26
Happy reading!
Author POV
Terlihat sepasang manusia itu sedang berada di taman belakang. Hari ini guru-guru sedang mengadakan rapat, alhasil jam pelajaran kosong. Hal itu yang membuat Arsen dan Viola berada di sini, di taman belakang yang letaknya lumayan jauh dari ruang kelas mereka.
Bukan tanpa alasan mereka berada di sini, tempat yang sangat jarang dikunjungi orang ini akan menjadi saksi Arsen menembak Khaila.
Senyum palsu milik Viola terus tersungging di bibirnya. Setelah seminggu melakukan pendekatan dengan Khaila, kini Arsen akan menembak cewek itu.
Melihat senyum Arsen yang begitu lebar membuat Viola ikut bahagia, walau rasa sakit hati lebih mendominasi.
"Gue gugup banget, Vi," ucap Arsen.
"Kenapa gugup coba? Lo itu cuma mau nembak cewek, bukan mau ngucap ijab qabul," balas Viola.
"Kalau gue ditolak Khaila gimana?"
"Ya cari yang lain lah."
Kayak gue misalnya sambung Viola dalam hati.
"Enak banget bilangnya. Move on itu nggak gampang, Vi," balas Arsen.
"Emang nggak gampang. Move on itu berat pakai banget," ucap Viola.
"Eh itu Khaila dateng," ucap Arsen heboh. Viola menoleh, ia bisa melihat kedatangan Khaila bersama teman sekelas yang lain. Denyutan itu semakin terasa saat melihat Khaila datang, itu artinya sebentar lagi ia akan menyaksikan peristiwa yang pasti melukai hatinya. Viola memilih berjalan agak menjauh dari Arsen. Berdekatan dengan Arsen dan Khaila sangat tidak baik untuk hatinya.
"Loh Sen, katanya lo sama Viola mau ke kantin. Kok malah ada di sini," tanya Khaila keheranan.
"Sebenernya gue sama Vio nggak ke kantin."
"Terus kenapa kalian ada di sini?"
"La, coba deh lihat ke belakang," ucap Arsen.
Tanpa membantah Khaila menoleh ke belakang. Gadis itu terlihat kebingungan, pasalnya tidak ada hal aneh ataupun hal menarik. Hanya ada teman-teman sekelasnya yang sedang duduk di rerumputan.
"Ada apa sih, Sen? Nggak ada apa-apa yang aneh," ucap Khaila.
"Lihat gue sini," ucap Arsen.
Viola bisa melihat ekspresi terkejut Khalia saat melihat Arsen berdiri di depan gadis itu dengan membawa buket bunga.
Viola mencoba menulikan pendengarannya saat Arsen mulai menyatakan perasaannya. Tapi matanya tak lepas dari sepasang manusia yang terlihat bahagia itu.
"Iya, Sen. Gue mau jadi pacar, lo."
Viola menutup matanya rapat-rapat saat mendengar ucapan Khaila. Padahal ia berharap jika Khaila menolak pernyataan cinta Arsen. Viola memang jahat, tapi apa salahnya untuk berharap?
Viola menoleh saat merasakan tangannya digenggam oleh seseorang. Ternyata Kristo yang melakukan hal itu, tatapan cowok itu lurus ke depan. Seakan genggaman itu tidak berarti apa-apa untuk Kristo.
"Gue tahu kalau lo sakit hati lihat mereka," bisik Kristo.
Viola tak menjawab. Sebisa mungkin ia mempertahankan ekspresi wajahnya agar Kristo tidak curiga padanya.
"Kalau lo nggak kuat, mending pergi. Jangan sok tegar, yang ada makin sakit hati nantinya," lanjut Kristo.
Viola diam tak merespon, ia tak menyangka jika Kristo mengetahui rahasia yang selama ini ia pendam. Ia heran sendiri, mengapa Kristo bisa tahu? Padahal ia tak pernah bercerita hal itu pada Kristo, bahkan teman yang lain.
Tatapan mata Viola langsung dialihkan ke rumput di bawahnya ketika Arsen dan Khaila berpelukan. Rasa sesak kembali hadir, Viola ingin pergi dari sini. Tapi ia sudah terlanjur berjanji pada dirinya sendiri, ia akan mengikhlaskan Arsen untuk Khaila. Viola berharap sahabatnya itu mampu menambah semangat Khaila untuk sembuh.
Viola dapat merasakan tangannya terlepas dari genggaman Kristo. Gadis itu berpura-pura tidak terjadi sesuatu. Ia hanya diam dengan pandangan tak lepas dari sepasang kekasih yang baru jadian itu.
"Cie yang udah official. Jangan lupa buat traktirannya, biar langgeng," ucap Kristo.
Tatapan Viola tak lepas dari sosok Khaila yang tengah tersenyum malu-malu. Tidak hanya Khaila, sahabatnya pun terlihat bahagia.
"Karena gue baik, yuk kita ke kantin. Gue bakal bayarin kalian," ucap Arsen seraya merangkul bahu Khaila.
"Gue suka yang kayak gini. Sering-sering traktir dong, Sen," ucap Adnan.
Mendengar Adnan berucap demikian membuat Viola memutar bola matanya malas. Ia bisa menebak jika Adnan akan bereaksi seperti itu. Bukan tanpa sebab, cowok dengan wajah tengil itu sangat menyukai hal-hal yang berbau gratis.
"Perasaan lo itu nggak miskin-miskin amat. Kenapa lo suka banget sih sama gratisan? Malu-maluin kaum sultan," ucap Dio.
"Itu semua punya orang tua gue. Uang masih minta orang tua jangan sok keras," balas Adnan.
"Anjay emang," gerutu Dio.
Viola memilih mengikuti Arsen dan Khaila yang berjalan meninggalkan taman belakang daripada mendengarkan obrolan Adnan dan Dio.
Gadis dengan rambut sebatas dada itu bisa merasakan kehadiran seseorang di dekatnya. Tapi Viola berpura-pura tidak tahu, biar lah ia terlihat bodoh. Arah pandang Viola lurus ke depan, menatap tautan jemari Khaila dan Arsen yang berjarak tiga meter dari dirinya.
Viola tersentak saat tiba-tiba seseorang menarik tangannya, membawa Viola menjauh dari Arsen dan Khaila. Saat melihat siapa orang yang menarik tangannya membuat Viola kesal.
"Lo itu kenapa sih, Kris."
"Vi, jangan paksain diri lo. Gue tahu kalau lo sebenernya tersiksa saat dekat sama mereka," ucap Kristo.
Tawa sumbang keluar dari bibir Viola. "Lo ngomong apa sih, Kris? Gue nggak paham sama yang lo omongin."
Seketika wajah Kristo berubah serius. "Jangan pura-pura bodoh, Vi. Gue tahu kalau sebenernya lo itu suka sama Arsen."
"Jangan sok tahu deh, Kris. Gue nggak punya perasaan apapun sama Arsen. Kita murni sahabatan," balas Viola.
"Gue nggak percaya," ucap Kristo.
"Gue nggak peduli," balas Viola. Ia membalik badannya, lalu berjalan meninggalkan Kristo dengan wajah yang sulit diartikan.
________________________________________
Up lagi, sorry baru up. Mood nulis jelek banget. Makanya baru up sekarang. Mohon maklum yaaa.
Purwodadi, 1 September 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro