
≧ Way Back Home - SHAUN
Way Back Home
Inspired by Way Back Home – SHAUN
Story by Rashi-cchi
– A Honkai Impact 3rd Fanfiction
Kalpas x Sherry (OC)
***
It’s like a drawer that keeps opening, no matter how hard I try to close it
You’re flying high in the sky but you always come back to me
I have a hard time dealing with us parting but everything is as it always was
Oh oh oh
“Sherry. Bagaimana kondisimu?”
Begitu mataku terbuka, aku mendapati sosok gadis dengan postur mirip denganku. Ketika aku mengerjap beberapa kali dan memandangnya lagi, aku mengenalinya sebagai salah satu rekanku dari era lampau. Suaranya terdengar jernih dan tenang walau sudah 50.000 tahun berlalu kami tertidur dalam cryopod.
“Hua ...?” panggilku.
Ah, sial. Suaraku terdengar sangat parau, ini sungguh memalukan–mengapa aku tampak seperti orang bangun tidur? Padahal, Hua terlihat sangat segar seperti itu.
Pandanganku terasa berat. Ketika menyentuh area mata, aku menyadari mataku agak sembab. Apakah aku menangis selama berada di dalam cryopod? Kenapa? Apa yang aku tangisi di dalam sana?
Aku memilih untuk tidak memedulikan itu–bertanya pada Hua juga tak mungkin, sebab, dalam cryopod itu kami berada dalam keadaan tidur panjang tanpa bisa mengetahui kondisi rekan ataupun kondisi di luar sana.
Aku mendekati Hua dengan langkah tertatih. Tidur panjang dalam cryopod membuatku harus kembali beradaptasi, ketika aku nyaris terjatuh, dengan sigap Hua menahanku. Aku tersenyum senang, anak ini memang sigap sekali.
“Ke mana yang lain?” tanyaku.
“... Kevin sudah bangun duluan, bersama Su dia memandu manusia-manusia lain di sini, Sherry. Aku diminta untuk menjagamu sampai sadar dan membantumu beradaptasi,” jawab Hua.
Aku menggerutu, “Hmh, berarti aku yang paling terakhir bangun.”
“Itu bukan hal yang aneh, sebab Sherry ‘kan orang terakhir yang masuk ke dalam cryopod.”
Mulutku bungkam. Aku tidak ingat itu–kenapa aku harus menjadi yang terakhir masuk ke dalam cryopod? Efek samping penggunaan Void Archives yang berlebihan saat melawan Herrscher of The End di bulan membuat ingatanku terkikis. Aku ceroboh sekali, sih. Kalau Kalpas tahu, ia pasti marah dan akan mengataiku bodoh.
“Oh, mana Kalpas?” tanyaku dengan penasaran, aneh rasanya ketika melihat Kalpas tidak ada di sisiku–mengingat aku dan dia sudah sangat dekat dan selalu bersama tiap hari. “Jangan bilang dia sudah mengacau di luar sana?”
Hua tersentak mendengar pertanyaanku. Sepasang netranya membelalak, ia memandangku dengan tatapan yang tak bisa aku artikan–oh, pasti dia kaget karena tebakanku benar.
“Huh, sudah kuduga! Sombong sekali dia. Bukannya menemuiku, dia malah merusuh di luar. Aku harus bertemu dengannya!”
Hua menepuk pundakku. “Sherry ... kamu tidak ingat?”
“Ingat apa?” tanyaku balik. “Aku–“
Clang!
Suara barang yang terjatuh membuatku harus memotong ucapanku. Pecahan berwarna hitam ... dan pecahan warna keemasan. Tampak familier, tapi–itu apa, ya? Pecahan itu jatuh dari kantung celanaku.
Aku membungkuk, mengambil dua pecahan itu. Melihat bentuknya, aku jadi teringat pada Kalpas.
Tunggu.
Kalpas?
Kepalaku serasa berputar ketika berusaha mengingat sesuatu yang penting itu. Aku memejamkan mata, memegang kepalaku yang berdenyut-denyut. Ada Kalpas ... lalu–Herrscher of The End?
Napasku sesak ketika ingatan itu terputar dalam memori. Aku teringat, hari itu, pertempuran kami di atas sana, di bulan. Kami berdelapan, melawan seorang Herrscher terkuat.
Saat dirinya yang berapi-api perlahan padam.
Saat suara nyaringnya perlahan menjadi lirih.
Saat sosoknya yang dipenuhi kehidupan perlahan memudar.
Ketika aku ... harus melepasnya dari pelukanku.
Seluruh duniaku runtuh ketika memori itu kembali terbuka. Kakiku seolah kehilangan kekuatan, aku tak mampu menopang tubuhku sendiri hingga jatuh begitu saja di lantai.
Aku ingat, aku menjadi orang yang terakhir masuk ke dalam cryopod, sebab aku memiliki pikiran untuk mati bersama di era lampau–seperti Eden yang memilih untuk mati bersama dengan lagunya.
Hua sepertinya memanggilku, tapi suaranya tak kedengaran. Tangisku pecah sejadi-jadinya, mengingat sosoknya takkan ada lagi di sisiku.
***
On the countless paths away, I discovered you
And the heart that I had tried to empty you filled back up like this
I always run into you at the end of my steps
“Kamu benar-benar tidak apa-apa mencoba melihat universe lain dengan Cosmic Juggernaut?” tanya Su saat dia memandangku–eh, apa bisa disebut memandang? ‘Kan dia selalu menutup matanya. Yah, pokoknya, dia terlihat khawatir ketika aku mengutak-atik divine key yang dipercayakan padanya.
“Mm. Aku membuat tiruan Cosmic Juggernaut dengan Void Archives, tapi dia payah jadi tidak bisa kugunakan untuk melihat dunia lain lama-lama.” Aku memusatkan kekuatanku pada Cosmic Juggernaut, kemudian memunculkan beberapa universe untuk aku lihat. “Aku mau coba membantumu dalam Project Valuka, soalnya Project Ark milikku sudah jelas akan gagal.”
“Memangnya tidak ada kontak dari spaceship yang kamu kirim?”
“Entah, sudah ratusan tahun tidak ada kabar, tuh. Kita hanya bisa berharap pada Project Ark yang dilakukan oleh Griseo, soalnya yang punyaku tak ada kabar.”
Su tidak berkomentar lagi. Aku sibuk memperhatikan satu persatu universe lain yang sudah muncul. Pandanganku langsung tertuju pada satu yang sangat menarik perhatian.
Oh. Sosok itu.
Kalpas ... dari dunia lain?
Sial, apa-apaan? Padahal aku mau mengikhlaskannya, tetapi semesta malah menunjukkan dia lagi padaku. Kurang ajar sekali.
Pada akhirnya, aku akan selalu terbawa kepadamu.
Menyebalkan.
***
I open the quietly sleeping room, I take out my memories
You rise clearly above the shattered time
I live on, keeping you in my lost heart
Aku merebahkan badanku di atas kasur dengan kasar, ketika sudah sampai di kamar yang kusewa malam ini. Sialan, menyebalkan sekali kalau diingat-ingat. Walau Kalpas itu bukanlah Kalpas-ku, rasanya tetap kesal melihatnya dekat dengan gadis lain.
Coba tebak. Kalpas di dunia yang kulihat, dia berpacaran dengan gadis lain? Yang benar saja! Aku tak terima, sungguh!
Ya–aku tak berhak marah, sih. Dia ‘kan berbeda dengan Kalpas di dunia ini. Tapi, rasanya kok kesal sekali, ya?
Hmph. Sudah lama waktu berjalan. Tapi, aku tidak bisa mengosongkan hatiku, perasaanku masih berlabuh padamu.
Kalau hanya aku yang hidup, rasanya menyakitkan sekali. Seberapa keras aku berusaha melupakanmu, justru aku malah menginginkan kehadiranmu ketika aku menemukan potongan tentangmu.
Kalau begitu, mulai sekarang aku takkan mencoba melupakan dirimu.
***
I go looking for you in time that’s stopped
No matter the obstacles, I always wind up at your side
“Kevin ... Kaslana!”
Jika membahas soal Project Stigma, aku sangat paham bahwasannya dari keempat misi yang dibawa oleh kami–Flame-Chasers yang tersisa–Project Stigma-lah yang memiliki persentase keberhasilan paling tinggi, tidak sepertiku misi yang aku, Su, dan Hua bawa yang mengandalkan keberuntungan. Waktu berjalan begitu cepat, dan Kevin sudah memulainya.
Tapi, entah berapa lama pun waktu berjalan, aku merasa duniaku hancur. Waktuku berhenti bersamaan dengan kematianmu.
Tsk, bodohnya aku malah memikirkan yang lain. Fokus, Sherry. Setelah semua ini selesai, aku bisa kembali ke sisi Kalpas dengan tenang.
“Kenapa kau terus menjalankan rencana ini, Kevin?” Senjataku aku hunuskan ke arah rekan lamaku itu. “Bukankah kau sendiri tahu apa yang akan terjadi pada umat manusia setelah menjalankan rencana gila itu?!”
Aku melayangkan serangan, menyerangnya dengan sekuat tenaga. Bertarung tanpa Void Archives terasa sulit bagiku–meski menyebalkan, Void Archives sudah menemaniku dalam banyak pertarungan. Terima kasih pada Otto Apocalypse yang sudah mencuri Void Archives dariku.
Memiliki kekuatan Herrscher juga percuma, toh, Kevin bisa menghalau semua serangan itu–dan dengan otoritasnya, dia bisa mengerahkan seluruh kekuatan Herrscher lainnya. Aku yang hanya memiliki satu kekuatan Herrscher ini bisa apa?
“Menyerahlah, Sherry.” Ketika aku sudah terduduk di atas tanah, Kevin menurunkan senjatanya dan menghampiriku. Ia berkata, “Aku tak mau menghunus senjataku padamu lebih dari ini.”
Sok sekali perkataannya itu. Aku benci ia yang selalu begitu. Padahal sudah tega begini, tetapi–masih ingin bersikap baik. Aku tahu, ia bukannya ingin melakukan ini semua, ini demi umat manusia.
“Aku ingin menghentikanmu, Kevin. Demi kemanusiaanmu.”
Ia bertarung demi umat manusia, dan aku ingin bertarung untuk kemanusiannya. Sebab, aku dan Su sudah berjanji pada Dr. Mei untuk menjaga Kevin.
“Ini adalah satu-satunya caraku mempertahankan kemanusiaanku, dengan menolong umat manusia.”
Sudah aku duga, ia tak bisa diajak berkompromi.
“Kalpas juga ... jika dia ada di sini, dia pasti akan memilih pilihan ini.”
Amarahku tersulut ketika Kevin membawa-bawa nama Kalpas. Ia memang mendambakan dunia tanpa Honkai, tapi tidak seperti ini. “Kalpas takkan mengikuti pilihanmu, tahu!”
Kekuatan Herrscher-ku aku kerahkan, sosokku berubah dan aku melayangkan serangan bertubi-tubi padanya.
Namun–
“Uhuk–!”
Aku memuntahkan darah.
Kenapa?
Oh, sepertinya aku sudah melampaui batasanku.
My long, long journey ends and now I go back
“Sherry–?!”
Kevin menghampiriku yang terjatuh. Lucu ya, padahal aku tidak merasakan sakit apapun–ternyata tubuhku sudah hancur. Efek dari Void Archives, korosi dari Herrscher, serta kebiasaanku untuk melampaui batasan sebab aku tak bisa merasa sakit. Wah, kalau dipikir-pikir wajar kalau aku sekarat begini.
Menyedihkan, aku mati konyol. Aku sudah tahu aku takkan bisa mengalahkannya, tetapi–aku malah memaksakan diri.
Kevin memangku aku, aku sudah tidak tahu ia bilang apa lagi sebab kesadaranku nyaris hilang. Aku dapat melihat es tipis jatuh ke tubuhku. Ah, Kevin menangis rupanya. Dia menangisi aku.
Aku melirik ke arah kanan, oh betapa bumi terlihat sangat indah dari sini.
Inikah yang kamu lihat terakhir kali, Kalpas? Pemandangan bumi yang ingin kita lindungi.
I find my way back home to you again
Jangan khawatir.
Aku sudah menemukan jalan untuk kembali padamu, Kalpas.
Agak sedikit di luar rencanaku, tapi tak apa-apa. Toh, pada akhirnya aku juga akan memilih untuk mati.
Kau lihat? Aku mati di tempat yang sama denganmu. Aku mati dengan membawa harapan yang sama denganmu. Aku mati ketika melihat hal yang sama denganmu.
Aku tertawa kecil, harusnya aku takut–tetapi, aku malah bahagia. Aku jadi tak enak hati melihat Kevin bersedih begitu.
Aku menjulurkan tangan, mengusap wajah Kevin dan berbisik. “Jangan menangisi aku. Kau harusnya senang penghalang rencanamu hilang satu, ‘kan?”
“Bertemu dengan Kalpas ... adalah tujuan terakhirku. Bukankah kau yang paling tahu itu?” Aku tertawa kecil, mengabaikan darah yang sudah menggenang. Oh, pantas saja aku sekarat, ternyata perutku yang ditusuk oleh Kevin tadi juga belum beregenerasi rupanya. Aku tertawa kecil, “Hahaha. Kau tak perlu merasa bersalah.”
Kevin sepertinya mengatakan sesuatu lagi. Perkataanku justru membuatnya makin merasa bersalah, sepertinya. Duh, sayang sekali aku mulai kehilangan indraku. Aku tidak bisa mendengar apa-apa, pandanganku makin berat.
Untuk penerus kami di era baru. Kiana Kaslana, Raiden Mei, Bronya Zaychik, Theresa Apocalypse, dan Bianka Ataegina. Sisanya akan kuserahkan pada kalian, maaf aku tidak banyak membantu.
Eh, dua temannya Bianka dan satu temannya Bronya, siapa namanya, ya? Duh, sepertinya aku melupakan mereka.
Ah, sudahlah. Pokoknya untuk semua penerus kami, juga untukmu, Hua dan Herrscher of Sentience. Masa depan ada pada kalian.
Yah, siapa tahu setelah aku mati, Kevin bertobat dan menghentikan rencananya, ‘kan? Mustahil, sih. Tapi, siapa yang tahu? Hehe.
Mmm. Rasanya nyaman ya kalau menutup mata.
Baiklah. Kalau begitu, aku akan memejamkan mataku saja–
–selamanya.
***
I turn the world over in search of
The story that only you can complete
Even if I lose everything, you are all I need
Ini di mana, ya?
Harusnya ‘kan aku sudah mati. Kupikir aku akan ditelan api abadi–ternyata, tempatku berada sekarang malah terlihat lebih indah dari yang aku kira sebelum mati.
Padang rumput yang luas, aroma segar menyelimuti tempat ini.
Aku menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari-cari apakah ada orang lain di sini. Kosong. Wah, masa hanya aku seorang, sih? Tidak mungkin, aku harus mencari seseorang! Aku tak mau sendirian! Kalpas, Kalpas ada di sini ‘kan?
Diam di tempat takkan membantu apa-apa. Aku berlari ke satu arah, aku tak tahu ada apa di sana–tapi langkahku bergerak sendiri. Perasaan ini tidak salah, pasti kau ada di sana ‘kan?
Aku berhenti sejenak ketika melihat kerumunan orang. Ah–itu kakak, ayah, dan ibu juga?!
Maaf sudah menjadi sosok yang durhaka. Tapi, aku menginginkan orang lain untuk kutemui sekarang. Aku akan menghampiri kalian, nanti.
Aku sudah kehilangan semuanya, dan aku tahu kamu juga sudah kehilangan segalanya. Aku hanya membutuhkanmu, dan kamu juga pasti membutuhkanku, ‘kan?
Aku sampai di depan sebuah hutan yang sangat rimbun, kelihatannya sangat gelap di sana. Aku tak tahu, tapi aku merasa harus masuk ke dalam.
All of the lights are out here
Hug me
“Sial, di sini gelap sekali.” Aku menggerutu, tetapi ketika melihat sosok itu, sepasang netraku melebar dan berbinar.
Tak salah lagi.
Itu kamu.
Aku berlari cepat-cepat, mendekati sosok yang terlihat kesepian itu. Kupeluk dirinya dari belakang.
If I close my eyes, it rushes in soundlessly
You pile up in full again in my heart
“Oi, sialan–apa maumu?!”
Ah, sosok ini tidak berubah. Suara tingginya, sikapnya, reaksinya, semua sesuai dengan bayanganku.
Ia membalikkan badan. Ya Tuhan, lihatlah ia yang masih memakai topeng bahkan setelah berada di alam setelah kematian. Lucu, aku ingin menertawakannya–tapi, ini bukan saat yang tepat untuk tertawa.
“Sherry?” Ia memandangku dengan tak percaya. “Kenapa kau ada di sini?”
Air mata menetes dari pelupuk mataku. Aneh, kenapa, ya? Padahal harusnya aku bahagia, tapi aku malah menangis. Aku memejamkan mata, semua memoriku dengannya kembali terputar. Sungguh. Aku benar-benar mencintai orang ini. Terima kasih sudah mempertemukanku dengannya sekali lagi.
I don’t need anybody but you
I’m not done until the day that you come back to my side
“Aku tidak butuh orang lain selain kamu.”
Sekali lagi, aku memeluknya erat-erat. Ia membiarkanku menangis di dalam pelukannya. Kupikir ia akan marah, tetapi–tidak, ia lebih tenang dari yang aku duga.
“Kau cepat sekali datangnya. Bodoh, lemah sekali kau. Cuma begitu saja mati,” cibir Kalpas tanpa rasa bersalah.
“Itukah kalimat pertamamu setelah puluhan ribu tahun tidak bertemu denganku?” Aku melepas pelukanku lalu mencubit pinggangnya, bisa-bisanya dia malah mengejekku. Dasar menyebalkan!
“Jangan mencubitku, bodoh!” Kalpas mengacak-acak rambutku geram.
Aku hanya menertawakannya di tengah isakanku. “Habis, ‘kau menyebalkan. Lagipula, sudah lima puluh ribu tahun lamanya loh sejak kau mati.”
“Benarkah? Rasanya baru sebentar. Aku sih bisa menunggumu sampai kapanpun, Sherry.”
“Memangnya kau tidak rindu padaku?”
“... kau sudah tahu jawabanku, buat apa tanya lagi?”
“Haha! Pokoknya, sesuai janjiku, aku kembali padamu lagi, Kalpas.”
Kalpas terkikik geli. Ia menarikku dalam pelukannya, kali ini aku yang ia dekap. “Aku tahu kau akan kembali.”
“Sebab, kau adalah rumahku dan akulah rumahmu, Sherry.”
“Jadi, sekarang kita akan terus bersama?”
“Tentu saja.”
“Sampai akhir?”
“Mmm. Sampai akhir.”
“Akhirnya itu ... kapan?”
“Entah? Yang jelas, sampai ‘selamanya’ memutuskan untuk selesai.”
“....”
“Kenapa?”
“Aku mencintaimu, Kalpas.”
“Aku juga.”
Kisahku berakhir di sini.
Ah, belum berakhir juga, sih. Sebab, jika aku bersama dengan Kalpas, akan ada banyak sekali cerita, karena kisah kami akan terus ada sampai ‘selamanya’ memutuskan untuk selesai.
Kalau begitu, aku tutup ceritaku yang ini sampai di sini.
Tapi, aku janji ini bukan cerita yang terakhir.
Kalau punya waktu senggang, datanglah padaku, dan aku akan menceritakan kisah lain lagi.
See you, Captain!
End
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro