BAB 5: Posko
Tia adalah teman satu almamaternya yang pertama mengajak Tifa mengobrol. Meskipun hanya bisa bertahan satu menit saja, namun langkah kecil tersebut dapat memberikan sedikit kelegaan pada Tifa. Berbeda dengan yang lain, yang masih sibuk dengan dirinya sendiri; selfie dengan seragam KKN lengkapnya dan teman baru, berbicara hal-hal random yang terkadang malah berakhir menjadi tebar pesona. Seolah tidak ada rasa capek atau jenuh untuk memikat lawan jenis.
Selepas makan siang yang untungnya menyelamatkan isi dompet Tifa karena Pak Kades mentraktir, mereka akhirnya kembali melanjutkan perjalanan yang ternyata masih panjang. Jalan lurus dan berkelok-kelok yang terasa tidak ada ujungnya itu berhasil menidurkan beberapa penumpangnya. Sekitar satu jam lebih mereka baru berbelok dari jalan utama ke jalan sempit yang jarang dilalui kendaraan.
Sinyal ponsel sudah dapat dipastikan tidak bisa ditemukan sebatang pun. Beberapa gadis yang masih terjaga, yang tadinya masih sibuk dengan hasil jepretannya, memilih ikut nimbrung dalam percakapan Pak Kades tentang desa yang akan mereka tempati.
"Gimana? Pemandangan yang indah, bukan?" tanya Pak Kades penuh kebanggaan.
Terlepas dari sekumpulan kebo yang meninggalkan jejak dengan kotorannya di sisi jalan, Tifa setuju akan hal itu. Mobil itu terasa menjadi sesuatu yang amat kecil di antara gunung-gunung besar yang berjejer di seberang sungai. Aliran sungai kecil mengalir jernih dengan batu kali yang jumlahnya melebihi jumlah penduduk desa. Sesaat mereka menaiki jembatan beton yang sekaligus difungsikan menjadi tanggul, kesan bahwa ada duplikat dari tembok besar Cina amat kental. Meski lebih pendek, tapi itu sudah cukup membuat para mahasiswa itu berdecak kagum.
Sesampainya di seberang, mereka dihadapkan dengan bukit-bukit yang cukup curam untuk dinaiki kendaraan. Mobil menuruni bukit ketiga dan berhenti tepat di tengah turunan, kemudian berbelok ke arah kanan, ke rumah panggung milik kepala desa yang tampaknya tidak berbeda jauh dengan milik warga sekitarnya. Pak Kades mempersilakan para mahasiswa untuk membawa tas ke kamar yang sudah dia sediakan. Namun dia segera mencegat para laki-laki untuk maju lebih dalam.
"Kalian menginap di rumah sebelah. Ini khusus untuk mahasiswi."
Nada kesal dan kecewa terdengar dari pihak perempuan.
Tifa menggeleng-gelengkan kepala. Bisa-bisanya kalian mau satu rumah sama cowok. Kalian ini otaknya di taruh di mana? Di kelamin? Dia ingin sekali berkata kasar, untungnya tidak sampai dimuntahkan mentah-mentah.
Tifa memutuskan untuk meletakkan tasnya di dalam kamar dan langsung keluar dari posko setelah berpamitan dengan Pak Kades yang sedang duduk di ruang tamu, melepas penat. Alasan yang dia berikan sederhana, 'mencari udara segar karena masih mabuk kendaraan', padahal dia menghindari perbincangan kurang kerjaan dari cewek gatelan yang sekarang memulai rapat perjodohan di dalam kamar.
Sesampainya di luar, Tifa dikagetkan dengan seorang cowok yang mengarahkan kamera ponsel tepat ke arah dirinya. Cowok itu berdiri di bawah rumah panggung, seakan mendongak untuk mendapatkan sudut pandang terbaik. Entah dia sedang memfoto sesuatu atau Tifa yang merusak momen ketika dia sedang memotret, gadis itu memandang bingung ke arahnya.
Pemuda itu menurunkan ponselnya dan tersenyum lebar, "Hei, mau ke mana?"
Pertanyaan yang cukup mengganggu. Tifa pun membalas, "Aku mau jalan-jalan dulu, cari udara segar."
"Oh ya? Pas banget! Aku ikut, ya." Tifa membalas dengan kerutan di dahinya, pemuda itu membalas, "Aku enggak macam-macam kok. Pengen cari suasana baru untuk diabadikan." Dia mengayunkan ponselnya dengan santai. Samar-samar terlihat layar bidikan yang sebelumnya dia ambil. Terpapang nyata sosok Tifa yang berjalan keluar dari ruang tamu.
Semoga ada yang menunggu kelanjutan cerita ini. Maafkan diriku yang kurang produktif di dunia kepenulisan. Ini semua ... karena komputerku rusak. Hiks!
Sebenarnya aku punya data backup-an, tapi tetap aja ... tulisanku banyak di sana yang sudah rapi -_-.
Namanya musibah, kita tidak tahu kapan barang berharga kita rusak atau hilang. Intinya, kalian harus sering-sering menyimpan data berharga di banyak tempat. Jangan sampai menyesal ... //nangis dipojokan
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro