32
Happy reading!
Author POV
Viola tengah bersiap untuk pergi ke sekolah barunya. Tubuhnya sudah terbalut dengan seragam sekolah. Ia menatap pantulan dirinya di cermin, penampilannya saat ini sangat berbeda dengan penampilan di RSHS. Rambut yang biasanya digerai kini dikuncir rapi. Sepatu harus hitam polos, panjang rok seragamnya harus satu jengkal di bawah lutut.
Dengan gerakan cepat Viola menyambar ransel ungunya. Pasalnya ia mendengar ketukan yang berasal dari pintu kamarnya.
"Kamu udah siap, Vi?" tanya Tania.
"Udah, Kak," balas Viola.
Viola mengamati penampilan Tania yang terlihat rapi. Celana jeans yang dipadukan dengan kaus dan kardigan. Sederhana, tapi terlihat sopan untuk pergi ke kampus.
"Yuk berangkat."
Viola mengangguk, lantas mengikuti Tania berjalan menuju ke luar apartemen. Mereka tidak sarapan terlebih dahulu, karena keperluan dapur telah habis.
"Kakak bakal antar jemput kamu selama satu minggu. Setelah itu kamu berangkat sendiri," ucap Tania seraya mengunci pintu apartemen.
"Iya, Kak."
Ini lah tantangan terbesar bagi Viola, pergi kemana pun sendirian. Ia yang bisa dikatakan tak pernah pergi sendiri merasa takut. Bahkan pikiran-pikiran negatif mulai muncul di kepalanya.
***
"Anak-anak, kelas kita dapat teman baru. Dia pindahan dari Jakarta ... sini, Nak, kamu bisa memulai perkenalan."
Viola begitu gugup dipandang oleh siswa satu kelas yang akan menjadi temannya. Viola menghirup napas dalam-dalam untuk mengurangi kegugupannya.
"Perkenalkan nama saya Viola Margareta, biasa dipanggil Viola. Saya pindahan dari Rainbow Senior High School Jakarta. Salam kenal buat semuanya, semoga kita bisa berteman dengan baik."
"Ada yang mau tanya sesuatu pada Viola?" tanya guru yang berdiri tepat di sebelah Viola. Jika tidak salah, Beliau adalah wali kelas XI IPS B, kelas baru Viola.
"Saya, Bu."
Viola langsung mengalihkan pandangannya pada sosok cowok yang sedang mengangkat tangannya.
"Silahkan, Delta."
"Namaku Delta, aku mau tanya, kenapa kamu pindah ke Jogja?"
Viola berdehem untuk mengurangi rasa gugupnya. Otaknya sedang memikirkan jawaban yang tepat untuk pertanyaan Delta.
"G–aku pengen mandiri."
Viola merasa lidahnya sangat kaku untuk berucap aku-kamu. Ia terbiasa berucap lo-gue dengan teman-temannya.
"Aku juga mau tanya, dong."
Viola mengalihkan pandangannya pada sosok gadis dengan kaca mata membingkai matanya. Dari cara bicara gadis itu, Viola dapat menyimpulkan jika dia seseorang yang banyak bicara.
"Silahkan, Delia."
"Kenapa kamu cantik banget, sih? Skincare kamu apa?" tanya Delia dengan penuh antusias.
"Delia, kamu bisa tanya itu nanti," tegur guru itu.
Viola hanya tersenyum setengah ikhlas mendengar respon guru wanita dengan tubuh sedikit gemuk itu.
"Hehe, habisnya Viola cantik banget, Bu. Saya merasa tersaingi," ucap Delia.
"Viola, maklumi sikap Delia. Orangnya emang gitu, rada gila," sahut seorang cowok dengan kulit sawo matang.
"Udah-udah nggak usah dilanjutin. Viola, kamu bisa duduk di belakang Delia."
Viola mengangguk sekilas ke arah guru itu sebelum berjalan menuju meja paling belakang. Melihat bangku paling belakang mengingatkan Viola pada tempat duduknya di RSHS. Bedanya, ia tidak duduk sendirian karena ada seorang cewek yang telah duduk di sana.
Viola tersenyum pada gadis di sebelahnya sebelum ikut bergabung dengan gadis itu.
"Karena tugas Bu Ratna sudah selesai, Bu Ratna izin ke luar kelas."
"IYA, BU."
"Kenalin, namaku Safira," ucap gadis di sebelahnya seraya mengulurkan tangannya.
Viola tersenyum hangat, lalu membalas uluran tangan itu dengan sumringah. "Viola," ucapnya.
Viola merasa keheranan saat penghuni di kelas ini melingkar memenuhi mejanya. Ia hanya bisa mengangkat kedua sudut bibirnya.
"Hai Viola, kita mau kenalan sama kamu," ucap Delia.
"B-boleh," balas Viola gugup.
Bukan tanpa sebab, ini pertama kalinya Viola berkenalan langsung untuk mencari teman.
"Namaku Delia."
"Aku Risti."
"Aku Tasya."
"Aku Adit, cowok paling ganteng di kelas ini.
"Boleh minta id line, nggak?
"Tukeran nomor WhatsApp yuk."
Viola memejamkan matanya. Kepalanya terasa ingin meledak saat mendengar ucapan teman-teman barunya. Bahkan telinga Viola terasa berdengung mendengar celotehan siswa-siswi XI IPS B yang tanpa jeda.
"STOP! Kalau mau kenalan jangan kayak gini, dong. Bukannya jadi teman, bisa-bisa kalian jadi musuh," ucap Safira menengahi.
Safira tahu jika Viola merasa terganggu dengan tingkah para temannya yang terlalu brutal untuk sebuah perkenalan.
"Kita cuma mau kenalan sama Viola, Del," balas Risti.
"Tapi nggak gitu caranya. Kalian malah buat Viola nggak nyaman," ucap Safira.
Dalam hati ia membenarkan ucapan Safira. Yang gadis itu bilang tidak lah salah, cara mereka berkenalan membuat Viola merasa kurang nyaman. Mereka terkesan memaksa.
"Maaf deh kalau kami buat kamu nggak nyaman. Tapi kami mau jadi teman kamu, boleh nggak?" ucap Delia.
"Sekarang kalian teman jadi teman gue kok," balas Viola ramah.
"Vi, sepertinya kamu harus merubah panggilan menjadi aku-kamu. Kita nggak terbiasa dengan bahasa kamu," ucap Risti.
"Aku bakal coba. Tapi agak sulit, sih. Bibir gue udah terlanjur terbiasa ngomong pakai bahasa gaul," balas Viola campur aduk. Sangat sulit untuk menyamakan cara berbicara teman-temannya. Lidah Viola sudah terlalu kaku.
"Kita bakalan bantu. Bali Jakarta omonganmu bakal medhok," ucap Safira.
Viola menatap Safira dengan dahi berkerut, ia tak memahami apa yang diucapkan teman sebangkunya.
"Lo ngomong apa?"
"Lupakan. Kalau kamu udah paham Bahasa Jawa, kamu pasti tahu artinya kok," balas Safira.
Viola hanya mengangguk. Tapi dalam hatinya masih bertanya-tanya apa maksud perkataan Safira. Ternyata memulai kehidupan baru di kota lain tidak semudah yang Viola bayangkan.
________________________________________
Maaf ya up karena updatenya ngaret, semalam ketiduran maklum aku orangnya ngantukan.
Purwodadi, 7 September 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro