10. It's Me Again
Tidak mudah untuk mengumpulkan keberanian yang tersisa, tapi di sinilah Mingi berada. Di ruang tamu, duduk menghadap orang tuanya yang tampak murka, well, sebenarnya hanya ayahnya saja, ibu Mingi tampak tenang dengan bibir terkatup rapat.
"Jadi, kau bilang bahwa kau dan Seonghwa tidak bisa melanjutkan perjodohan ini ke jenjang pernikahan?"
Mingi mengangguk, "Iya, Ayah."
"Mengapa? Seonghwa tidak cukup baik untukmu?"
Seonghwa pria yang baik, terlepas dari tindakannya yang suka memaksa Mingi untuk makan sayur, ia adalah pria yang baik hati.
"Aku tidak bisa menikahi seseorang yang tidak aku cintai."
Mingi sudah memikirkan ini matang-matang, ia pria dewasa yang ingin menikah dengan kekasih hatinya. Bukan dengan perjodohan konyol yang dipaksakan.
"Ya, sudah."
"Eh?" Mingi menatap ayahnya dengan heran, "Ayah tidak marah?"
"Tidak, kenapa harus marah? Kalau memang tidak saling mencintai kenapa dipaksakan? Benar kan, Bu?"
Ibu mengangguk sambil tersenyum, "Kalau kau dan Seonghwa saling mencintai, syukurlah. Kalau ternyata perjodohan ini tidak berhasil, ya sudah."
Jiwa Mingi bersorak kegirangan saat ini. "Lalu kenapa tadi Ayah terlihat marah?"
"Ayah lapar." Setelah itu, ayah berlalu dari hadapan Mingi dan Ibu kemudian melangkah ke ruang makan.
"Mingi."
"Ya, Bu?"
Ibu beranjak untuk memeluk tubuh Mingi, "Kau sudah berbicara pada orang tua Seonghwa?"
Mingi mengangguk, "Sudah, Bu. Kemarin saat mengantar Seonghwa pulang ke rumahnya, aku juga meminta maaf kepada Tuan dan Nyonya Park."
"Mereka memaafkanmu?"
Gelengan Mingi berikan sebagai jawaban, "Tidak, aku takut hubungan Ayah dan Tuan Park akan memburuk setelah kejadian ini."
"Jangan dipikirkan, hal itu biar Ayah dan Ibu yang mengurusnya."
Mingi menyamankan dirinya dipelukan Ibu, sudah lama ia tidak merasakan kehangatan seperti ini. "Bu, aku jatuh cinta dengan pria lain."
"Itu sebabnya kau tidak bisa melanjutkan perjodohan ini dengan Seonghwa?"
"Ya." Helaan napas panjang mengalun dari bibir Mingi, "Tapi aku benar-benar mencintai pria ini, Bu. Aku harus bagaimana?"
"Kejar sampai dapat," Ibu menangkup wajah Mingi dengan telapak tangannya, "Kalau sudah dapat, bawa ia ke rumah."
Jiwa Mingi kembali bersorak kegirangan.
──✧*:・゚☄.*. ☄⋆ *:・゚✧──
"Sudah ada kabar dari Mingi?" Tanya San, tangan kirinya mengelap permukaan mug yang ia genggam menggunakan kain.
Yunho menggeleng lemah lalu menyimpan ponselnya di dalam tas. Sudah tiga hari sejak Mingi meminta Yunho untuk menunggu, ia hilang tanpa kabar. Ponselnya tidak bisa dihubungi, apartemennya kosong, dan email yang Yunho kirim hanya berakhir menjadi pesan tak terbaca.
Waktu berlalu, cinta mereka semakin menggebu hingga Yunho ragu apakah ia mampu menahan rindu apabila dirinya dan Mingi tak lagi bertemu.
Jauh dilubuk hati, Yunho khawatir. Ia berusaha untuk tidak overthinking, mungkin saja Mingi sedang ada dinas ke luar kota yang membuatnya sangat sibuk sehingga tidak bisa dihubungi. Atau mungkin Mingi masih berusaha menyelesaikan persoalan antara dirinya dan Seonghwa.
Berbicara mengenai Park Seonghwa, Yunho tidak pernah mendengar kabarnya lagi. Yunho juga tidak berusaha untuk mencari tahu, karena Yunho pikir itu tidak perlu.
"Aku yakin, Mingi baik-baik saja." San mengusap pundak Yunho perlahan, "Jangan terlalu mengkhawatirkannya, oke?"
Yunho mengangguk, "Baiklah."
Hari sudah semakin larut dan kedai kopi San akan segera tutup, Yunho memutuskan untuk pamit dan pulang ke apartemennya.
"Kau yakin kau baik-baik saja?"
"Tentu saja, memang aku kenapa?"
San mengangkat bahu, "Kau terlihat lesu."
"Aku lelah karena bekerja seharian, San."
"Ya ya, baiklah."
Yunho tersenyum lalu beranjak untuk memeluk San, "Sampai jumpa lagi, homie."
"Ya, sampai jumpa lagi. Apartemenku selalu terbuka lebar jika kau ingin menginap." Senyum mesum San berikan untuk Yunho yang kini melepas pelukannya sambil terkekeh.
"Calm your horny ass, dude." Yunho melambaikan tangan kanannya, "Bye bye!"
San tersenyum dan membalas lambaian tangan sahabatnya itu, "Bye."
──✧*:・゚☄.*. ☄⋆ *:・゚✧──
Yunho baru saja menghempaskan tubuhnya di sofa ketika mendengar suara ketukan di pintu apartemennya. Ia melirik jam dinding, demi Tuhan siapa yang bertamu pukul setengah sebelas malam?
Kakinya dengan lunglai berjalan menuju pintu depan, Yunho bahkan tidak peduli dengan bajunya yang kini sudah berantakan.
"For god sake, kalau sampai yang mengetuk pintu adalah orang iseng aku akan membunuh--Mingi?"
Pria itu berdiri dengan senyum manis menghiasi bibirnya, "Selamat malam, Yunho."
Tak ada lagi kata yang terucap karena Yunho langsung membawa Mingi ke dalam pelukannya. Ia tidak ingin melepasnya, Yunho takut Mingi akan kembali menghilang.
"Aku mencarimu kemana-mana, aku mencoba menghubungi ponselmu tapi kau tidak menjawab, kau juga tidak membalas emailku--"
"Sshhh, aku baik-baik saja." Mingi mengusap tengkuk Yunho, memberi rasa hangat sekaligus nyaman, "Aku di sini, Yunho."
Pria bermarga Jeong itu mengeratkan pelukannya, nyaris terisak, "I miss you."
"I miss you too." Mingi tersenyum lebar sekali sekarang, pasti akan memalukan jika dilihat.
"Masuklah, akan kubuatkan minuman hangat untukmu."
Dengan jari saling bertaut, Yunho menggiring Mingi ke dapur. Menyuruh pria itu untuk duduk di salah satu kursi meja makan sementara Yunho membuatkannya minuman. Rasanya seperti déjà vu.
"Kau kemana saja?" Lagi-lagi, Yunho enggan untuk menatap Mingi. Ia lebih memilih membelakangi pria itu sambil menuangkan cokelat panas instan ke dalam mug.
"Ada beberapa hal yang harus aku tangani, Yunho."
Yunho tidak menjawab dan kembali berkutat pada minuman di hadapannya. Sampai Yunho merasakan pinggangnya direngkuh dengan perlahan dan kedua tangan Mingi yang membalikkan badannya.
"Aku minta maaf karena membuatmu menunggu, kau tahu permasalahan diantara aku dan Seonghwa cukup memakan waktu."
Keduanya saling menatap, Yunho baru sadar terdapat luka kecil yang hampir mengering di sudut bibir Mingi.
"Ini kenapa?" Tanya Yunho sambil menyentuhnya dengan ujung jari.
"Ayah Seonghwa."
Yunho terkesiap, "Kau baik-baik saja?"
"Selain tamparan yang membuat sudut bibirku terluka, aku baik-baik saja. Lagipula aku pantas mendapatkannya karena telah menyia-nyiakan anak semata wayang mereka." Mingi tersenyum, "Selama tiga hari, aku berusaha menyelesaikan hal-hal yang membebani pundakku. Aku minta maaf bila aku tidak bisa dihubungi dan membuat kau harus menunggu lama."
Yunho menggelengkan kepalanya, "Bukan masalah, aku mengerti. Aku senang kau telah kembali padaku, Mingi."
"Pada akhirnya, aku akan selalu kembali padamu, Yunho."
"Jangan pergi lagi."
"Tidak akan," Dengan hati menghangat, Mingi mengeratkan pelukannya, "Tidak akan pernah."
──✧*:・゚☄.*. ☄⋆ *:・゚✧──
A/N :
Buat beberapa chapter ke depan, udah gak ada konflik lagi kok, bakal banyak momen bucin 😁
-yeosha
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro