Bab 13b
Syera berada di ujung bimbang, perasaannya tercabik antara harapan pada Gala dan Andrian yang kini secara terang-terangan melakukan pendekatan padanya. Situasi pelik yang membuatnya bingung menentukan keputusan.
Andrian, laki-laki yang baik dan perhatian. Setelah hubungan laki-laki itu yang kandas dengan kekasihnya, secara tersirat mengatakan ingin menjalin hubungan dengan Syera. Andrian selalu memuji dan mengatakan Syera adalah wanita baik.
“Umurku sudah tidak muda lagi, Syera. Kalau memang kamu berniat mencari seseorang yang serius, aku bersedia.”
Ucapan laki-laki itu membuat Syera menunduk. Ia merasa tersanjung tapi sekaligus bingung. Bagaimana mungkin menjalin hubungan dengan laki-laki lain sementara hatinya terpikat pada Gala. Ia sempat menyerah dengan perasaannya pada sang direktur, saat melihat laki-laki itu makin hari sikapnya makin menjauh. Ia merasa diingatkan untuk lebih tahu diri. Namun, apa yang telah dilakukan sang direktur padanya, tidak mampu membuat hatinya berpaling.
Selain itu, ia masih menanggung beban keluarga dan membuatnya tidak ingin menjalin hubungan dengan laki-laki mana pun. Meski pada akhirnya, ia terpikat dengan atasannya sendiri.
“Beri aku jawaban secepatnya, Syera. Jangan membuat hatiku terkatung-katung terlalu lama.”
Permohonan Andrian membuat Syera bimbang. Akhirnya, ia memutuskan untuk menemui laki-laki itu dan bicara dari hati ke hati. Memanfaatkan waktu karena pulang lebih awal, ia menemui Andrian di sebuah tempat yang sudah ditentukan laki-laki itu. Awalnya, ia mengira mereka akan bicara di kafe seperti biasanya, tapi ia salah. Andrian membawanya ke lounge hotel dan mereka bercakap di sana.
“Kenapa harus tempat seperti ini?” tanya Syera sedikit kikuk, melihat betapa mewah dan elegan tempat mereka bicara. Meski begitu, ada kesan intim yang membuat para pengunjung betah berlama-lama.
“Sesekali, Syera. Biar kamu senang,” ucap Andrian dengan senyum terkulum di bibir. “Santai saja, nikmati malam ini. Anggap di dunia hanya ada kita berdua.”
Syera tergelak lirih. “Yang lain ke mana?”
“Ngekos, masa mau merecoki kita.”
Seorang pramusaji datang mengantarkan minuman. Syera yang tidak tahan dengan alkohol memilih moctail buah. Ia tidak mau mengambil resiko, membuat dirinya mabuk dan hilang kendali. Cukup sekali ia mabuk dan membuat kekacauan di mobil Gala lalu berakhir dengan dirinya hilang kesadaran.
“Kamu cantik, Syera. Apa kamu tahu itu?”
Syera mengangkat wajah dan tersenyum, mengaduk minuman di depannya. “Jangan merayu, Andrian. Jangan membuatku tersanjung.”
“Aku serius.” Andrian mengulurkan tangan untuk menangkup jemari Syera dan menggenggamnya. “Banyak wanita cantik di luar sana tapi nggak ada yang seperti kamu. Pekerja keras, dan sayang keluarga. Aku yakin, kalau kita bersama akan tercipta hubungan yang kokoh, karena dilandasi saling mengerti.”
Menghela napas panjang, Syera berusaha mengatur kata-kata yang akan ia ucapkan. Sempat terbersit rasa ragu, saat melihat binar harapan di mata Andrian. Bagaimana ia tega menolak keinginan dari laki-laki baik sepertinya, tapi di lain pihak bertentangan dengan keinginannya.
“Kenapa, Syera? Kamu ragu dengan aku?”
Syera menggeleng perlahan. “Bukan, hanya saja masih terlalu dini untuk kita bicara masalah hubungan serius.”
“Kita sudah kenal lama.”
“Memang, tapi tidak untuk hal intim. Begini, selama ini yang ada di pikiranku hanya soal kerja. Ada adik dan ibuku yang harus diurus.”
“Kita bisa membagi beban itu bersama.”
Syera tidak dapat menahan senyumnya. “Kamu baik sekali tapi aku tidak bisa begitu. Tidak pernah terbersit sebelumnya untuk merepotkan orang lain.”
“Kalau kita menikah, berarti menjadi suami istri. Tidak ada yang namanya merepotkan.”
Tekanan di jari Syera bertambah, seiring dengan ucapan Andrian tentang pernikahan. Ia melirik suasana lounge yang tenang sementara musik jazz mengalun dari stereo. Saat itulah, sudut matanya menangkap sosok dua orang yang memasuki ruangan. Seketika ia menegakkan tubuh dan terpaku menatap mereka. Ada Gala, melangkah beriringan dengan Nadia. Syera menahan napas, saat merasakan kesan elegan dan mewah, terpancar dari sosok mereka.
Gala menemukannya. Laki-laki itu tertegun sesaat sebelum mengangguk kecil dan menggiring Nadia menuju meja agak jauh dari mereka.
“Siapa mereka?” tanya Andrian saat mengikuti pandangan matanya.
“Bossku,” jawab Syera pelan.
Ia menunduk, merasa sedih untuk hal yang tidak ia mengerti. Kehadiran Gala bersama Nadia, membuat suasana hatinya memburuk. Terlebih, sikap Gala yang begitu perhatian pada Nadia, menimbulkan rasa iri sekaligus cemburu padanya.
“Wah, nggak nyangka bisa ketemu di sini.”
Tidak menyadari raut wajah Syera yang berubah muram, Andrian kembali bicara menggebu-gebu tentang hubungan mereka. Laki-laki tampan itu bahkan mempunyai rencana tentang berapa banyak anak yang ingin ia punya dan juga akan tinggal di mana dan banyak hal lagi tentang pernikahan.
Syera hanya diam membisu, tanpa menyadari tangannya yang berada dalam genggaman Andrian. Ia menatap gelas minumannya dan tidak berani menoleh karena takut akan melihat hal yang menyakitkan tentang Gala.
“Itu sekretarismu.” Nadia menunjuk Syera. “Keren juga bisa berkencan di tempat seperti ini. Apa itu pacarnya?”
Gala menggeleng, menatap ke meja Syera dan melihat bagaimana si sekretaris menunduk. Pikirannya sibuk menduga-duga tentang situasi yang dihadapi wanita itu. Ia mengamati, bagaimana tangan Syera berada dalam genggaman laki-laki dan keduanya terlihat intim satu sama lain.
Memang sudah seharusnya Syera punya kekasih dan bahagia, ucap Gala dalam hati. Ia sendiri bertekad untuk mendukung apa pun keputusan sekretarisnya. Tidak akan pernah menentang atau menghalangi, bagaimana pun jatuh cinta adalah hal yang membahagiakan. Seandainya saja, niat dan hatinya seiring dan sejalan, ia tidak akan semurung ini. Karena ada satu bagian dari hatinya yang terdalam, tidak rela melihat Syera bersama laki-laki lain.
“Aku mengajakmu kemari untuk bersenang-senang. Bukan untuk melihatmu murung, Gala.”
Teguran Nadia membuat Gala tersadar. “Kamu mau minum?”
Nadia mengangguk. “Tentu saja, sesuatu yang menyegarkan. Bagaimana kalau kita mabuk malam ini dan kehilangan akal?” Tanpa malu-malu ia mendekatkan wajahnya pada Gala dan mengedipkan sebelah mata. “Ingin melihat bagaiamana seorang Gala saat sedang mabuk.”
Gala tersenyum kecil, mengangkat bahu. “Tidak bisa. Besok masih jam kantor. Lagi pula, apa kata Ettan nanti saat aku pulang dalam keadaan mabuk.”
“Memangnya anakmu berani menegurmu? Itu namanya kurang ajar!”
“Aku mendidiknya secara demokratis. Tidak pernah memaksanya melakukan sesuatu yang dia tidak suka dan memberinya kesempatan untuk berpendapat. Kami ibarat tim dalam keluarga, bukan ayah dan anak.”
Nadia mengernyit dan menggelengkan kepala. “Kamu memanjakannya.”
“Siapa lagi kalau bukan aku? Mamanya sibuk dengan dunianya sendiri.”
“Itu karena Ettan tidak pernah berusaha akrab dengan kami, keluarga mamanya. Anakmu itu, bersikap seakan-akan kami orang asing baginya.”
“Siapa yang punya pemikiran seperti itu? Kamu, kakakmu, atau orang tuamu?”
Ketegangan melanda keduanya, saat nama orang tua diucapkan. Gala sendiri, berusaha setenang mungkin menghadapi Nadia. Ia tidak suka kalau urusan anaknya, harus dikait-kaitkan dengan masalahnya.
Nadia mengembuskan napas panjang, menatap Gala yang sekarang bersikap dingin. Rupanya, ia sudah menyinggung hal paling pribadi dalam hidup laki-laki itu yaitu Ettan.
“Jangan marah, Gala. Ingat, Ettan itu darah dagingku juga.”
“Aku tidak marah, hanya sekadar mengingatkan saja, Nadia. Bertahun-tahun Ettan menderita bersamaku. Dia tidak mengeluh atau merengek, saat aku bawa kerja. Tidak pernah bersikap macam-macam yang membuatku marah. Sudah sewajarnya kalau aku memanjakannya.”
“Baiklah, aku mengerti.” Nadia mengalah, tersenyum ke arah Gala. “kapan dia datang ke rumah? Bilang padanya aku kangen.”
“Akhir minggu ini katanya.”
“Bagus, aku ingin bicara banyak dengannya.”
Obrolan tentang Ettan sedikit mengalihkan perhatian Gala dari Syera. Ia menatap heran, tidak bisa menyembunyikan kekagetannya saat melihat Syera kini berdiri dan berpelukan dengan Andrian. Keduanya melangkah ke arah pintu dan menghilang. Meninggalkan tanya di benak Gala, akan ke mana keduanya pergi.
“Gala? Ada apa?” tanya Nadia.
Gala menggeleng. “Tidak ada.” Ia menatap jam di pergelangan tangan. “Aku tidak bisa lama-lama mengobrol denganmu, Nadia. Ada pekerjaan yang menunggu.”
“Sekarang bukan lagi jam kantor. Ayolah, Gala.”
“Maaf, tapi aku harus pergi ke tempat lain.”
Nadia menyipit, melipat tangan di depan dada. Merasa kesal karena diabaikan. “Apa masalahmu sebenarnya? Ini sudah malam dan kamu masih berpikir soal pekerjaan.”
Gala mengangkat bahu. “Karena memang itu tugasku. Maaf, Nadia. Kita lanjut lagi kapan-kapan mengobrolnya. Kamu bisa tetap di sini dan habiskan minumanmu.”
Tidak ada yang dapat mencegah kepergian Gala, bahkan Nadia sendiri. Ia hanya menatap dengan pandangan tak percaya, saat Gala bangkit dan meninggalkannya. Minuman laki-laki itu bahkan masih utuh tidak tersentuh.
Menatap sosok Gala yang menghilang di balik pintu, Nadia berusaha meredam amarahnya. Baru pertama kali ia mengalami perlakuan yang tidak mengenakkan seperti sekarang. Belum pernah ada laki-laki yang kurang ajar padanya. Mereka semua menghormati dan tunduk di bawah kakinya. Namun, sikap Gala yang keras justru membuatnya tertantang.
“Aku akan menaklukkanmu, cepat atau lambat.” Nadia menghabiskan minumannya dalam satu tegukan.
Syera berdiri di lobi dengan tatapan cemas ke arah langit. Sebentar lagi hujan, karena rintik kecil mulai terasa. Ia baru saja menolak ajakan Andrian untuk mengantarnya pulang, dengan dalih masih harus pergi ke tempat lain.
Sempat ada ketegangan di antara keduanya karena Andrian tidak percaya dengan alasannya. Syera hanya tersenyum, mengatakan dengan lembut kalau dirinya ingin sendiri dan memikirkan tentang pernyataan cinta Andrian. Akhirnya, dengan berat hati laki-laki tampan itu meninggalkannya sendiri. Kini Syera berharap, hujan tidak turun deras saat ia harus pulang dengan ojek motor.
“Syera, kamu ngapain di sini?”
Ia tersentak saat sebuah mobil mewah berhenti di depannya. Sosok Gala terlihat dari jendela yang terbuka.
“Menunggu ojek, Tuan.” Ia menjawab sambil tersenyum.
“Masuk! Aku antar pulang.”
“Eh, saya nggak mau merepotkan, Tuan.”
“Masuk kataku. Ini perintah!”
Dengan tidak enak hati, Syera membuka pintu mobil dan mengenyakkan diri di samping Gala. Saat kendaraan melaju mulus di jalan raya, hujan turun dengan deras dan menyebarkan rasa dingin ke dalam mobil yang berpendingin udara. Tidak ada yang bicara, sibuk dengan pikiran masing-masing.
Ada degup yang terdengar pelan, merambat di sela-sela deru mesin. Sementara curah hujan turun semakin deras, menguarkan rasa dingin yang menggelitik di antar debar jantung milik Syera dan Gala.
**
Apa yang akan terjadi di antara rintik hujan.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro