5
Votenya jangan lupa!
Author POV
Sudah tiga hari Viola mendekam di dalam kamar. Rasa suntuk mulai menyergapnya, dan hari ini ia memutuskan untuk berangkat ke sekolah.
Keputusan yang ia ambil menimbulkan perdebatan dengan kakak dan mamanya. Tapi karena Viola keras kepala akhirnya dengan terpaksa sang mama mengizinkan.
Dengan raut ceria Viola ikut bergabung dengan mama dan Delon di meja makan. Hanya mereka bertiga, karena papa telah berpulang tiga tahun yang lalu. Sejak kepergian sang papa Viola menjadi lebih manja dengan Ervan.
Viola hanya menurut ketika Mama Dita mengambilkan nasi untuknya. Walaupun ia sudah enam belas tahun, tapi tradisi itu tetap ada. Jika Viola ditanya mengapa ia tak mau mengambil nasi sendiri, dia pasti akan menjawab rasanya beda.
"Kenapa kamu nggak berangkat sama Arsen?" tanya Delon di sela kunyahannya.
Viola menelan nasi yang ada di mulutnya. "Aku nggak bilang sama Arsen kalau mau berangkat hari ini."
"Kenapa nggak bilang, Vi?" tanya Mama Dita.
"Biar surprize gitu," ucap Viola.
"Nanti pulangnya jemput nggak?" tanya Delon.
"Nggak usah, Kak. Kayaknya aku pulang sama Arsen," ucap Viola.
Delon bangkit dari duduknya, kemudian laki-laki yang berbeda empat tahun dengan Viola itu membereskan piring kotor bekas makan mereka. Hal yang sudah menjadi rutinitasnya. Kadang jika Delon libur kuliah, ia pasti akan membantu sang mama di dapur. Delon memang mewarisi cukup banyak sifat sang papa. Salah satunya suka bereksperimen di dapur.
Berbanding dengan Delon, walaupun Viola seorang cewek, tapi ia pemalas. Mungkin efek anak bungsu membuat dirinya terbiasa dilayani. Mama Dita juga tidak menuntut Viola bisa segalanya, yang terpenting Viola tak kurang kasih sayang darinya dan juga kedua kakaknya.
"Ayo berangkat, Vi," ucap Delon.
Viola segera bangkit, tak lupa ia berpamitan pada sang mama. Setelah itu ia berjalan mengikuti Delon.
*****
Raut keheranan tercetak jelas hampir di seluruh wajah siswa RSHS. Pasalnya mereka melihat Viola yang berangkat dengan sang kakak. Karena biasanya Viola akan berangkat dengan Arsen, kecuali salah satu dari mereka ada yang tidak hadir ke sekolah.
Viola tak memperdulikan tatapan heran orang-orang di sekitarnya. Ia masih saja memasang wajah ceria, seakan tatapan mereka tidak berpengaruh bagi Viola.
Tak terasa, kini kakinya telah menapak di lantai ruang kelasnya. Viola hanya memutar bola matanya malas saat mendengar pertanyaan heboh dari temannya.
"Yah Vi, kenapa lo masuk sih? Padahal rencananya kita mau ke rumah lo," ucap Adnan dengan nada kecewa. Ucapan Adnan membuat Viola menghentikan langkahnya.
"Sirna sudah rencana gue buat ngabisin makanan di rumah Vio," ucap Kristo dramatis.
"Gue kira lo masuk rumah sakit, Vi," ucap Safira, biang rumpi di kelasnya.
"Laknat banget sih jadi temen. Lagian gue nggak perlu dibesuk kali, gue cuma demam, bukan stroke," ucap Viola kesal.
"Eh bentar lagi bakalan ada drama nih," ucap Dio. Viola hanya mengangkat bahunya acuh. Kemudian ia melanjutkan langkah menuju bangkunya.
Dahi Viola mengerut saat melihat bangkunya ditempati oleh seorang cewek. Di sebelahnya ada Arsen yang sedang tidur dengan tangan sebagai bantal. Cowok itu terlihat tidak terganggu dengan suara berisik yang ditimbulkan oleh teman-temannya. Mungkin saja karena efek earpods yang terpasang di telinganya.
Cewek di sebelah Arsen juga memakai earpods. Bedanya, cewek itu sedang fokus membaca buku yang Viola yakini adalah novel.
"Sen," ucap Viola seraya mengguncang tubuh Arsen.
"Sen, bangun," ucap Viola, ia juga masih mengguncang tubuh Arsen.
Karena kesal tak ada respon dari Arsen, Viola melepaskan earpods di telinga kanan Arsen. Ia juga mendekatkan bibirnya ke arah telinga Arsen.
"ARSEN! BANGUN BUDEK!"
"BANGSAT!" Reflek Arsen berteriak karena kaget. Untung saja ia tak memiliki riwayat penyakit jantung, jika tidak ia pasti akan terbangun di dalam kuburan.
Bukan hanya Arsen yang terkejut, cewek di dekat Arsen juga ikut terlonjak kaget. Ia bahkan sampai berdiri dari duduknya.
"Viola? Lo ngapain ada di sini?" tanya Arsen.
"Apa nggak ada pertanyaan lain yang lebih bermutu gitu?" ucap Viola dengan wajah sinis.
"Bukannya lo sakit?" tanya Arsen.
"Kalau gue udah ada di sini, berarti gue udah sembuh," ucap Viola.
"Kenapa nggak bilang? Gue tadi bisa jemput lo ke rumah," ucap Arsen.
"Gue emang sengaja," balas Viola.
"Sen, kok tempat duduk gue ditempatin Dia sih," ucap Viola. Ia menunjuk gadis di sebelah Arsen dengan dagunya.
"Ini tempat lo ya? Gue pindah deh," sahut gadis itu.
Reflek Viola menoleh ke arah gadis itu. Gadis cantik dengan rambut sebahu. Sepertinya wajah gadis itu tidaklah asing, tapi siapa.
"Loh lo orang yang tabrakan sama gue 'kan?"
Seketika ingatan Viola melayang pada kejadian di mana ia bertabrakan dengan seorang gadis di dekat kantin. Ia tidak salah, gadis itu adalah orang yang sama tempo lalu.
"Eh iya. Kita belum sempet kenalan waktu itu. Kenalin, nama gue Viola Margareta. Panggil aja Viola," ucap Viola seraya mengulurkan tangannya.
"Gue Mikhaila Novalina. Terserah mau panggil siapa, tapi kebanyakan orang manggil gue Khaila," ucap cewek yang ada di samping Arsen.
Viola terdiam sejenak, sepertinya ia pernah mendengar nama itu. Otaknya berusaha mengingat-ingat nama yang sama, namun hasilnya nihil. Ia tak mengingat apapun tentang nama itu.
"Ini tempat duduk lo, ya? Maaf gue nggak tahu, gue bakalan pindah," ucap Khaila. Khaila segera bangkit dari duduknya, tak lupa ia membereskan beberapa barang miliknya.
Viola tak menahan saat Khaila akan pindah dari bangku miliknya. Ia tak rela jika tempatnya diduduki oleh orang lain. Karena bangku miliknya adalah bangku keramat yang sudah ia tempati dari awal kelas sebelas.
Kelas yang semula gaduh berubah hening saat seorang guru masuk ke dalam kelas. Seorang guru wanita dengan wajah galaknya, Dia adalah Bu Rita, guru geografi.
Sebelum duduk di bangku, Bu Rita mengamati satu per satu wajah siswa IPS 2. Sudah menjadi rutinitas Beliau mengamati wajah muridnya. Ia hanya memastikan jika muridnya tidak dalam keadaan sakit saat mengikuti pelajarannya.
"Kamu udah sembuh, Viola?" tanya Bu Rita.
"Sudah, Bu," balas Viola.
"Mikhaila, kemarin saya menyuruh kamu buat duduk di sebelah Arsen. Kenapa kamu duduk di sana?" ucap Bu Rita. Wajah garangnya semakin kentara.
Tanpa diperintah tatapan seisi kelas terfokus pada Viola dan Khaila. Karena tak ada jawaban dari Khaila, Bu Rita kembali berucap, "Viola, tukar tempat sama Mikhaila."
"Loh Bu kenapa bisa gitu? Saya kan udah jadi chairmate-nya Arsen dari TK. Masa gara-gara nggak berangkat dua hari saya jadi diusir dari tempat saya sendiri," protes Viola.
"Pindah bangku atau pindah alam?" ucap Bu Rita. Matanya melotot ke arah Viola.
"Iya-iya Bu. Saya pindah nih," ucap Viola sedikit tidak ikhlas. Dengan malas ia bangkit dari duduknya, lalu ia membereskan barang miliknya.
"La, tukeran tempat," ucap Viola. Dengan cepat Khaila bangkit dari duduknya. Ia juga melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan Viola.
"Oke anak-anak, sekarang kita mulai pembelajarannya. Siapkan buku paket kalian, buka halaman 102," intruksi Bu Rita. Tanpa membantah seluruh siswa melaksanakan perintantah sang guru.
________________________________________
Yeay update, semoga idenya lancar sampai ceritanya selesai. Biar bisa fast update. Kalau udah baca jangan lupa vote yaaa!
Purwodadi, 19 Juli 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro