28
Happy reading!
Author POV
Sudah tiga puluh menit Viola berada di sini, di taman yang berada di seberang mall. Entah mengapa Viola dapat merasakan kenyamanan di tempat ini. Suasananya yang sepi membuat Viola bebas untuk merenung, memikirkan bagaimana kelanjutan hidupnya.
Sejak sepuluh menit yang lalu handphone miliknya tak berhenti bergetar. Tapi Viola mengabaikannya, ia benar-benar butuh waktu untuk sendiri, ia butuh waktu untuk menyembuhkan kekecewaannya pada sang sahabat.
"Viola!"
Viola yang tadinya menunduk langsung mendongak saat mendengar suara seseorang memanggil namanya. Matanya menyipit saat melihat seorang gadis tengah berjalan mendekat ke arahnya.
"Vi, lo ngapain di sini?" tanya gadis itu.
"Resa?" ucap Viola tak percaya. Pasalnya penampilan Resa sangat berbeda saat berada di sekolah. Rambut yang biasanya dikuncir sekarang di gerai dengan indah.
Resa mendekat ke arah Viola, lalu ikut bergabung di bangku putih itu. "Iya ini gue. Lo kenapa di sini sendirian?"
"Pengen aja sendiri di sini," balas Viola.
"Tumben nggak bareng Arsen. Biasanya ke mana-mana berdua," ucap Resa.
Viola menelan ludahnya susah payah sebelum berkata, "Kan sekarang Arsen udah punya pacar. Kalau gue sama Arsen pergi berdua, gimana perasaan Khaila coba."
"Entah kenapa gue nggak suka sama Khaila," ucap Resa dengan nada malasnya.
"Kenapa?"
"Aneh aja gitu. Gue heran banget waktu Khaila masuk OSIS, lo tahu sendiri kalau mau jadi anggota OSIS di sekolah kita harus ikut seleksi dulu. Tapi Khaila nggak, dia masuk gitu aja dan langsung jadi sekretaris bareng Arsen."
"Mungkin aja di sekolah sebelumnya kerja Khaila bagus, makanya dia masuk tanpa seleksi," ucap Viola. Sebenarnya mendengar cerita Resa membuat Viola sedikit berprasangka buruk pada Khaila. Tapi dengan cepat ia menepis pikirannya, ia tak boleh berpikir negatif tentang Khaila.
"Bisa jadi, sih. Tapi gue masih kurang percaya. Nggak tahu kenapa gue nggak suka Khaila pakai banget. Padahal dia nggak ngelakuin hal buruk ke gue."
"Coba deh buat selalu berpikir positif saat ngelihat Khaila. Mungkin aja pandangan lo terhadap Khaila bakal berubah," ucap Viola memberi saran pada Resa. Karena menurut Viola, Khaila adalah gadis yang baik. Ia memaklumi perilaku caper Khaila. Mungkin saja Khaila ingin diperhatikan, mengingat orang tuanya yang sudah berpisah.
"Gue bakalan coba deh. Kita cari pembahasan lain aja, gue nggak suka bahas Khaila."
"Lo ke sini sama siapa, Res? Sendiri juga?" tanya Viola. Diam-diam ia mengamati penampilan Resa yang membuat pangling. Hanya hotpants dan kaus kebesaran yang dipakai Resa. Tapi entah mengapa sangat cantik di mata Viola.
"Iya. Rumah gue nggak jauh dari sini kok. Gue sering ke sini buat santai atau mau nenangin diri," ucap Resa.
"Gue heran, deh. Kenapa taman sebagus ini sepi pengunjung?"
"Orang-orang lebih milih buat ke mall daripada di sini. Mungkin karena mall lebih dingin dari taman ini," ucap Resa.
"Bener juga. Tapi sayang banget kalau nggak ada pengunjungnya. Menurut gue taman ini bagus dan bersih," ucap Viola seraya mengedarkan pandangannya ke penjuru taman.
"Gue malah berharap taman ini biar sepi. Karena kalau ramai, gue nggak bisa merenung lagi di sini."
"Kayaknya lo manusia dengan kegalauan akut," tebak Viola.
"Gue pemikir keras, Vi. Eh iya, lo mau beli boba nggak? Gue mau beli soalnya."
"Emang di sini ada?"
Resa menunjuk sebuah kedai yang tak jauh dari taman. "Tuh tempatnya."
"Gue ikut," balas Viola.
Mereka bangkit dari bangku putih itu, lalu berjalan sambil mengobrol menuju kedai yang ditunjuk oleh Resa.
*****
Saat ini Viola telah berada di depan mall yang dikunjunginya. Ia sudah menghabiskan satu jam lebih untuk mengobrol dengan Resa. Viola tak mengira jika Resa bisa teman ngobrol yang asik
Kepalanya berulang kali menoleh ke arah kanan. Bukan tanpa sebab, ia sedang menunggu Delon menjemputnya. Setelah Viola memceritakan keluh kesahnya pada Delon, cowok itu berubah menjadi lebih perhatian kepada Viola. Ia tak pernah menolak saat Viola meminta diantarkan ke suatu tempat.
Tak berselang lama mobil putih berhenti di depannya. Tanpa banyak basa-basi Viola masuk ke dalam. Raut terkejut terpancar di wajah Viola saat melihat sosok lain di dalam mobil itu.
"Kak Tania?" ucap Viola dengan raut wajah tak percaya. Ia masih terkejut dengan adanya Tania, adik kandung Shakila.
"Viola. Apa kabar?"
"Baik. Kapan Kak Tania datang ke Jakarta?"
Tania memang tidak tinggal di Jakarta sekitar dua tahun lalu. Ia memilih untuk berkuliah di salah satu universitas yang ada di Jogjakarta. Katanya, ia ingin mencari suasana baru.
"Baru aja sih. Aku habis dari Lampung buat ikut seminar, terus mampir ke sini. Aku udah kangen sama Ryzard," balas Tania.
"Kak Tania di Jakarta berapa lama?" tanya Viola.
"Dua mingguan mungkin," balas Tania.
"Wah lumayan lama."
Melihat interaksi Viola dan Tania yang begitu akrab membuat Delon menghembuskan napas kasar. Saat ini ia merasa menjadi sopir dua wanita yang tengah asik berbincang itu.
"Kamu habis nge-mall?" tebak Tania.
"Iya, Kak," balas Viola.
Ucapan Tania membuat Viola kembali teringat dengan kejadian tadi. Rasa kecewanya sudah lumayan memudar, tapi ingatan itu masih terekam jelas di ingatannya.
"Tumben banget kamu cepet. Biasanya kalau kamu ke mall sampai setengah hari," ucap Delon.
"Hari ini kami nggak nonton, cuma makan terus main timezone," ucap Viola. Dalam hati ia meminta maaf pada Delon karena telah berbohong.
"Oh gitu," balas Delon.
Selanjutnya hening tak ada obrolan. Hanya terdengar lagu Before You Go - Lewis Capaldi yang mengalun memenuhi mobil. Viola memejamkan mata, tiba-tiba kebersamaannya dengan Arsen berputar seperti film.
________________________________________
Masih mode ngebut. Nggak nyangka bentar lagi deadline, semoga bisa tamat sebelum deadline deh.
Purwodadi, 3 September 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro