BAGIAN I
TAHUN 189 payah, penuh masalah dan kematian.
Griselda duduk di kereta saat dia membaca kalimat pembuka sebuah surat kabar itu. Satu kaki berada di atas kaki lain. Secarik bungkus permen menemani. Dia belum pernah membaca hal selain novel anak-anak di kereta, apa lagi menggemari surat kabar. Kumpulan kertas itu semata-mata berada di tangannya karena permintaan para eksekutif geng.
Ini tahun kedua Griselda bersekolah di Selatan. Tiap awal dan pertengahan tahun kembali ke Utara untuk mengunjungi kakaknya yang tidak bisa pergi dari tempat tidurnya karena sakit. Tetapi semester tiga tampak lain. Semua murid diliburkan usai ujian pertengahan. Awalnya Gerda hanya berpikir ini salah satu bentuk kejenuhan para guru terhadap remaja-remaja barbar. Namun, setelah memperhatikan surat kabar tampaknya kini dia tahu kenapa sekolah meliburkan semua orang sampai pekan pertama musim gugur.
Surat kabar sempat menampilkan beragam kesialan yang menimpa Montallard akhir-akhir ini. Lalu di tengah-tengah teks, rangkaian kalimat berubah. Kita menyambut era baru, kita mendapat sedikit harapan. Mata Gerda menajam pada kalimat itu. Rakyat Montallard, saudara-saudaraku, tahun 189 mungkin berat. Diselimuti kematian. Teror. Tapi malam akan berakhir dan fajar baru tiba. Karena putra mahkota akan kembali dari masa pengasingan dirinya di hari pertama daun berguguran nanti. Orang yang telah lama kita tunggu akan segera menegakkan pilar negeri.
Hmm. Tidak buruk. Berita ini besar nilainya di Utara.
Gerda bisa membayangkan betapa sibuknya rakyat Selatan mempersiapkan penampilan Putra Mahkota yang katanya mengasingkan diri itu. Dia tidak mau terlibat dengan sejumlah ingar-bingar yang memekakkan telinga, jadi liburan panjang di Utara terdengar hebat.
"Kau memilih berita yang bagus," seorang wanita muda mengalihkan atensi Gerda. Dia kira wanita itu masih tertidur di seberangnya, tapi sepertinya suara kereta kelewat berisik sampai membangunkannya. "Apa tanggapanmu?"
Gerda melipat surat kabar asal-asalan dan menjejalkannya ke dalam saku. "Biasa saja."
Wanita itu terkekeh, menyegarkan warna pucat pada sebagian kecantikannya. "Reaksi anak-anak. Kalian memang sudah menyerah mengubah nasib negeri ini. Tapi kau terlihat agak tertarik."
Tidak benar. Sejak pindah ke Utara, Gerda malas membaca surat kabar, dan artinya dia sudah berhenti mengikuti perkembangan politik.
"Tidak. Aku membacanya karena ingin tahu apa yang menyebabkan semua sekolah sepi," kata Gerda. Dia memandang bangunan-bangunan di luar jendela untuk mempertegas ucapannya.
"Kutebak kau memutuskan pergi ke kampung halaman daripada melihat meriahnya acara di kota-kota nanti."
"Mungkin begitu."
"Desa apa yang kau tuju?"
Gerda meliriknya selama sesaat. "Greenhowkin."
Dia tidak perlu memberitahu siapa pun kalau tujuannya adalah pemberhentian terakhir kereta ini-Burmings, kota di tepi sungai Horvages. Atau, sekalian saja Montallard Utara. Untuk mencapai wilayah kelam itu, Gerda harus menyeberangi Horvages, dan tentu saja dia tidak mau orang lain mengetahuinya dengan mudah. Apa lagi setelah melihatnya membawa surat kabar.
Wanita itu mengangguk-angguk. Dia menoleh ke jendela, lalu menyadari bahwa kereta sedikit melambat. "Kalau begitu kau masih harus ada di sini dua puluh menit lagi." Dia meraih sebuah dompet kecil yang terlalu mencurigakan, sebab mana ada wanita berpenampilan seperti bangsawan jauh-jauh dari ibu kota hanya dengan membawa sedikit barang. "Aku akan turun di sini."
Gerda hanya memperhatikan saat wanita itu beranjak dari tempatnya duduk. Tidak ada satu kata yang terucap. Belum pernah Gerda bergaul, bahkan memberi salam, pada sembarang orang asing di Selatan.
"Selamat tinggal," kata wanita itu sebelum dia menghilang di balik pintu gerbong. Sebuah senyum kembali dilempar untuk Gerda. "Semoga kau tenang di musim gugur nanti."
A CAGE OF HIS VIOLETS #1
P H A N T O M
(dark) fantasy -
romance - action -
mystery
"In the end of this tragedy, it's just you and me."
"The phantom and his dead love."
***
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro