Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

#11 THE NAME

*** Previous chapter ***

"Di depan sekolah, ada penjual bakmi ayam. Itu makanan kesukaan Neng Sofia. Dia sering sekali makan di situ. Mungkin, penjual bakmi itu bisa memberi tahu kamu sesuatu," ucap Pak Amang kemudian.

Kairo tersenyum lebar. Sofia pun berbinar-binar senang. Mereka tidak menyangka akan mendapatkan petunjuk dari Pak Amang meski hanya sedikit.

"Terima kasih, Pak!" seru Kairo sambil melambaikan tangan.

Cowok itu tak sabar untuk memberi tahu petunjuk selanjutnya kepada Berlin. 

***

CHAPTER #11 THE NAME


"Ber, kalau gue kenalin sama Sofia, mau nggak?" tanya Kairo kepada Berlin tiba-tiba.

Cewek berambut pendek itu melongo. "Hah? Emang dia ada di sini?" tanyanya sambil celingukan.

Kairo mengangkat alis. "Ada, nih. Di sebelah gue," ucapnya sambil menunjuk ke bangku kosong di samping kanannya.

Sofia yang sedang duduk di situ cekikikan melihat ekspresi Berlin yang kebingungan. "Hai, Ber!" panggil hantu cewek itu sambil melambaikan tangan.

Kairo, Berlin, dan Sofia kini sedang berada di Warung Bakmi Bu Ponti setelah mendapat petunjuk dari Pak Amang kemarin. Bu Ponti sedang tidak ada di warung ketika mereka datang, sehingga mereka memutuskan untuk memesan bakmi sekalian sambil menunggu. Kata pegawai di situ, Bu Ponti sedang pulang sebentar ke rumahnya untuk mengambil bahan yang tertinggal.

"Lo disapa tuh, sama Sofia," ucap Kairo karena Berlin masih bengong di tempatnya.

"Kan gue nggak bisa lihat, Kai!" seru Berlin.

"Mau lihat?" goda Kairo. Cowok itu bisa saja membuka mata batin Berlin jika diizinkan. Om Agra pernah mengajarinya hal itu.

"Nggak, ah. Takut!" Berlin menggeleng tegas.

Kairo tertawa. "Kenapa takut? Dia nggak seram. Cantik, kok," lanjut cowok itu.

Sofia melirik Kairo. Dipuji cantik, hantu cewek itu malah tertegun. Perasaannya tiba-tiba menjadi hangat. Padahal, itu hanya pujian kecil yang bisa jadi tidak sengaja diucapkan Kairo. Tanpa sadar, hantu cewek itu jadi memperhatikan Kairo lebih dalam.

Pletak!

Lamunan Sofia buyar. Di sampingnya, Kairo meringis kesakitan karena kepalanya dipukul Berlin menggunakan sumpit.

"Aduh! Sakit, Ber! Bekas yang habis nabrak kemarin masih puyeng!" keluh Kairo.

"Jangan nakut-nakutin gue makanya!" timpal Berlin dengan muka merengut.

Kairo terkekeh senang karena berhasil menakut-nakuti Berlin dengan cerita-cerita seram. "Oke, kali ini serius. Gue bakal kenalin lo ke Sofia."

Cowok itu berdeham terlebih dahulu sambil membetulkan posisi duduknya. "Ber, ini Sofia. Sofia, ini Berlin." Kairo menunjuk Berlin dan Sofia bergantian.

Sofia melambaikan tangannya kepada Berlin. "Hai, Ber!" sapa Sofia lagi dengan senyum lebar.

Berlin masih melongo. Cewek itu tetap merasa aneh melihat Kairo berbicara dengan bangku kosong.

"Lo nggak ngerjain gue, kan, Kai? Beneran ada Sofia di situ?" Berlin mengangkat alis curiga.

Kairo mencebik. "Nggak percaya ya udah," gumamnya.

Berlin takut Sofia tersinggung, sehingga cewek itu memperbaiki kata-katanya. "So-sorry, gue belum terbiasa. Jadi, di sebelah lo ada Sofia?"

Kairo mengangguk.

Berlin melirik ke bangku kosong di sebelah kirinya, kemudian melambai-lambaikan tangan pelan, seolah-olah sedang menyapa seseorang di sana. "Hai, Sofia," ucap Berlin kaku. "Gue, Berlin."

Kairo cekikikan. "Mmm, Ber. Dia di sebelah kiri gue. Bukan di situ," ralat Kairo.

Berlin bersungut-sungut karena merasa malu. "Udah ah, Kai. Anggap aja gue sama dia udah kenalan, oke?" pungkas Berlin tak mau ribet.

Sofia tertawa melihat tingkah lucu dua temannya itu.

Tak lama kemudian pelayan datang membawa dua mangkuk bakmi pesanan mereka. Kairo dan Berlin melahap makanan itu sambil sesekali mengobrol.

Sofia hanya bisa memperhatikan interaksi dua temannya itu dengan senyum tipis. Dalam hatinya hantu cewek itu berkata, pasti seru kalau semasa hidupnya dulu dia punya teman seperti Kairo dan Berlin. Sofia merenung sambil memperhatikan Kairo dan Berlin yang sedang makan.

Apa gue dulu punya sahabat kayak mereka?

Lamunan Sofia akhirnya buyar ketika Berlin menunjuk ke arah pintu masuk sambil berkata, "Kai, itu Bu Ponti!"

***

Lima belas menit kemudian Kairo dan Berlin selesai menandaskan makanan mereka. Dua remaja itu mendekati Bu Ponti untuk membayar.

"Ibu, Bu Ponti, kan?" tanya Berlin setelah mereka menyelesaikan transaksi.

"Iya, Anak Cantik, saya Bu Ponti," jawab Bu Ponti dengan ramah. "Ada apa?"

"Bu, kami mau nanya-nanya sebentar boleh?" izin Kairo. "Tentang murid SMA LV yang namanya Sofia Tanacawaya."

Untuk sesaat, Bu Ponti tidak bisa mengingat siapa itu Sofia Tanacawaya. Namun, ketika Kairo menyinggung tentang seorang gadis yang kabarnya ditemukan mati bunuh diri, barulah Bu Ponti ingat.

"Saya agak lupa sama namanya, tapi saya ingat orangnya. Sofia, ya sekarang baru saya ingat namanya. Maaf ya, Mbak, Mas. Orang tua, mudah lupa," jelas Bu Ponti.

Kairo dan Berlin mengangguk-angguk maklum.

"Saya ingat, setiap Mbak Sofia ke sini, dia selalu punya pesanan yang beda dari yang lain. Dia selalu minta minya direbus agak lama biar lembek. Terus kuahnya dikit aja. Dan nggak pakai daun bawang. Saya masih hafal ternyata," jelas Bu Ponti dengan antusias.

"Bu Ponti tahu nggak sebenarnya Sofia kenapa? Barangkali sebelum meninggal, dia pernah cerita punya masalah?" tanya Berlin.

"Dia itu anak SMA Elpi paling ramaaah yang pernah saya kenal. Dan selalu senyum, selalu ketawa, kayak nggak pernah ada masalah gitu," tutur Bu Ponti dengan logat Jawa yang kental.

"Makanya, saya kaget banget pas dengar kabar Mbak Sofia meninggal. Apalagi meninggalnya begitu. Kayak nggak mungkin gitu. Duh, saya jadi kangen," lanjut wanita itu.

Kairo melirik Sofia. Raut wajah hantu cewek itu tampak sedih mendengar penuturan Bu Ponti tentang dirinya. Dari pancaran mata Sofia, Kairo bisa menangkap isyarat bahwa hantu itu tidak sanggup lagi berada di sana. Tak lama kemudian Sofia menghilang.

Kairo menghela napas panjang setelahnya. "Sofia punya teman dekat nggak, Bu?" tanya cowok itu lagi.

"Teman dekat?" Bu Ponti menerawang, berusaha menggali ingatan usangnya. "Kayaknya dia sering berdua ke sini sama temannya."

Kairo dan Berlin saling berpandangan. Raut kedua remaja itu berubah cerah, seperti baru saja ketambahan nyawa. Karena bagi mereka, informasi sekecil apa pun sangat berarti untuk menguak misteri kematian Sofia.

"Ibu ingat namanya?" tanya Kairo dengan ekspresi bersemangat.

"Ma ... Ma ...." Bu Ponti mencoba mengingat-ingat.

Kairo mencondongkan badannya lebih dekat ke Bu Ponti, begitu juga dengan Berlin.

"Aduh, Ma siapa ya?"

Wajah Kairo dan Berlin semakin serius.

"Maaa ...." Bu Ponti masih berusaha. Wanita paruh baya itu sampai menggaruk-garuk rambutnya yang digelung.

"Ya, Bu. Ma siapa, Bu?" tekan Kairo.

"Maaa ...."

"Bu, please!" Berlin memohon. Cewek berponi itu gemas bukan main.

"Aduh! Maaf, Mbak, Mas. Ibu nggak ingat. Pokoknya Mbak Sofia itu sering manggil 'Ma, Ma. Kamu mau pesan apa, Ma?' gitu. Memangnya ada apa tho Mbak, Mas. Kok nanyain Mbak Sofia. Kalian kenal sama Mbak Sofia?"

Berlin dan Kairo berpandangan. Keduanya tidak mempersiapkan jawaban untuk pertanyaan tersebut. "Eh, ini, Bu. Untuk liputan majalah sekolah," jawab Kairo sekenanya.

Berlin dan Kairo sama-sama menghela napas berat. Keduanya akhirnya menyerah. Padahal, tinggal sedikit lagi mereka akan mendapatkan satu nama teman dekat Sofia yang mungkin bisa mereka cari. Namun, apa boleh buat. Tidak enak jika terlalu lama mengambil waktu Bu Ponti karena wanita itu masih harus berjualan.

Kairo dan Berlin pun akhirnya meninggalkan nomor ponsel mereka kepada Bu Ponti sebelum pamit. Mereka meminta wanita paruh baya itu untuk segera menghubungi mereka jika tiba-tiba muncul ingatan sekecil apa pun tentang Sofia.

Dua remaja itu keluar dari warung Bu Ponti dengan langkah lesu.

"Ma, cuma dapat suku kata itu doang. Siapa? Maya, Mawar, Malih? Huh, padahal sedikit lagi," keluh Berlin.

Kairo tersenyum melihat wajah Berlin yang lucu ketika sedang kesal.

"Gue pulang aja deh, lo nggak pulang?" tanya Berlin kepada Kairo.

"Iya, sebentar lagi gue juga pulang. Lo naik—" Kalimat Kairo terhenti karena sebuah motor yang berhenti di pelataran warung Bu Ponti menyita perhatiannya. Jaraknya hanya tiga meter dari tempatnya berdiri.

Motor itu ....

Tubuh Kairo membeku. Sampai-sampai dia tak menghiraukan panggilan Berlin. Motor itu, jaket hitam itu, dan helm fullface itu. Kairo mengenalinya. Itu sosok pengendara motor yang mengikutinya dan membuatnya menabrak pohon tempo hari.

Ngapain dia di sini? Ngikutin gue?

Kairo tak berkedip sama sekali. Dia menghitung detik-detik pengendara itu membuka helm fullface-nya. Tiga .... Dua .... Satu ....

Kairo membelalak tak percaya ketika dia mengenali orang di balik helm fullface itu. Dan, napasnya semakin tertahan ketika orang itu berjalan ke arahnya sambil tersenyum lebar.

"Wah, ketemu di sini. Berliana, Kairo. Abis makan siang?" sapa orang itu ramah.

"Iya, Pak," jawab Berlin pelan.

"Kairo?" tanya orang itu sekali lagi karena Kairo hanya membeku dan melihatnya dengan mata terbelalak seperti melihat hantu.

"Kai," colek Berlin.

"I-iya, Pak. Pak Bima," ucap Kairo terbata-bata.

Pengendara motor malam itu, Pak Bima?

*** 

Lia Speaking~

Hai, Casers. 

Siapa yang makin penasaran sama Podcase? 

Makin seru nggak nih? Apa yang kalian pikirkan tentang chapter ini?

Oh, ya Caser, sejujurnya, aku masih ingin membagikan semua cerita Podcase di sini, tapi apa boleh buat, karena kepentingan penerbitan, jadi semuanya harus berhenti di sini. Mudah-mudahan kalian semua mau memahami dan mengerti, ya :')

Aku mengucapkan terima kasih banyak pada kalian semua, Caser, yang sudah membaca cerita ini sejak awal kompetisi, maupun yang baru-baru saja bergabung. 

Tanpa kalian semua cerita tentang Sofia, Berlin dan Kairo tidak akan sampai di tahap seperti sekarang ini. 

Untuk kelanjutan dari cerita Podcase, kalian semua bisa membacanya langsung mulai 25 Januari nanti di toko buku di seluruh Indonesia. 

Akan ada special ordernya juga, lho. Aku akan mengumumkan di sini Special Ordernya di tanggal 25-26 Januari nanti, dan juga give awaynya. Maka jangan ketinggalan ya. Tetap nyalakan notifikasi Podcase biar kamu nggak ketinggalan. 

Oh, ya, siapa yang waktu itu mau ikutan #KawalPodcaseSampaiTokoBuku ? Nggak kerasa, sebentar lagi Podcase akan sampai di toko buku ^^ 

Kalau di dekat tempat tinggal kalian ada toko buku, jangan lupa buat main-main dan cek Podcase di sana, ya! 

Nah, Caser, aku tidak akan berlama-lama. Intinya aku mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya. Setelah ini, aku akan menulis cerita baru, jadi pastikan kalian sudah follow wattpad pribadiku, ya, untuk tahu update-annya. Idnya:  @lianurida 

Oke, sampai di sini dulu, ya Caser. Kita ketemu lagi di update-an selanjutnya. Atau bisa juga mampir ke IG ku: lianurida Jangan sungkan untuk DM dan colek aku. Kita bisa bahas tentang podcase, kpop, drakor atau apa aja. 

Oke kalau begitu, aku pamit dulu, yaa... :(

Jangan lupa jaga kesehatan dan semoga harimu selalu dilancarkan.

See yaaa...

Sayang kalian semua :*

Love you to the bone,

Lia Nurida

#KawalPodcaseSampaiTokoBuku

IG Penulis: lianurida
Wattapad Penulis:@lianurida   

Sound of The Day :

https://youtu.be/6OMQsYDbbnI

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro