Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

○ satu, rencana

Lembayung indah terlukis, matahari malu-malu mengundurkan diri dari langit. Bayangan mulai menghilang seiring kegelapan perlahan menyelimuti. Latihan prajurit-dini dengan salah satu tombak terbaik suku sudah berakhir. Topik tentang menyenangkannya pembelajaran kali ini memenuhi perbincangan seluruh rumah kayu milik suku Aidoru yang berada di pedalaman ini.

Sekali lagi, putra satu-satunya ketua suku terdahulu dilambungkan. Kurang lengkap rasanya bila tak mendengar kehebatan Ryuunosuke bagi semua orang di pedalaman ini. Saat latihan prajurit-dini, para gadis mengumpulkan buah-buahan atau menenun, tak lupa prajurit suku disela-sela pekerjaannya, Ryuu masih sering menjadi buah bibir.

Seperti pemuda berambut jingga yang berjalan di tengah hutan bersama gadis pirang pembawa buah-buahan ini juga. Nyanyian hewan nokturnal tidak menahan mereka untuk berbincang santai.

“Aku tahu aku sering mengatakan ini, tapi, Ryuu benar-benar hebat, “ ujar pemuda jingga setelah mengembuskan napas.

Yah, seperti yang diharapkan dari putra ketua suku yang lama. “ Gadis di sebelahnya tersenyum maklum.

Mau bagaimanapun, hampir semua kabar burung tentang Ryuu adalah kebenaran. Dari keahliannya bersenjata, sikap gentlemen yang dapat membuat seluruh hutan klepek-klepek sampai makanan buatannya.

Pemuda jingga tiba-tiba mengulurkan tangan, tanda meminta buah yang dibalas gelengan lembut. Sang gadis lebih mendekap keranjang buahnya, bermaksud melarang namun luluh ketika sang pemuda memasang wajah imut.

Gadis itu menatap keranjangnya, memilih mana yang akan diberikan untuk pemuda jingga. Setelah pertimbangan singkat, sang gadis mengulurkan sebuah buah merah   yang disambut sorakan kegirangan.

Mengusap apel di kain perutnya, pemuda itu membalas, “terima kasih, Tsumugi! “

“Sama-sama, Mitsuki. “ kata gadis itu ㅡ Tsumugiㅡ sembari tersenyum.  Pintu masuk suku mulai terlihat dari kejauhan, mengartikan mereka akan segera sampai. Pemuda itu menggigit apel pemberian teman gadisnya, sesekali melirik sekitar.

Melihat bulan di langit malam, Tsumugi berkomentar, “Ngomong-ngomong, kira-kira siapa ya yang akan dijodohkan dengan Ryuu? “

Mitsuki tersedak.

Tsumugi menepuk pelan punggungnya berulang kali hingga temannya terlihat lebih baik. Bukannya bersyukur, Mitsuki menatap Tsumugi dengan mulut terbuka.

“Dijodohkan? “


“Selamat malam, Ryuu. Wajahmu sungguh cerah walau malam telah tiba. Bagaimana harimu? “ Sapa seseorang berambut putih yang sedang duduk di teras dengan Tea-setnya di atas meja batu. Ryuu menghampirinya dengan wajah berseri.

“Hari ini semuanya baik-baik saja, Mbah. Sayang, Mitsuki bolos dari latihan jadi aku tak melihatnya dari tadi. “

Panggilan Mbah membuat tangan yang memegang teko teh terhenti sesaat. Mbahnya memasang wajah terluka, mengingatkan,  “Ryuu, sudah kubilang panggil aku Minami saja.”

Ryuu tidak mengiyakan, malah tertawa kecil. Minami mengembuskan napasnya, jelas cucunya ini sedang menggoda.

Bukannya yang dituturkan Ryuu adalah kebohongan, dia masih belum bisa menerima saja. Buktinya, dia masih menjadi yang paling indah diantara seluruh anggota suku. Terlepas dari rumor meminum darah perawan dan perjaka, Mbahnya itu tetaplah elysian; keindahan yang tenang dan sempurna.

“Tapi rambutmu putih, seperti Mbah Yukito, “ candanya sebelum menyesap teh miliknya. Aroma bunga yang ia tidak ketahui sungguh menenangkan. Mbah satu ini memang paling hebat tentang membuat orang di sekitarnya lebih rileks. Ini juga salah satu bukti bahwa dia sudah hidup selama puluhan tahun.

Candaan Ryuu tidak membuat Minami semakin ngambek. Tawa renyah lolos dari bibirnya tipisnya.

Fufu, kamu tahu suku kita sedikit spesial. Apalagi, pamanmu lebih cocok dipanggil Mbah dibanding diriku, “ jelasnya diselingi kekehan lembut. Mendengar pamannya disebut, Ryuu melanjutkan minum teh hingga habis. Tidak memerhatikan gestur Ryuu yang aneh, Minami mengisi kembali teh di gelas Ryuu.

Agaknya dia mulai tahu, atau sudah tahu mengapa cucunya kemari setelah latihan prajurit-dini.

Sembari mengangkat gelas miliknya, dia melontarkan pertanyaan yang Ryuu paling-tak-ingin-ditanyakan.

“Berubah pikiran tentang Killa?“

Minami menyesap tehnya dengan elegan, bersikap seolah pertanyaan tersebut hanyalah topik ringan yang biasanya dia obrolkan bersama anggota suku yang lain.

Ryuu meringis. Alasannya kemari kurang lebih adalah menghindari pamannya yang kini menjadi ketua suku. Menghindari rumah kayu berisi tatapan tajam seakan dapat membunuhnya setiap detik jika dia tidak patuh kepada pemilik tatapan. Dia sudah tak lagi merasakan elusan lembut dari tangan pamannya seperti sebelum kedua orang tua dan adik-adiknya berhenti bernapas.

Derap langkah yang semakin dekat mengajak Ryuu kembali ke permukaan. Siluet gadis membawa sesuatu bersama helai jingga yang mencolok, dia tak asing dengan keduanya. Pemilik helai jingga berlari kecil menyadari keberadaan Ryuu. Mitsuki awalnya hanya mengantarkan Tsumugi pulang, dia tak mengira bertemu sahabat hebatnya disini.

“Mitsu! Kau tidak bosan bolos latihan, ya, “ kata Ryuu membuat Mitsuki mengerutkan alis.

“Aku menemani Tsumugi, bukan bolos! “

Dia menganggukkan kepala kepada Minami sebelum melanjutkan, “ siapa yang bisa meninggalkan seorang gadis pulang sendirian di malam hari? Kau pasti juga tidak, kan. “

Bahunya mengendur, Ryuu menganggukkan kepala tanda setuju. “Bukan berarti kau tak bisa mengantarkan Tsumugi sepulang latihan.”

Ugh, bukannya hari ini jadwal ketua suku? “

Mata Ryuu sedikit membola, dia tertawa kecil. Mitsuki menatapnya bingung, tidak mengerti. Jelas Ryuu adalah orang yang paling paham alasan membolos latihan seorang Mitsuki.

“Tapi hari ini jadwalku. Paman ada pekerjaan di hutan selatan. “

“HAH?! “

Ryuu mengangguk dua kali, membuat Mitsuki mengerang tidak terima.

“Sial, tidak ada yang memberitahuku kalau kau yang mengajar! “ Protesnya sambil mengangkat kedua tangannya ke atas.

Tsumugi tersenyum melihat kedua sahabatnya. Dia menyalami Minami yang sepertinya juga senang dengan keberadaan Mitsuki dan Ryuu. Duduk di samping Minami, Tsumugi menikmati segelas teh yang mengurangi rasa letihnya dari kesibukan hari ini. Tatapan lembut Minami tertuju padanya. Tsumugi menggeleng, dia tahu maksud dari mata lembut milik ayah angkatnya.

“Aku merasa lebih baik karena teh Ayah,” ujar Tsumugi sambil tersenyum.

"Senang mendengarnya," Minami membalas sembari tersenyum kepada putrinya sebelum menikmati teh kembali.

Tersadar dari protesnya, Mitsuki menatap Ryuu penasaran. “Ryuu, kau dijodohkan? Dengan siapa? Si manis biru dari timur? Atau iblis rambut putih dari barat? “ Cecarnya bersemangat.

Ryuu menatap Mitsuki dengan tatapan tidak percaya. “Iya, aku dijodohkan. Tapi, kenapa tebakanmu harus mereka?“

Mitsuki tersenyum lebar, membuat Ryuu hampir tak kuasa untuk menyangkal.

“Kan mereka juga terkenal dengan kehebatannya di suku kita! “

“Bukan berarti kau harus memilih mereka, astaga. Mereka juga sudah menikah, kan? “

Mitsuki mengerjapkan matanya dan bertanya, “Memang iya? “

“Melewati bulan dan matahari, Iblis berambut putih mengejar cintanya hingga tidak ingat kembali, “ sarkas Minami yang membuat ketiga remaja di dekatnya mulai tak nyaman. Bagai tak merasakan hawa aneh yang mencekam, Minami melanjutkan dengan nada yang lembut, “Kalau si manis biru masih rencana. Lagipula, Ryuu dijodohkan dengan Killa. “

Keheningan melanda sejenak keempat anggota suku Aidoru tersebut. Mitsuki tersadar lebih dulu dari aura berbahaya Minami, berkomentar riang, “ Killa? Gadis idola para prajurit dini itu? Keren! “

Ryuu menggores bibirnya canggung. “Aku berencana menolaknya. “

“Kenapa? Hebat loh bisa mempunyai istri seperti Killa, “ goda Mitsuki menyikut sahabatnya yang terlihat tidak nyaman. Ryuu tetap diam saja, membuat Mitsuki malah ikut tidak nyaman.

Pemuda jingga itu menepuk punggung Ryuu, berusaha menghiburnya.

Maa, kalau kau berkata begitu mau bagaimana lagi. Masih banyak gadis baik lainnya. Ayo semangat! “ Ujar Mitsuki yang dibalas anggukan. Mitsuki masih mengobrol dengannya. Entah apa yang dikatakannya hingga wajah Ryuu kembali cerah.

Tsumugi menatap dalam bundanya yang sibuk melihat langit malam dan bintangnya. Sorot kesedihan itu membuat dia gagal menghentikan Minami memamerkan kebenciannya untuk kesekian kalinya. Menghela napas, Tsumugi memulai perbincangan dengan ayahnya.

“Bapak belum pulang? “

Tangannya berpangku di wajah, Minami mendesah panjang.

“Dia berjanji pulang lebih awal, tapi sepertinya bapakmu masih asik bermain. “

Ah, itulah mengapa Ryuu menemukannya sedang meminum teh di teras. Dia sedang menunggu suaminya. Ryuu dan Mitsuki tidak pernah mengerti mengapa Minami menikah dengan komandan pasukan mereka yang terkenal di kalangan wanita suku. Mereka hanya memahami bahwa Minami mendapatkan berkat dewa yang tak lain Tsumugi.

“Ryuunosuke, Sousuke menyayangimu. Jangan lupa, “ kata Minami tiba-tiba dengan menyebut nama panjangnya. Ryuu tersenyum tipis.

“Aku tahu. “

Rembulan menyinari gelapnya malam, membagi cahaya dengan lembut untuk seluruh penghuni dunia. Angin yang berhembus terasa dingin. Ombak tampak nyenyak dalam tidut seakan tidak terpengaruh bongkahan kayu di atasnya, mengalir dengan ritme menenangkan. Seorang gadis sedang termenung, menatapi dewi malam. Dress putih berlapis rompi hitam selututnya berkibar. Kain lembut tiba-tiba menyelimuti, membawa rasa hangat pada sang gadis. Dia berbalik, menatapi pria berambut perak yang juga menatapnya.

Jitakan melayang di kepala sang gadis, dia tak sempat mengelak.

“Gaku! “

“[Full Name], kau pikir ini jam berapa?  “ Tegur pria itu, Gaku.

“Kau juga, ngapain? Mau galau karena ditanyain kapan nikah terus? “ [Name] membalas sengit. Gaku yang mendengar pertanyaan yang paling-ia-benci-seumur-hidup itu serasa kembali ditusuk panah imajiner. Dulu, sepupunya sangat imut, mengapa sekarang sangat ngeselin?

Gaku menatap [Name] datar. “Paman Dai memanggilmu. “

Mendengar nama ayahnya, [Name] merengut. Dia mengeratkan selimut pemberian Gaku sebelum melangkah menjauhi dek kapal diikuti kakak sepupunya itu. Teman-teman ayahnya dan staff kapal menyapa [Name] diperjalanan menuju ruangan kerja Dai. Mengetuk pintu tiga kali, [Name] masuk setelah mendapat persetujuan. Ruangan kerja ayahnya di sini lebih sederhana dibanding di manor mereka.

Dia menutup pintu, lalu berbalik. Ada seseorang yang [Name] tak kenal duduk di hadapan ayahnya. Sekilas, rambutnya berwarna abu-abu.

"Ada apa, pa? Kata kakak sepupu papa memanggilku. "  

Dai mengangkat wajahnya dari dokumen. Wajahnya bersinar seketika melihat Putri satu-satunya.

"Kemarilah. Papa ingin mengenalkanmu dengan teman baru kita. "

Oh, rambutnya hitam putih, bukan abu-abu. Ku kira ibu juga ikut, batin [Name] yang mendekat ke sisi ayahnya.

Teman barunya tersenyum lebar, mengeluarkan aura yang tidak sama seperti teman ayahnya yang lain.

"Kamu [Name]? Aku tak menyangka pemimpin ekspedisi ini adalah seorang gadis pemberani dan imut sepertimu! Perkenalkan, aku Momose! Mungkin kamu sudah mengira, tapi aku yang menyediakan akomodasi selama ekspedisi ini berlangsung. Senang bertemu denganmu. "

[Name] terperangah. Momose sangat berbeda dengan teman ayahnya yang biasanya sangat serius atau tak sudi menatap [Name]. Aura riangnya benar-benar menyenangkan.

Melihat putrinya yang terkejut, Dai tersenyum. Tak salah dia menerima Momose sebagai sponsor [Name] untuk ekspedisi ini. Selain bisnisnya yang sukses, Dai tahu Momose adalah seseorang yang suka bersosialisasi.

Gadis itu melupakan tata krama, memajukan sedikit kepalanya dengan antusias. "Senang bertemu denganmu, Momose. "

"Tentu, tentu. Ah, ngomong-ngomong, kita akan ke mana? Dai tidak mengatakan apa-apa padaku, katanya rahasia. "

Momose mengatakan rahasia sambil memeragakan seorang pria tua yang sedang mengerling. [Name] tahu itu maksudnya siapa, jadi dia tertawa. Pria berkepala empat di sampingnya memprotes, "Hei, aku tidak seperti itu! "

[Name] menatap ayahnya jenaka. Gestur Dai yang panik sangat lucu. Andai ibunya di sini, [Name] yakin ibunya akan ikut tertawa bersamanya.

Puas tertawa, [Name] menarik napas. Senyuman percaya diri tergores, sebuah kebanggaan yang Momose selalu dengar tentang Putri keluarga [Surname] itu kini terbukti.

"Pulau timur yang terkenal dengan kemurniannya. "

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro