Part 7
"Itu cuma pura-pura biar mereka kesel," jelas Adrian malas berdebat. Namun bukannya merasa tenang dengan jawaban putranya, Lina justru semakin terlihat antusias.
"Ngapain pura-pura begitu? Nikahin aja sekalian," bisik Lina tepat di sebelah wajah Adrian. "Elsa anak yang baik, cantiknya juga nggak kalah dari Mia. Mama punya menantu kayak dia juga bakalan senang, lho."
Adrian memutar kepala untuk menatap wajah mamanya. Dia diam selama beberapa saat untuk memikirkan perkataan Lina yang bergantian pula dengan wajah Elsa. Kalau dipikir-pikir Elsa memang tidak kalah cantik dari Mia, karena itu pula tadi dia sempat menawarkan pernikahan. Berharap Elsa menyetujui dan dia bisa membalas rasa sakit hatinya pada Mia.
Laki-laki dengan hidung mancung itu berdecak. "Elsa nggak mau nikah sama aku, Ma."
Rasanya harga diri Adrian agak terluka sekarang karena bisa dibilang ini adalah pertama kalinya dia ditolak oleh seorang perempuan. Padahal apa yang kurang dari diri seorang Adrian Mahendera? Wajahnya tampan, tinggi, dia juga rajin olahraga sampai bisa memiliki perut roti sobek yang selalu dipuja lawan jenis. Selain itu, yang lebih penting dari segalanya adalah, MAPAN.
Jika menikah dengan Adrian rasanya tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Adrian juga bukan pria yang suka menuntuk istri untuk selalu di rumah dan memasak atau bersih-bersih.
Jadi, apa alasan dirinya ditolak?
"Emang kamu pernah ngajak Elsa menikah?" tanya Lina dengan raut wajah penasaran.
Adrian menghela napas panjang lalu mengangguk. "Tadi aku ngajakin nikah langsung ditolak gitu aja."
"Ngajakin nikahnya gimana? Bawa cincin?"
Laki-laki iitu menggeleng. "Nggak."
Lina langsung menendang pelan kaki anaknya mendengar jawaban menyebalkan itu. Kepalanya jadi pusing memikirkan betapa buruknya Adrian dalam melamar anak orang.
"Nggak peduli sedekat apa kalian berdua harusnya ngelamar dengan cara yang romantis, dong." Lina menggelengkan kepala. "Kalau gitu ya wajar kamu ditolak."
Adrian menatap punggung mamanya yang menjauh memasuki kamar dengan wajah cemberut. Lagi-lagi yang bisa Adrian lakukan hanya menghela napas. Dirinya kan mengajak Elsa menikah bukan karena cinta, melainkan untuk balas dendam atas rasa sakit hatinya pada Mia. Jadi, ia tidak sempat memikirkan cinncin atau apapun itu. Lagi pula memangnya itu perlu? Dia dan Elsa sudah menggenal cukup lama, jadi, sepertinya tidak perlu melamar dengan cincin atau bunga.
Tiba-tiba mata Adrian fokus pada kertas di atas meja. Melihat kata kontrak di bagian atas yang dibold membuat Adrian langsung mengambilnya. Matanya membaca dengan cepat sampai bawah, lalu dia diam. Berpikir sesuatu yang mungkin saja menambah tingkat keberhasilannya untuk menikah dengan Elsa.
"Ad?"
"Hm?" sahut Adrian dengan wajah cerah. Renacana di kepalanya mampu menghilangkan rasa lelah yang ia derita sejak tadi. "Kenapa, Ma?"
Lina kembali dengan kedua tangan yang memegang kotak beludru biru. "Ini kasih ke Elsa sambil bilang kata-kata manis. Siapa tahu dia mau nikah sama kamu, jadinya nggak ngenes-ngenes banget kamu di mata Mia."
Dilain tempat, Elsa berbaring di atas ranjangnya yang cukup empuk. Matanya fokus menatap langit-langit kamar. Perasaan menyesal menyergap hatinya, seharusnya ia bilang saja iya saat Adrian menawari dirinya sebuah pernikahan tadi. Kenapa harus sok sekali dengan berpikir menikah sekali seumur hidup dengan cinta. Memangnya cinta bisa bikin kenyang?
Siapa tahu seiring berjalannya waktu nanti Adrian bisa jatuh cinta pada dirinya juga.
"Ah, sialan. Gue nggak pikir panjang tadi."
Elsa mengacak rambutnya kesal. "Kesel banget gue."
***
"Apa ini?" tanya Elsa kebingungan.
Baru saja dia keluar dari kos untuk pergi bekerja, Adrian sudah menghadangnya dan mengajak dirinya pergi ke warung masakan padang. Nggak hanya itu, Adrian bahkan juga menyodorkan satu lembar kertas dan juga satu kotak mewah yang berisi cincin cantik dan pastinya mahal.
"Kontrak. Ayo kita nikah kontrak."
Elsa sampai kehabisan kaa-kata. Bahkan meski dirinya sudah membaca berulang kali isi kontrak dan mendengar kalimat panjang dari Adrian dirinya tetap tak mengerti.
"Jadi, kita nikah cuma sampai aku lulus kuliah?" tanya Elsa dengan suara sinis. "Artinya cuma satu tahun, kan?"
Adrian mengangguk mantap. "Iya, dan selama itu juga lo bakalan jadi tanggung jawab gue. Setelah kita cerai pun, semua biaya hidup lo juga bakalan gue tanggung. Jadi, gimana? sama-sama menguntungkan kan pernikahan ini?"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro