Malam minggu biasanya menjadi hari yang dinantikan oleh para remaja untuk menghabiskan waktu bersama pacar maupun teman. Namun, hal ini tidak berlaku bagi Kirani Aina Sartika, gadis berumur 24 tahun itu lebih memilih menghabiskan waktu di depan laptopnya. Gadis yang biasa dipanggil Kiran itu, akan duduk berjam-jam di depan laptop sambil sesekali memasukkan camilan ke mulutnya.
Tinggal sendiri di sebuah apartemen di daerah ibu kota, membuatnya harus terbiasa mandiri. Tiga bulan sudah ia meninggalkan kota kelahirannya dan memilih menetap di sini. Kiran sebenarnya berasal dari keluarga yang cukup berada, orang tuanya memiliki usaha restoran yang cukup sukses, bahkan mempunyai beberapa cabang di sejumlah kota besar. Mereka pun awalnya menolak keputusan Kiran yang ingin hidup mandiri.
***
"Ma, Pa, Kiran diterima kerja di Metropropolis News,” ucap Kiran saat mereka sedang berkumpul di meja makan.
"Alhamdulillah," ucap Melisa, mama Kiran.
"Tapi Kiran mau izin tinggal di Jakarta." Gadis itu menundukkan pandangannya, tidak berani menatap kedua orang tuanya.
"Untuk apa? Memangnya tidak bisa kerja dari sini?" protes mamanya.
“Kiran harus berangkat ke kantor, Ma. Nggak bisa kalo kerja dari rumah aja,” ucap Kiran.
“Kenapa nggak cari kerja yang dekat sini aja, sih?”
Mendengar penolakan dari si mama, Kiran enggan melanjutkan aktivitas makannya dan memilih meninggalkan meja makan menuju kamarnya. Ia bahkan tidak menghiraukan panggilan dari mamanya. Sebagai anak perempuan satu-satunya, Kiran memang terbiasa dimanja. Sejak kecil orang tua dan kedua kakak laki-lakinya selalu membatasi pergaulan Kiran. Bahkan hingga Kiran dewasa pun, mereka masih memperlakukannya seperti anak kecil.
Kiran menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Mengusap kasar wajahnya, lalu mengambil gawai untuk menelepon seseorang. Terdengar nada panggil dari ujung sana, tetapi tidak kunjung diangkat oleh si penerima. Setelah telepon yang ketiga kalinya, barulah mendapat jawaban.
"Lama banget sih, angkat teleponnya!" seru Kiran pada seseorang di seberang sana.
"Kalem napa? Gue baru selesai mandi," jawab Jenny.
"Ke rumah sekarang, gue tunggu!" Kiran langsung mematikan telepon tanpa menunggu jawaban dari sahabatnya itu.
"Dasar, tuan putri! Main nyuruh seenaknya aja!" gerutu Jenny.
Jenny Isvara adalah satu-satunya orang yang mau berteman dengan Kiran. Gadis keturunan Jawa-Bali itu memiliki postur tubuh ideal layaknya seorang model. Dulu, Jenny merasa kasihan melihat Kiran selalu bermain sendirian saat jam istirahat sekolah, teman-temannya yang lain seakan enggan untuk berdekatan dengan Kiran. Jenny yang keras kepala pun mencoba mendekati Kiran, menawarkan diri untuk menjadi temannya. Kiran pun menyambutnya dengan tangan terbuka.
Dengan mengendarai sekuter otomatisnya, Jenny bergegas menuju rumah Kiran. Jarak rumah mereka tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu sepuluh menit untuk tiba di sana. Janu Lesmana, kakak kedua Kiran baru saja mau keluar saat Jenny tiba di rumah Kiran.
"Selamat pagi, Kak Janu," sapa Jenny.
"Pagi, mau ketemu Kiran?" tanya Janu.
"Iya, Kak. Kirannya ada?" Mata Jenny tak lepas memandangi lelaki yang diam-diam ia kagumi itu.
"Masuk aja ke kamarnya." Janu mengendari motor sport kesayangan meninggalkan Jenny yang masih terpaku di tempatnya, memandangi Janu hingga hilang di ujung jalan.
"Ah, andai gue bisa jadi pacarnya," batin Jenny.
Jenny mengetuk pintu rumah Kiran, terlihat Mama Melisa membuka pintu dan menyuruhnya masuk. Mama Melisa meminta Jenny langsung ke kamar Kiran, karena tahu anak gadisnya itu tengah merajuk. Jenny bergegas menaiki tangga menuju kamar Kiran. Ia mengetuk pintu dan memanggil nama Kiran.
"Masuk! Nggak dikunci," seru Kiran.
"Ngapain nyuruh gue ke sini?" ucap Jenny saat sudah duduk di sofa kamar Kiran.
"Gue lagi kesel!" jawab Kiran ketus.
"Terus hubungannya sama gue apa?" tanya Jenny.
"Gue butuh bantuan loe!" Kiran menarik tangan Jenny dan menggenggamnya.
"Bantuan?" tanya Jenny bingung.
"Gue diterima kerja di Metropolis News dan gue pengen pindah ke Jakarta. Gue pengen mandiri, Jen," jelas Kiran.
"Ya udah, tinggal ngomong aja si sama orang tua loe!" jawab Jenny.
"Kalau dapet izin, gue nggak mungkin minta bantuan loe!" Kiran menjentikkan jarinya ke kening Jenny.
"Sakit, tau!" protes Jenny.
Mereka berdua lalu menyusun rencana untuk membuat orang tua Kiran mengizinkannya pergi ke Jakarta. Kiran acap kali meminta bantuan Jenny jika ia menginginkan sesuatu. Jenny yang tidak ingin melihat sahabatnya kecewa, berusaha sebisa mungkin untuk membantunya. Berkat kelihaian Jenny dalam merayu, akhirnya orang tua Kiran mengizinkan gadis itu ke Jakarta. Namun, Kiran harus tinggal di apartemen milik Harso, Papanya.
Hari yang dinantikan Kiran tiba. Keinginannya untuk mandiri akhirnya bisa terwujud. Sebenarnya Kiran mempunyai tujuan lain, yaitu menemukan seseorang yang bisa jadi belahan jiwanya. Di usianya sekarang, Kiran sama sekali belum pernah merasakan cinta, kecuali dari orang tua dan kedua kakak lelakinya.
Kiran adalah gadis yang manis dengan tinggi 159cm dan berat badan mencapai 50 kilogram, berambut panjang lurus sebahu dan memiliki lesung pipit di sebelah kiri. Berkulit kuning langsat, memiliki hidung yang tidak terlalu mancung, tetapi juga tidak pesek, bermata kecoklatan dengan bulu mata lentik serta bibir tipis berwarna merah muda. Banyak sebenarnya lelaki yang ingin mendekatinya, tetapi mereka mundur saat melihat kedua kakak lelakinya pasang badan.
***
Kiran sedang sibuk mengerjakan laporan saat terdengar nada panggil masuk dari benda pipih miliknya. Kiran memandang sekilas nomor penelepon, lalu memencet tombol terima dan pengeras suara.
"Assalamualaikum, Sayang," sapa Mama Melisa.
"Wa'alaikumsalam, Ma. Ada perlu apa?" tanya Kiran malas.
"Udah makan belum, Nak?" tanya Mama Melisa.
"Udah, Ma," jawab Kiran berbohong karena nyatanya ia hanya makan camilan dari pagi.
"Kamu sehat 'kan, Sayang?" tanya Mama Melisa.
"Alhamdulillah sehat, Ma. Udah dulu ya, Ma, Kiran ada perlu. Assalamualaikum." Kiran menutup telepon tanpa menunggu jawaban dari mamanya.
Mama Melisa sering menelepon Kiran, hanya untuk memastikan anak gadisnya itu tidak lupa makan. Mungkin itulah bentuk perhatian seorang ibu, tetapi Kiran merasa terganggu dengan hal itu. Kiran bukan anak kecil lagi yang harus selalu diingatkan untuk makan, begitulah kira-kira yang dipikirkannya. Namun, pada kenyataannya Kiran memang suka telat makan karena terlalu fokus dengan pekerjaannya.
Kiran membuka sosial medianya untuk menghilangkan penat. Berseluncur di dunia maya membuatnya sedikit melupakan kejenuhannya. Tiba-tiba ada sebuah pesan masuk dari salah satu akun sosial medianya.
“Hai, boleh kenalan nggak?” Aku udah lama jadi pengikut kamu, lho. Tulis sebuah akun tidak dikenal.
Kiran mengerutkan dahi, merasa heran dengan isi pesan itu. Pasalnya baru kali ini, ia mendapat pesan dari seseorang dari media sosial. Kiran sebenarnya ragu untuk membalas pesan tersebut, tetapi rasa penasaran membuatnya yakin untuk membalasnya.
"Hai juga, boleh. Maaf ini siapa, ya?" tulis Kiran.
Tidak menunggu waktu lama, pesan Kiran langsung di balas.
"Namaku Lingga Madaharsa, panggil aja Lingga. Sudah lama aku mengikuti akun media sosialmu, bisakah kita bertemu di kafe Oscar?" tulis seseorang yang bernama Lingga tersebut.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Semoga suka ceritanya, ya. Jangan lupa klik like dan berlangganan untuk dapat mengikuti ceritanya."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro