hantu cewek emosional ternyata lebih menakutkan. Tubuh Kairo langsung lemas saat itu. Setelah Sofia meminta maaf dan kabur, Kairo terpaksa menelepon Egypt untuk menjemputnya pulang.

Gara-gara kondisinya yang lemah, pendengaran dan penglihatan Kairo menjadi semakin sensitif. Semalaman dia nyaris tidak tidur karena mendengar suara-suara berisik di telinganya dan bayangan-bayangan berseliweran di depan jendela kamar. Menjelang subuh Kairo baru bisa tertidur. Mamanya memaksa cowok itu untuk tidak masuk sekolah karena saat pagi, demamnya semakin tinggi.

"Yo, nanti ke dokter, ya," bujuk Asri, mama Kairo, sambil meletakkan nampan berisi makan siang dan vitamin di meja belajar anaknya. Wanita berusia pertengahan empat puluhan itu mendekat ke tempat tidur Kairo karena cowok itu tidak menjawab.

"Kayo!" Asri kembali memanggil Kairo dengan nada lebih tinggi menggunakan nama kecil cowok itu.

Kairo kecil tidak bisa menyebutkan namanya dengan benar, sehingga dia memanggil dirinya Kayo. Panggilan itu melekat di keluarganya hingga Kairo sebesar sekarang.

Kairo akhirnya menyibak selimut dan menghadapi mamanya. Wajah cowok itu tampak kuyu dan lingkaran hitam menggantung di bawah matanya.

"Kamu habis ngapain lagi sih, Nak? Ketempelan lagi? Kalau kayak gini terus, Mama beneran mau bawa kamu rukiah lagi, titik!"

"Nggak kenapa-kenapa, Ma!" jawab Kairo kesal. "Cuma kurang tidur sama kecapekan aja," lanjutnya.

Asri keluar dari kamar Kairo sambil mengomel tak henti-henti. Cowok itu sampai menutupi wajahnya dengan bantal agar tidak mendengar omelan mamanya yang berisik. Dia jengkel setengah mati saat mamanya mulai membahas tentang rukiah, rukiah, dan rukiah!

Kalau tahu akan seperti ini, lebih baik Kairo menyembunyikan kemampuannya sejak awal. Mamanya sudah termakan omongan para tetangga dan teman arisannya. Mereka percaya bahwa anak yang bisa melihat hal-hal gaib, pasti karena kerasukan jin dan harus dirukiah.

Sewaktu kecil, Kairo pernah dipaksa orang tuanya untuk menemui seorang pemuka agama untuk dirukiah, gara-gara kepergok ngobrol sendirian. Saat itu, Kairo sedang bermain dengan Roro, hantu anak kecil yang menghuni loteng rumah.

Pemuka agama itu memberikan doa-doa dan air suci. Kairo kecil menangis ketakutan. Apalagi, sejak itu Roro jadi tidak pernah muncul lagi. Kairo jadi sedih.

Rukiah itu memang membuahkan hasil. Sejak itu Kairo tak bisa lagi melihat hal-hal gaib, tetapi hanya bertahan satu-dua bulan saja. Setelah itu, penglihatan Kairo kembali. Dan, justru menjadi lebih jelas daripada sebelumnya. Bonus tambahan, telinganya juga jadi ikut sensitif. Terkadang Kairo bisa mendengar suara mereka, meskipun tidak ada wujudnya.

Satu-satunya yang bisa memahami kemampuannya adalah Om Agra, adik bungsu papanya. Om Agra juga memiliki kemampuan seperti Kairo, bahkan lebih sakti, menurut Kairo.

Waktu Kairo masih kecil, Om Agra berkata kepada Kairo bahwa mereka adalah orang-orang terpilih. Kemampuan itu keturunan dari leluhur. Sekeras apa pun menghilangkannya, pasti akan kembali lagi.

Di mata Kairo, Om Agra adalah sosok panutan. Ketika semua orang tidak memercayai Kairo, Om Agra satu-satunya yang percaya. Hingga hari ini, jika Kairo memiliki masalah yang berkaitan dengan perhantuan, Om Agra tempat Kairo meminta saran. Namun, sejak Om Agra berkeluarga dan tinggal di luar kota, Kairo jarang menghubungi karena segan. Pamannya itu pernah berkata, setelah dewasa, Kairo harus bisa mengatasi masalahnya sendiri.

"Mau nggak mau, orang-orang pilihan kayak kita pasti akan terus bertemu masalah yang membutuhkan bantuan kita. Dan kita harus membantu, Kai," pesan Om Agra. "Remember, Kai. With great power, comes great responsibility," tambahnya.

Nasihat Om Agra itu membuat Kairo kagum dan akhirnya cowok itu selalu mengamalkan pesan dari panutannya itu. Belakangan barulah Kairo sadar, ternyata Om Agra mengutip kalimat itu dari Uncle Ben, paman Peter Parker dalam film Spider-Man.

Kairo tertawa sendiri mengingat kekocakan pamannya itu. Om Agra memang yang terbaik. Gara-gara mengenang Om Agra, Kairo jadi teringat kepada Sofia yang kemarin meminta bantuannya.

Dan Berlin ....

Kairo meloncat dari tempat tidur kemudian mengambil ponsel di meja. Raut wajah cowok itu berubah serius setelah membaca sesuatu dari ponselnya. Tanpa pikir panjang, dia segera mengambil jaket yang tergantung di kursi, lalu memelesat keluar kamar.

"Bang Ejip, pinjem mobil!" teriaknya sambil menyambar kunci mobil abangnya di meja ruang tengah.

***

"Berlin, bangun!" Widya, mami Berlin berseru sambil membuka pintu kamar Berlin dengan keras. "Ada temanmu datang di depan!" lanjutnya.

Seruan itu membangunkan Berlin yang tengah tidur siang. Hari ini dia memang agak kurang sehat, sehingga tidak masuk sekolah.

Sambil mengumpulkan nyawanya perlahan-lahan, cewek itu bertanya-tanya, siapa kira-kira yang datang? Sejak bersekolah di SMA LV, tidak pernah ada seorang pun teman yang berkunjung ke rumahnya. Bahkan Berlin cukup yakin, tidak ada satu orang pun yang tahu di mana rumahnya. Oke, Mutia tahu. Tapi, rasanya mustahil Mutia datang siang-siang bolong pada hari sekolah seperti sekarang. Lalu, siapa yang datang?

Meskipun bingung, Berlin tetap memaksa tubuhnya yang lemas untuk keluar dari kamar. Cewek itu bahkan tidak peduli dengan pakaian yang melekat di tubuhnya. Kaus polkadot biru laut kedodoran dan celana piama motif garis-garis. Kombinasi yang sungguh tidak nyambung.

Berlin berjalan sempoyongan ke ruang tamu. Cewek itu mengintip dari kaca jendela untuk melihat siapa yang datang sambil menggosok-gosok lensa kacamatanya dengan bagian bawah kaus agar bersih.

Begitu kacamatanya terpasang, Berlin akhirnya bisa melihat dengan jelas cowok yang sedang berdiri canggung di teras rumahnya.

"Hah, Kairo?" serunya dengan suara tertahan.

Ada teman sekolah datang ke rumah saja sudah aneh, apalagi yang datang ternyata Kairo. Berlin keluar teras menemui Kairo dengan banyak pertanyaan di kepala.

"Ngapain, Kai? Tunggu, dari mana lo tahu alamat rumah gue?" tanya Berlin kepada Kairo yang bengong karena takjub melihat pakaian dan penampilan Berlin yang ajaib.

"Eh, itu." Kairo malah gelagapan. "Gue lihat di grup kelas tadi lo nggak masuk karena sakit," jawab Kairo jujur.

Berlin bengong mendengar jawaban Kairo.

"Mak-maksudnya, lo ke sini jenguk gue?" tanya Berlin bingung. Cewek itu tidak bisa menemukan jawaban masuk akal dari kepalanya sendiri atas kedatangan Kairo, karena itu dia bertanya secara langsung.

Berlin memperhatikan Kairo dari atas sampai bawah. Cowok itu mengenakan kaus hitam polos yang dibalut jaket denim. Tampak keren. Namun, celana pendek merah jersey Manchester United dan sandal jepit yang beda sebelah, membuat Berlin menahan diri untuk tidak tertawa.

"Sebenarnya, ada yang pengin gue omongin sama lo," jawab Kairo akhirnya.

Berlin mengernyit. Namun, karena wajah Kairo tampak serius, cewek itu akhirnya berkata, "Ya udah, yuk masuk," ajak Berlin.

Kairo melihat-lihat sekeliling ruang tamu rumah Berlin sembari menunggu cewek itu membuat minuman. Ruang tamu yang tidak terlalu luas itu hanya memuat satu set sofa berwarna krem dan bufet besar berisi buku-buku.

Di atas sofa, di dinding sebelah kiri, ada satu foto keluarga dengan bingkai paling besar. Sudah jelas itu Berlin bersama ayah, ibu, kakak perempuan, dan adik laki-lakinya. Cowok itu membatin, wajah Berlin mirip dengan ayah dan adiknya.

Di sebelah dinding yang lain ada foto-foto dengan pigura yang lebih kecil. Mata Kairo menangkap salah satu foto sekelompok orang dengan tulisan "Family Gathering Yayasan Lentera Victoria" di bagian bawahnya.

Beberapa saat kemudian Berlin muncul dengan membawa nampan berisi dua gelas sirup dingin.

"Bokap lo kerja di Yayasan LV?" tembak Kairo langsung.

Berlin mengangguk. "Itu makanya gue bisa sekolah di sekolahan mahal kayak LV. Kaya enggak, beasiswa juga enggak. Karyawan LV punya jatah buat satu orang anaknya bisa sekolah di LV, gratis sampai lulus. Ya, gue korbannya."

"SMA LV, kan, bagus. Banyak yang kepingin sekolah di LV, tapi nggak mampu. Kenapa lo malah merasa jadi korban?" tanya Kairo sembari mengangkat gelas minuman yang disuguhkan Berlin kemudian meneguk isinya.

"Awalnya begitu. Gue semangat masuk LV. Tapi setelah masuk, rasanya sekolah itu nggak cocok buat gue. Terlalu elite. Tapi, ya, gue tetap bersyukur aja, sih. Setidaknya beban biaya orang tua gue berkurang satu," jelas Berlin sambil tertawa. Tawanya terdengar getir.

Kairo hanya tersenyum, bingung hendak menanggapi seperti apa.

"Jadi sebenarnya, lo ke sini mau ngapain?" tanya Berlin to the point.

Kairo tidak menjawab. Cowok itu malah menatap Berlin lekat-lekat. Sebenarnya, cowok itu sedang berkonsentrasi agar bisa "melihat" Berlin. Di mata Kairo, cewek itu memang terlihat lebih pucat daripada biasanya. Namun, tidak ada tanda-tanda Sofia atau arwah lain yang menempel sehingga Kairo bisa kembali bernapas lega karena kekhawatirannya akan "kondisi" Berlin sejak di rumah tidak terjadi.

Akan tetapi, Berlin yang tidak mengerti dengan apa yang sedang dilakukan Kairo, jadi salah tingkah. Dia bergerak menghindari mata Kairo dengan mengambil minuman untuk mengalihkan rasa groginya. Dengan cepat diteguknya sirup dingin itu hingga tandas.

Kairo yang paham situasi, segera menyelesaikan proses pemindaiannya. Cowok itu memutuskan untuk memberi tahu Berlin alasan sesungguhnya dia datang.

"Gue ke sini sebenarnya mau bahas soal konten Hantu Sofia yang lagi viral itu sama lo," jelas Kairo akhirnya.

Alis Berlin terangkat. "Jadi, sekarang lo udah percaya kalau gue Briska?" tanya Berlin sambil menunjuk dirinya.

Kairo diam sesaat, lalu dia teringat perkataan Sofia tentang Berlin kemarin. "Gue percaya," jawab Kairo dengan anggukan. "Dan sekarang, justru gue yang butuh bantuan lo," lanjutnya lagi.

Tidak ada salahnya mencoba memecahkan masalah ini bersama-sama, begitu pikir Kairo. Semakin cepat selesai, semakin baik.

*** to be continue ***

Lia Speaking~

Annyeong, Caser kesayanganku... 

Hari ini hari terakhir di tahun 2021, nggak kerasa, ya? Kerasa? 

Sebenarnya kerasa banget. Apalagi 2020 dan 2021 ini lumayan berat. 

Tapi, di 2021 juga aku bisa ketemu sama kalian semuanya, jadi aku bersyukur banget. 

Kalau kalian gimana? Ada nggak kenangan di tahun 2021 yang nggak akan kalian lupain? 

Besok, kita ketemu sama tahun baru, tahun 2022. Mudah-mudahan semuanya berjalan baik dan apa yang selama ini kita harapkan, terwujud di tahun 2022. AMIN! 

Dan, di Januari 2022 nanti, PODCASE akan cetak dan lahir di toko buku, yeay! ^^

Nggak sabar banget ^^

Oh, ya. Gimana chapter 5 menurut kalian? 

Apa kalian setuju dengan Kairo, bahwa Sofia belum tentu mati karena bunuh diri? 

Kalau iya, ikuti terus ya kisah mereka. 

Nah, untuk hari ini, segini dulu, ya Caser. Kita ketemu lagi hari Rabu depan.

Sekali lagi, nggak bosan-bosannya aku mau ngucapin makasih buat yang baru baca Podcase, ataupun yang baca ulang. Makasih yaaa ^^

Terima kasih juga buat yang sering ninggalin komentar, seru banget bisa komunikasi langsung sama kalian.

Jangan lupa vote, komen, dan share ke temen-temen kamu kalau kamu suka sama ceritanya ^^

Kasih cinta banyak-banyak buat Kairo, Berlin dan Sofia. Terima kasih.

See yaaa...

Jangan lupa jaga kesehatan.

Sayang kalian semua :*

Love you to the bone,

Lia Nurida

#KawalPodcaseSampaiTokoBuku

IG Penulis: lianurida
Wattapad Penulis: lianurida

OST hari ini, aku pilih lagu ini. Nggak tahu kenapa, tapi kayaknya cocok banget buat Berlin Kairo hari ini ^^ Dengerin juseyo~

https://youtu.be/32M1DDVwqeY

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro