Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Ignis - Part 4

Universitas Clarus Jaya, Makassar. Perguruan tinggi swasta yang masih hijau di dunia pendidikan. Terletak di ujung kota Makassar, saking di pelosoknya, banyak orang tidak sadar ada sebuah kampus di daerah itu. Rata-rata mahasiswa yang diterima pertahunnya hanya 1.500 orang dan kebanyakan adalah mahasiswa buangan dari universitas negeri. Miris.

Untung saja—pimpinan serta para staff yang ada, berusaha untuk menaikkan kuantitas dan kualitas dari perguruan yang baru berdiri sekitar 3 tahun yang lalu. Hasilnya, mutu pengajar dan fasilitas kampus sangatlah memuaskan. Walau biaya SPP tiap semester lumayan bikin orang tua was-was untuk menjual tanah atau meminjam di pegadaian.

Meskipun lokasi kampus tersebut belum bisa di deteksi oleh google map, tetapi mahasiswa yang menimba ilmu di sana bisa bersaing dengan mahasiswa dari universitas negeri maupun swasta di Makassar. Dan di sanalah Aris dan Cony berkuliah hingga 2 tahun lebih di jurusan farmasi.

Di salah satu ruangan kelas farmasi, Aris sedang memaparkan materi suspensi di depan seluruh teman sekelasnya. Entah pemuda berambut kelabu itu yang terlalu cepat menjelaskan atau terlalu sering memakai bahasa ilmiah, seluruh temannya hanya diam melongo. Kalau saja itu adalah acara uji nyali dan ada kamera yang menyoroti, mereka semua akan angkat tangan, kode bahwa mereka menyerah.

Di lain pihak, Aris berhasil merebut hati dosen dengan kepandaiannya. Cerdas mungkin masih terlalu rendah untuk Aris, jenius lebih pas untuk lelaki bermata sayu tersebut. Aris pun mengakhiri paparannya. Sang dosen langsung bertepuk tangan yang otomatis diikuti oleh kawan-kawannya. Mereka senang bahwa presentasi yang rumit itu telah selesai.

Sebagai penutup tugasnya, Aris mengumpulkan makalah yang dia buat bersama Cony. Dia pandang nama Cony di sampul. Aris tahu bahwa dirinya sekarang khawatir dengan partner-nya itu. Hari ini, Cony izin tidak masuk kuliah. Sebagai kepala keluarga—satu-satunya pria yang tersisa, sekarang mengurus pemakaman ayah tirinya sehingga dia tidak bisa menemani Aris di kelas.

Insiden tadi malam masih terputar-putar di ingatan Aris. Ada suatu hal yang mengganjal. Cara meninggalnya ayah tiri Cony, seperti sengaja terlihat seperti sebuah kecelakaan. Dihantui rasa penasaran, akhirnya ia memilih untuk menyelidiki asal muasal kejadian, yaitu dapur rumah Cony.

--0--

Kediaman Cony ternyata sudah dipenuhi dengan media massa yang haus akan informasi. Mereka sudah siap tempur untuk berada di barisan terdepan saat ada mangsa untuk diwawancarai, mirip sekali dengan hyena. Kondisi ini adalah hal lumrah bagi seorang pabrik figur yang meninggal dalam keadaan tidak wajar. Sebelum tiba di sana, Aris sudah mencari tahu siapa sebenarnya korban.

Bambus, ayah tiri Cony, seorang artis senior yang sudah biasa muncul di layar kaca. Pada stasiun TV swasta maupun nasional. Bambus juga pernah satu kali beradu akting dalam sebuah film layar lebar, sebagai pemeran utama pria. Sekarang, namanya lebih dikenal oleh masyarakat karena acara talk show—dengan dia sebagai host-nya. Biasanya dia mengundang artis-artis sensasional dan membahas topik yang sedang panas di bahas oleh para netizen. Sehingga berita tentang kematiannya yang mendadak tentu saja viral di media.

Aris memiliki trik jitu agar para wartawan tidak sadar bahwa dia akan masuk ke dalam. Tentunya dengan bersikap tenang, berpakaian santai, dan menyempatkan diri untuk berpura-pura nongkrong seperti yang lainnya. Sesekali Aris berpindah posisi ke kerumunan wartawan. Seakan dia memang salah satu dari mereka. Ketika sudah merasa tidak ada lagi yang menghiraukannya, dia mulai mendekati pos satpam. Dipasang hoody dan masker kain untuk menyamarkan wajahnya.

Aris langsung mengetuk pintu pos keras dan menyebut nama Pak Jatro. Secepat kilat, para wartawan tercengang. Ternyata mangsa mereka luput dari pantaun. Untung saja Aris sudah menghubungi Pak Jatro, maka dibukakan pintu untuk pemuda itu dan langsung menutupnya sebelum para wartawan mencegat Aris masuk ke dalam.

Pak Jatro merasa ngeri melihat ekspresi para wartawan tadi. Dia elus-elus dadanya setelah mengunci kembali pintu posnya. Pria itu ternyata masih setia berada di dalam pos. Dia merasa itulah tugas utamanya sekarang walau tidak ada seorang pun yang menyuruhnya secara langsung. Kedua majikannya sedang mengungsi ke hotel untuk menjauhi pihak infotement.

Suara gaduh dari pihak media masa masih terdengar sampai ke dalam, membuat kepala Pak Jatro tambah sakit akibat stress berlebihan.

"Pak Jatro, bagaimana keadaan Cony dan ibunya?" tanya Aris setelah menurunkan hoody serta masker di wajahnya.

"Tidak apa-apa mi sekarang. Cuman itu kodong* masih sedih i sekarang," jawab Pak Jatro yang kembali duduk di kursi kesayangannya.

Aris mengambil salah satu kursi plastik yang ada di dekat pintu dan duduk tanpa memalingkan tatapannya ke pak Jatro, "Bagaimana dengan ayah Cony?"

"Tuan Bambus sudah mi di visum sama pihak berwajib. Tapi belum pi kudengar hasilnya. Terus itu Coni sudah janji sama saya kalo mau ja nanti na hubungi sebentar malam. Eh? Aris, temannya ki Coni? Bisa ka minta tolong kita* temani ki dulu, kodong? Saya ini omnya tau sekali apa yang na rasa sekarang. Dulu itu ayah kandungnya yang meninggal, sekarang ayah tirinya juga. Kalau bisa kita bantui kodong teman ta, pasti capek ki berusaha kuat di depan ibunya," lanjut Pak Jatro dengan mimik serius.

"Bukannya masih ada kawannya yang lain?"

"Kurang tau mi juga, Nak. Ka baru pi kita yang na ajak kerumah"

Aris sempat merenung, bukannya Cony adalah orang yang supel dan punya banyak teman. Kenapa tidak ada satu pun temannya yang diajak ke rumahnya?

Merasa mendapatkan kesempatan, Aris pun tidak menyia-nyiakannya, "Baiklah, Pak. Besok saya akan pergi menemani Cony. Tolong Bapak juga kabarkan hal ini ke Cony karena dari pagi dia belum membalas pesanku."

Pak Jatro langsung mengambil ponsel lipatnya dan mengirim pesan singkat ke majikannya perihal Aris, "Deh kodong, padahal itu Tuan Bambus baru ki pulang kerja. Tapi tiba-tiba ki kena musibah"

Aris terpenjat. Dia baru tahu ternyata Bambus sudah pulang ke rumah. Padahal saat mereka selesai mengerjakan tugas, Cony sudah memberitahukan Aris bahwa tidak ada orang di rumahnya selain mereka berdua. Ingin menggali lebih dalam, Aris langsung melanyangkan pertanyaan ke Pak Jatro secara alami agar beliau tidak merasa canggung.

"Pak, sebelumnya, ada sesuatu yang aneh terjadi akhir-akhir ini?"

"Tidak. Seperti biasa ji, saya kerja urus kebun dan di pos juga. Tadi malam itu Tuan Bambus pulang ki naik mobilnya, seperti biasa. Kalau tidak salah beberapa menit setelah pergi ta, Nak. Ooh, baru saya ingat. Itu dua hari yang lalu Ibu dapat ki kiriman tepung terigu dari orang tidak dikenal."

Aris berpikir sejenak, "Pak, aku ke sini juga mau minta tolong. Flash disk-ku ketinggalan di dalam kamar Cony. Boleh saya pergi mengambilnya?"

"Oh iye, silakan. Tapi tabe* di' jangan ki pergi dekati dapur. Sudah ka dikasitau sama polisi bela."

"Iya, pak. Setelah ambil barangku, saya langsung pulang," ucap Aris sambil mengambil handphone-nya dan mematikan perekam audio.

--0--

Aris mendekati tempat kejadian dan menganalisa sekitarnya. Pemuda itu sudah biasa melihat kasus kebakaran. Dia yakin kebakaran tersebut terjadi karena sebuah ledakan. Tetapi, kenapa area ledakannya tidak terlalu besar? Hanya di sekitar dapur dan ruang makan.

Aris melewati police line, menuju wilayah yang dulunya adalah dapur. Dia periksa satu persatu laci, lemari, dan meja yang ada. Dia mendapat satu fakta bahwa pemilik rumah menggunakan kompor listrik mewah yang lebih aman dibandingkan dengan kompor gas.

Aris pun berpikir sejenak dengan temuannya tersebut, Kalau bukan disebabkan oleh ledakan tabung gas, mengapa daya rusak yang dihasilkan lumayan besar? Walaupun memang, tidak sebesar dengan kasus kebakaran yang biasa kutangani.

Aris memandang sekitarnya, dia berhasil menemukan ada beberapa potongan plastik yang masih belum terbakar sempurna. Dia pun berusaha mencari keping demi keping potongan yang berwarna putih dengan tulisan berwarna merah. Dia mulai menyatukannya sehingga terlihat sebagian wujud dari benda itu.

Tertulis di sana, 'T*p*n*, 100% m*rn*'. Merasa bahwa banyak serpihan benda tersebut berserakan di lantai, maka Aris langsung mengambil foto benda temuannya.

Aris kembali berkeliling dan teringat kejadian saat ledakan. Dia merasakan ada seseorang yang mengawasinya, sehingga Aris pergi ke sekitar halaman belakang dan mencari tempat yang sepertinya bagus untuk bersembunyi. Antara pohon mangga yang lebat atau semak-semak.

Pemuda itu pertama melihat pohon mangga. Kemungkinan seseorang untuk memanjatnya hanya sedikit, kecuali orang itu punya bakat yang hampir sama dengan kera. Terakhir, dia melihat sekitar semak-semak. Baru saja Aris membuka semak pertama, dia langsung tersenyum penuh kemenangan.

Ada jejak kaki di tanah yang becek itu.

<><><><><>

Kodong: kasian dalam bahasa Makassar.

Kita: kamu dalam bahasa Makassar.

Tabe: maaf/permisi dalam bahasa Makassar.

<><><><><>

Terima kasih untuk yang sudah membaca sampai sini! 😄 Jangan bosan-bosan vote dan komentnya. 😊

By the way, itu Pak Jatro orang Makassar jadi buat yang pernah dengar logat orang Makassar pasti langsung mengerti apa dibilang sama Pak Jatro (walaupun aku terpaksa buat Pak Jatro panggil Cony dengan sebutan Coni). 😂

Makasih buat, hnibras dan kireskye untuk dialog Pak Jatro khas Makassarnya. Diriku udah 4 tahun tinggal di sana tapi sampai sekarang belum jago juga bicara ala orang Makassar (masih salah penggunaan ji, ja, ki, mi, dan ko). 😂

[10/2/2019]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro