Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

30

Happy reading!

Author POV

Terlihat Viola, Delon, Ervan dan Mama Dita sedang berada di dalam mobil. Rencananya mereka akan berkunjung ke suatu tempat. Di mana seseorang yang berada di sana sedang berulang tahun.

Kali ini Shakila tidak ikut mereka, istri Ervan itu sedang kurang enak badan. Bukan hanya itu, Shakila dan Tania menjadi penjaga rumah Mama Dita.

Suasana di dalam mobil itu terasa sepi. Sepertinya semua penumpang mobil yang dikendarai Ervan ini sedang fokus dengan pemikiran masing-masing.

Tak berselang lama mobil itu berhenti. Viola dapat melihat dari kaca mobil pemandangan di luar. Tempat luas yang bisa dikatakan sepi. Tanpa diperintah, mereka turun dari mobil satu per satu.

Viola mendongak saat merasakan seseorang merangkul bahunya. Viola hanya tersenyum kecil saat tahu jika Delon lah yang melakukan hal itu. Viola merasa jika akhir-akhir ini sikap Delon berubah. Cowok yang biasanya jahil dan suka berdebat itu berubah menjadi lebih perhatian. Bahkan tak pernah mengganggu Viola lagi.

Perubahan itu terjadi semenjak Delon mengetahui Viola menangisi Arsen. Viola yang sebelumnya kurang dekat dengan Delon, kini sangat dekat. Tak jarang Delon memberi perhatian kecil yang sebelumnya tak pernah dilakukan.

"Kamu siap?" tanya Delon.

"Mau nggak mau aku harus siap," balas Viola sembari mengenakan kaca mata miliknya.

Dengan masih merangkul sang adik, Delon berjalan dengan langkah biasa. Tempat yang akan mereka kunjungi tidak jauh dari mobil mereka. Mereka hanya diam, tak ada obrolan sama sekali.

Tiga menit setelahnya mereka berhenti di tempat tujuan. Tak ada siapa pun, hanya ada sebuah gundukan tanah yang telah dipenuhi rumput berwarna hijau. Ya, saat ini mereka berada di pemakaman. Tepatnya di makam Bramantya, papa Viola.

Viola berjongkok, mendekat ke nisan yang bertuliskan 'Bramantya'. Viola belum berucap apa-apa, tapi air matanya telah menggenang di pelupuk matanya. Melihat makam sang papa membuat memori bersama sang papa berputar di kepalanya.

"S-selamat ulang tahun, Pa. Mungkin ucapan selamat buat papa nggak ada gunanya. Tapi Viola tetap ingin mengucapnya, semoga papa bahagia di sana," ucap Viola seraya mengelus nisan milik papanya.

"Seandainya papa masih hidup, saat ini usia papa lima puluh tahun."

"Viola," tegur Ervan.

Viola meletakkan sebuket bunga mawar di atas gundukan tanah itu. Selanjutnya ia berdiri, menjauh dari makam sang papa. Di depannya, Delon merentangkan tangannya. Tanpa menolak Viola mendekat dan masuk ke dalam dekapan hangat milik sang kakak.

Tak berselang lama isakan kecil mulai terdengar. Viola memang seperti ini jika berkunjung ke makam Bram. Tapi mereka tak mempermasalahkan sikap Viola. Mereka paham jika Viola masih merasa kehilangan Bram, mengingat Viola sangat dekat dengan sosok papanya.

Delon hanya bisa mengusap-usap rambut adiknya dengan sayang. Sesekali ia menghapus air mata yang telah menggenang di sudut matanya. Melihat Viola seperti ini membuat Delon menjadi sedih.

Delon tahu jika tangisan Viola bukan hanya sekedar rindu dengan Bram, tetapi Viola juga menangisi Arsen. Sebenarnya setiap mereka akan berkunjung ke makam Bram, Arsen akan ikut mereka. Tapi hari ini berbeda, cowok itu menolak dengan alasan akan mengantar sang kekasih check up. Penolakan Arsen membuat Viola menjadi murung dan bad mood.

Ada rasa tak tega melihat Viola yang beberapa waktu belakangan ini selalu murung. Tapi mau bagaimana lagi? Ia tak mungkin menyalahkan Arsen atas kesedihan Viola. Karena Arsen mempunyai hak untuk mencintai orang lain. Ia juga tak mungkin memaksa Arsen untuk mencintai Viola. Karena ia tahu jika cinta tak bisa dipaksakan.

"Udah jangan nangis lagi. Percaya sama kakak, papa udah bahagia di sana," bisik Delon.

Viola tak menjawab, tapi ia mengeratkan pelukannya pada Delon. Ia menumpahkan tangisnya di pelukan Delon.

"Vio, kamu jangan kayak gini. Abang tau kalau kamu rindu sama papa. Tapi kamu nggak harus nangis kayak gini. Papa lebih seneng lihat kamu tegar, daripada terus nangis," ucap Ervan.

"Vi, yang dibilang Bang Ervan itu bener. Nangis nggak bakal balikin semuanya. Mendingan kamu berdoa buat papa, biar papa seneng," ucap Delon berusaha membujuk Viola.

Delon dapat merasakan pelukan Viola terlepas. Dengan cekatan Delon menghapus air mata yang membasahi wajah Viola. Delon dapat melihat jelas mata Viola memerah dan berair.

Setelah selesai dengan kegiatannya, Delon membawa Viola mendekat ke arah makam Bram. Di sisi kanan makam papanya ada Mama Dita yang sedang membaca doa untuk papanya.

Delon mengawasi Viola yang berjalan mendekat ke arah Mama Dita. Ia membiarkan Viola, karena ia tahu jika Viola akan jauh lebih tenang saat bersama Mama Dita.

"Viola, mama nggak masalah kalau kamu nangis. Tapi ini terlalu berlebihan, Vi. Mama mohon, ikhlaskan kepergian papa," ucap Mama Dita dengan nada lembut.

"Vio kangen bamget sama papa. Udah lama papa nggak datang ke mimpi Vio," balas Viola.

"Berdoa sama Tuhan, semoga papa bisa datang ke mimpi kamu," balas Mama Dita.

"Van, kamu pimpin doa, gih," perintah Mama Dita. Tanpa membantah Ervan ikut jongkok di sebelah makam Bram. Selanjutnya lantunan doa mulai terdengar.

________________________________________

Part ini sedikit banget. Aku bingung mau ngerangkai kata-katanya. Aku berharap semoga kalian sukaaa!

Purwodadi, 5 September 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro