Cek Poin : Cara Didik Keluarga
Jam segini, di hari minggu kalian ngapain?
Hari Sabtu Kanaya tidak bekerja. Demi bisa mempunyai waktu yang lebih untuk bertemu Kanaya Firaz pun berangkat kerja lebih siang. Semala keduanya sudah membuat janji untuk lari pagi bersama
Melihat pintu kamar sebelahnya yang masih belum terbuka, Firaz pun melihat pada jajaran rak sepatu di depan kamar tersebut. Sepatu sport milik Kanaya masih ada, artinya gadis tersebut masih di dalam unit indekosnya.
Firaz melakukan perenggangan sekalian menghirup udara pagi yang masih sejuk. Dilirik arlojinya masih pukul lima lebih sepuluh pagi. Firaz pun sempat melakukan lari di tempat untuk menunggu tetangganya memenuhi janji.
"Sudah dari tadi, Mas?"
Firaz menoleh pada perempuan yang kini berdiri di ambang pintu. Ia pun melepas satu earphone yang terpasang agar lebih jelas mendengar suara Kanaya. "Enggak kok. Ayo sekarang, sebelum matahari menjadi terik."
"Nanti kalau Mas Firaz mau balik dulu gak papa. Habis lari Nay mau berjemur dulu sampai jam delapan terus mau makan nasi pecel madiun yang ada di lapangan."
"Sepertinya itu terdengar menyenangkan," timpal Firaz.
Kanaya tentu saja tertawa mendengar ucapan Firaz. Bagaimana kegiatan sesedarhana olahraga, berjemur dan makan di pinggir jalan adalah sesuatu yang menyenangkan? Tapi benar juga sih, kegiatan tersebut meningkatkan mood booster bagi Kanaya.
Olahraga artinya membuat tubuhnya bergerak, Kanaya yang bekerja bisa duduk lebih dari delapan jam tentu saja membutuhkan olahraga agar tidak mudah sakit pinggang. Matahari pagi pun sangat menghangatkan tubuh yang kesehariannya diterpa dinginnya AC. Dan sebagai orang perantauan dari wilayah Jawa Timur makan pecel sedikit mengobati rindunya. Meskipun Sidoarjo bukan wilayah asal makanan bumbu kacang itu setidaknya makanan itu mudah ia dapatkan jika berada di kota asalnya itu.
Jika Kanaya bisa merasakan sisi bungah dengan respon sederhana Firaz akan aktivitasnya, bisa jadikan yang tetangganya ucapkan memang tulus bukan pemanis mulut karena merasakan tidak enak pulang duluan.
"Hallo ... Kanaya! Ini Jakarta, orangnya terbuka. Sungkan sungguh bukan karakter metropolitan!" teriak Kanaya dalam hatinya.
"Ayo, Nay! Malah bengong."
Kanaya menyengir. "Hehehe ... sebentar, Nay pakai sepatu dulu."
Dengan gerakan cepat Kanaya memakai sepatunya, tidak lupa mengunci unit indekosnya. Kunci dan ponsel yang Kanaya bawa ia selipkan ke dalam kantong jaket parasutnya.
Tidak ada obrolan di antara keduanya saat jogging sepanjang trotoar bahkan saat keliling lapangan. Hanya musik yang mampu didengar sendiri-sendiri melalui ipod yang menyumbat telinga.
Firaz selalu menatap takjub pada Kanaya saat olahraga lari. Sepuluh putaran dengan keliling lintasan 3 kilometer tanpa berhenti.
"Ini, Mas." Kanaya menyerahkan selembar lima ribuan. Saat keduanya selesai menyelesaikan transaksi membeli air mineral pada pedagang kaki lima.
Sehabis lari tentunya Kanaya membutuhkan air untuk membasahi kerongkongannya yang kering. Saat ia membeli, Firaz pun juga ikut membeli. Dan ketika akan membayar, Firaz lebih cepat menyerahkan uang kepada penjualnya.
"Nay merasa enggak enak, Mas. Lain kesempatan gantian, ya!"
"Enggak usah," tolak Firaz. "Kamu pernah mentraktirku toast jika kamu lupa," lanjut Firaz ketika lelaki itu membaca mimik wajah tidak suka dari Kanaya.
Tidak mau memperpanjang obrolan, Kanaya pun mendahului Firaz menyusuri pinggiran trotar. Setelah mendapat tempat yang sedikit sepi dari aktivitas orang-orang di lapangan dengan cahaya matahari yang cukup, Kanaya duduk beristirahat dan merealisasikan niatnya yang berjemur.
"Kamu itu unik ya," kata Firaz yang mendudukkan diri di samping perempuan yang sedang ia dekati.
Kanaya pura-pura memasang wajah memberengut. "Perlu berkenalan, Mas? Kalau aku itu Kanaya, bukan unik?" Kanaya mengulurkan tangannya tanpa mengubah ekpresinya.
Firaz membelalak kemudian terpingkal bahwa Kanaya sedang menunjukkan sifat jenakanya, ia sedang dikerjai oleh tetangga indekos. Ingin sekali lelaki berkacamata itu melabuhkan telapak tangannya pada puncak kepala Kanaya untuk menyalurkan bahwa wanita itu sungguh menggemaskan. Sayangnya, Firaz tidak dapat melakukannya karena merasa takut Kanaya tidak nyaman.
"Iya-iya, kamu Kanaya. Maksudku itu kamu itu beda punya sesuatu yang unik. Saat perempuan yang lain berusaha menghindari matahari, kamu justru berjemur."
"Matahari pagi sehat kali, Mas." Kanaya memutar bola matanya malah. "Eh, sebentar," kata Kanaya lagi dengan tangannya merogoh ke saku jaket. Dia ambil ponsel yang menampilkan foto profil saat dia dan Soraya masih kecil.
"Assalamuaikum, Bapak," salam Kanaya setelah ia menggeser ikon hijau di layarnya.
"Kamu lagi dimana, Nay? Di kos?"
"Kanaya sedang di luar, Bapak. Di Lapangan dekat kos, habis olahraga."
"Kemarin Ibuk habis buat pecel sama peyek. Bapak langsung kirim pakai yang next day. Mungkin hari ini sampai," penjelasan Deni dari seberang panggilan.
"Suwun, Bapak. Ikatan batinnya kuat banget, Kanaya memang lagi ingin pecel. Oh ya, Ibuk mana? Kanaya mau bilang makasih sama, Ibuk."
"Ibuk ada tahlilan di blok sebelah. Jangan lupa itu dibagi sama Mety dan Namira, Nduk."
"Nggih, Pak. Nanti kalau paketnya datang Nay bagi sama Mety dan Namira. Oh ya, nanti malam Kanaya video call, nggih, Pak."
Bapak Kanaya mengiyakan ajakan putrinya yang sedang mengadu nasib di Jakarta. Lelaki tua itu juga meminta jika pekerjaan bisa ditinggal, Deni berharap si Sulung sebentar untuk pulang.
"Iya-iya, nanti kalau editan Nay sampun, Nay janji pulang, Pak," ucap Kanaya. Gadis itu pun mengingat-ingat kapan terakhirnya ia pulang.
"Ya sudah, Bapak tutup teleponnya. Kalau ada apa-apa kabari Bapak, Ibuk atau adikmu. Assalamuaikum," pesan Deni kepada sulung yang hidup jauh dari orang tuanya.
"Nggih, waalaikumsalam."
Setelah Kanaya memutuskan panggilan dengan orang tuanya, Firaz yang sedari tadi mengamati obrolan selular dengan orang tuanya.
"Teleponan sama orang tuamu?" tanya Firaz.
"Iya, sama Bapak. Namanya orang tua ya, Mas, takut anaknya kelaparan dibuatkan bumbu pecel terus dipaketin."
Firaz diam menanggapi perkataan Kanaya. Dia masih menikmati wajah berseri dengan pancaran mata yang menunjukkan kebahagiaan serta kekaguman Kanaya pada sikap orang tua gadis itu. Firaz dapat merasakan melalui ekspresi Kanaya saat bertelepon atau saat berkata pada Firaz apa yang orang tua Kanaya lakukan untuk putrinya.
"Mety dan Namira pasti kesenengan nih dapat kiriman bumbu pecel," ucap Kanaya lagi begitu antusias sambil menatap manik mata Firaz.
Lelaki mana yang tidak akan terpana jika binar netra Kanaya juga menyalur kepadanya. Merasakan bahagia Kanaya atas perhatian orang tua serta paras Kanaya yang berlipat terlihat lebih cantik ketika sedang tersenyum menampilkan lesung pipitnya.
"Mereka juga dikirimin?" konfirmasi Firaz.
Kanaya menangguk. "Orang tua Nay itu ngajarin, kita menanam padi aja yang tumbuh padi dan rumput. Apalagi kalau kita tidak menanam apa-apa, kan? Jadi, Bapak sama Ibuk itu selalu ngajari berbagi terutama sama orang yang dekat sama kita. Supaya ada kebaikan yang kita tanam untuk menjaga hubungan."
Dari obrolannya dengan Kanaya akhirnya Firaz mengetahui darimana sifat Kanaya yang ringan tangan dan juga penuh kasih kepada sekitarnya. Semua itu genetika dan didikan dari orang tua Kanaya. Sebagaimana seorang anak yang akan mencontoh perilaku orang tuanya, maka Kanaya akan menerapkan apa yang orang tuanya lakukan dalam mendidiknya.
Kanaya tidak hanya cantik, tapi mempunyai garis keturunan dan didikan yang baik.
"Mas, maaf. Kayaknya Nay enggak jadi beli nasi pecel madiunnya."
Firaz yang memperhatikan Kanaya menjadi terkesiap dengan suara gadis yang hobi membaca tersebut. Wajah sedu Kanaya yang merasa tidak enak hati karena rangkaian agenda ada yang tidak bisa direalisasikan.
"Iya, tidak apa-apa." Tidak lupa wajah senyum menghias wajah Firaz.
"Nanti kalau bumbu pecel buatan Ibuk sudah datang, Mas Firaz harus coba, ya!" Lesung pipit dan antusias yang ditampilkan pada wajah Kanaya membuat Firaz lagi-lagi melengkungkan bibir ke atas.
Firaz merasa tidak sia-sia dia sedikit terlambat ngantor pada hari Sabtu. Dia semakin mendapat peneguhan, tatangganya ini layak untuk dipertimbangin menjadi calon istri
Bersambung ...
Minggu, 18 Agustus 2024
Semoga Kanaya menjadi teman menyenangkan menemani waktu santai teman-teman. Nanti malam, kita ketemu Kanaya lagi yaa. Double up.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro