Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Pertemuan

Sudah tiga hari, sejak ada pesan masuk yang mengajaknya bertemu, tetapi Kiran seolah enggan untuk membalasnya. Kiran memang tidak pandai dalam hal bersosialisasi, itulah kenapa ia hanya punya satu teman dekat hingga sekarang. Bukannya tidak mau membuka diri, tetapi ia seolah sudah nyaman dengan dunianya sendiri. Hari-harinya sebagai seorang jurnalis, ia habiskan di depan laptop. Menulis dan menganalisis berita untuk dilaporkan kepada atasan.

Sejak kecil gadis itu memang tertarik di dunia jurnalistik. Sikap orang tua dan kakak laki-lakinya yang memperlakukan ia seperti tuan putri, membuat Kiran hampir tidak punya kesempatan untuk bermain seperti anak-anak seusianya. Hal itulah yang membuat ia sering menghabiskan waktu dengan menulis dan menganalisis berita yang sedang populer di sekitarnya.

Sementara itu, di sebuah kontrakan berukuran 4x6, seorang lelaki tengah memandangi layar laptopnya. Matanya fokus membaca sebuah artikel yang ada di sana. Berita tentang kecelakaan sepasang suami-istri yang cukup tragis. Artikel itu sebenarnya telah dirilis beberapa tahun yang lalu, tetapi ia sengaja menyimpannya. Terlebih ia menemukan fakta menarik di balik itu.

Ia mulai mencari tahu tentang akun penulis artikel tersebut dan mulai membaca setiap berita yang dibagikan. Saat mengetahui bahwa penulisnya adalah seorang perempuan, ia memberanikan diri untuk mengirimkan pesan padanya. Awalnya ia hanya iseng melakukan hal itu, tetapi diluar dugaan justru mendapat balasan dari pemilik akun.

***

Hari ini Kiran ada janji bertemu dengan seorang narasumber. Ia sudah bersiap dari pagi, karena tidak ingin meninggalkan kesan buruk pada pertemuan pertama. Ia lalu memesan ojek dari sebuah aplikasi. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, Kiran bergegas menuju lift setelah lebih dahulu mengunci apartemennya.

Kiran melirik jam tangannya, masih ada waktu 30 menit sebelum jam yang dijanjikan. Perjalanan hanya membutuhkan waktu 20 menit, jadi ia yakin tidak akan terlambat. Kiran sengaja memilih menggunakan ojek agar bisa menghemat waktu, mengingat jalanan ibukota yang cukup padat. Walaupun sebenarnya papa Kiran sudah memberikan fasilitas mobil, tetapi ia enggan menggunakannya.

Kiran langsung mencari tempat duduk di samping jendela begitu sampai di kafe. Tempat favoritnya karena bisa melihat pemandangan luar atau pun sekedar memperhatikan orang yang lalu lalang. Tepat 5 menit sebelum waktu yang ditentukan, datang seorang lelaki mengenakan pakaian formal menyapanya dan memperkenalkan diri.

Sebelum mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang ada di daftar, Kiran mencoba untuk beramah-tamah sebentar untuk mengurai kecanggungan di antara mereka. Setelah semuanya berjalan sesuai rencana, lelaki itu berpamitan untuk melanjutkan aktivitasnya yang lain. Kiran sebenarnya juga ingin langsung pulang ke apartemen, tetapi pandangannya terpaku pada seorang laki-laki yang tengah duduk sendiri di pojok kafe. Penampilannya tampak berantakan dengan rambut acak-acakan dan baju yang terlihat kotor. Wajahnya terus menghadap ke bawah sembari tangannya terus mengaduk-aduk minuman di depannya.

Hati kecil Kiran ingin menghampiri lelaki itu, tetapi egonya melarang. Pada akhirnya Kiran memutuskan untuk meninggalkan kafe menuju apartemennya. Sepanjang perjalanan, ia masih memikirkan lelaki di kafe tadi. Kiran penasaran dengan apa yang terjadi pada lelaki itu. Bukannya ingin ikut campur urusan orang lain, tetapi ia tidak tega melihat orang dalam kesulitan.

"Hai, kenapa pesanku tidak dibalas?" tulis seseorang saat Kiran sedang memeriksa pesan masuk di media sosialnya.

Kiran sebenarnya malas menanggapi hal seperti itu, tetapi ia tidak ingin mengecewakan orang yang mengaku sebagai penggemarnya itu.

"Maaf, aku agak sibuk jadi lupa membalas pesanmu," tulis Kiran. Ia tidak sepenuhnya berbohong, karena nyatanya memang sibuk bekerja. Walaupun sebenarnya Kiran juga enggan menanggapi pesan dari lelaki itu.

"Maaf, kalau aku mengganggu. Bagaimana dengan permintaanku kemarin? Bisakah kau meluangkan waktu untuk bertemu dengan penggemarmu ini?" tulis lelaki yang bernama Lingga itu.

Cukup lama Kiran memikirkannya, hingga akhirnya ia menjawab, "Baiklah, kita bertemu di kafe Oscar besok pukul 9 pagi.”

***

Kiran tiba di kafe yang dijanjikan dan berniat mencari tempat duduk. Namun, begitu dia masuk ada seorang laki-laki yang melambaikan tangan padanya. Kiran menghampiri lelaki tersebut untuk memastikan ia tidak salah orang.

"Lingga?" tanya Kiran.

"Iya, silakan duduk." Lelaki itu mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

"Terima kasih," jawab Kiran setelah menyambut uluran tangannya.

"Mau pesan apa?" tanya Lingga.

"Cokelat panas saja," jawab Kiran

"Makannya?"

"Tidak, terima kasih." Lingga lalu memanggil pelayan untuk memesan minuman.

Kiran memperhatikan penampilan Lingga yang terlihat rapi dengan kemeja warna hitam dan celana jeans. Postur tubuhnya yang cukup tinggi dan proporsional memiliki daya tarik tersendiri. Sadar jika sedang diperhatikan membuat Lingga berdeham untuk mengalihkan perhatian Kiran. Hal itu membuat Kiran jadi salah tingkah, beruntung pelayan datang membawa pesanannya.

"Ternyata aslinya lebih cantik daripada di foto," puji Lingga.

"Ah, kamu bisa saja!" jawab Kiran tersipu malu.

"Sudah lama jadi jurnalis?" tanya Lingga.

"Aku hobi menulis sejak kecil, tetapi aku baru bekerja beberapa bulan sebagai jurnalis resmi," jawab Kiran.

"Namamu cukup terkenal di media sosial. Pengikutmu bahkan sudah ribuan.” Lingga tersenyum sembari menatap Kiran.

"Berhenti memujiku! Kamu membuatku semakin malu," ucap Kiran.

"Kenapa harus malu? Kenyataannya memang seperti itu," jawab Lingga.

Sifat Lingga yang mudah bergaul membuat Kiran ikut terpengaruh. Kiran bisa tertawa lepas mendengar candaan yang dilontarkan oleh Lingga. Mereka tidak terlihat seperti baru pertama kali bertemu, karena terlihat akrab satu sama lain. Bahkan bagi orang lain, mereka tampak seperti sepasang kekasih.

Kiran sebenarnya bukan tipe orang yang mudah bergaul, karena dari kecil keluarganya selalu membatasi pergaulannya. Kiran cenderung pendiam, bahkan hampir tidak suka keramaian. Namun, tampaknya hal itu tidak berlaku saat bersama Lingga. Gadis berlesung pipit itu seolah menjadi pribadi yang lain, ia terlihat ceria dan menikmati setiap obrolan mereka. Hal yang jarang terjadi, mengingat ia kurang dalam hal bersosialisasi.

Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang sedang mengawasi dari kejauhan. Ia berpura-pura memainkan gawainya sambil sesekali melirik ke arah Kiran. Netranya tampak serius memperhatikan mereka. Terlihat kebencian dari raut wajahnya, saat melihat Kiran tertawa lepas bersama Lingga.

Tidak terasa sudah hampir 2 jam, mereka menghabiskan waktu bersama. Kiran baru menyadari hal itu saat melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Sepertinya obrolan kita terlalu seru, hingga tidak terasa sudah hampir 2 jam," ucap Kiran.

"Iya, rasanya baru sebentar. Bisakah kita bertemu lagi lain kali?" tanya Lingga.

"Kita lihat nanti, ya," jawab Kiran.

"Kalau begitu bolehkah aku minta nomor teleponmu?" Lingga menyodorkan gawainya.

"Baiklah." Kiran menerimanya dan mengetikkan nomor di gawai Lingga, lalu memberikannya kembali.

"Terima kasih atas waktunya," ucap Lingga.

"Sama-sama." Kiran berpamitan pada Lingga dan meninggalkan kafe.

"Awal yang bagus." Lingga tersenyum menyeringai sambil memandang Kiran yang perlahan mulai menjauh.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro

Tags: