1 - Hanahaki
11 November 2019
"Cough-cough-cough!"
Irisnya langsung terbuka membuatnya langsung duduk dengan tegak dari kasurnya. Tangan yang memegang mulutnya perlahan dia jauhkan, dan saat itu dia melihat beberapa kelopak bunga berwarna biru dipenuhi darah.
"(Name), ada apa? Aku mendengar suara batukmu—"
Pintu kamar (Name) terbuka, menampilkan teman apartemennya. Perempuan itu—(Name)—menoleh ke arah temannya dan saat itu dia melihat ekspresi terkejut sang teman.
"Selamat pagi."
"Apa yang terjadi padamu, (Name)?" tanya sang teman mendekati (Name) lalu mengusap mulut sang perempuan dengan tisu yang disediakan di nakas tempat tidurnya.
"Aku juga tidak tahu," jawab (Name) terkekeh, "tapi rasanya sangat sakit, sungguh alarm yang indah untuk hari istimewa ini."
Teman (Name) itu mengerutkan alisnya saat mendengar ucapan (Name), lalu membuang tisu yang penuh darah tadi ke tong sampah.
"Kau masih ingin menemui Samatoki? Harusnya kau pergi ke dokter dulu!"
"Aku akan menemui dokter setelah memberi Samatoki hadiah."
"Kalau begitu aku yang akan memberikan hadiah itu padanya."
(Name) mengembungkan kedua pipinya.
"Itu hadiah dariku! Aku yang harusnya memberikannya, bukan kau!"
"Aku akan bilang padanya kalau itu darimu!"
"Tidak! Rasanya lebih mantap jika aku memberikannya langsung!"
Teman (Name) hanya menggelengkan kepalanya.
"Lebih mantap? Kau ini ya," komentarnya meletakkan kedua tangannya di pinggang.
(Name) tersenyum, lalu memberikan gestur mengusir pada temannya.
"Sekarang kau bersiap saja untuk bekerja. Tenang, aku pasti ke dokter setelah menyerahkan hadiahku pada Samatoki."
"Hmm—nah. Setelah dipikir-pikir lebih baik aku akan ikut denganmu."
(Name) mengerutkan alisnya.
"Kau tidak perlu repot."
"Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu saat kau dalam perjalanan ke dokter?"
(Name) hanya terkekeh lalu menghela napas.
"Baiklah, lakukan sesukamu."
[][][]
"Samatoki! Selamat ulang tahun!!"
Samatoki menoleh ke sumber suara, dan dirinya langsung dipeluk oleh seseorang.
"(Name)? Apa yang kau lakukan di Yokohama?"
(Name) mengerutkan alis tak senang.
"Apa? Hari ini ulang tahunmu! Tentu aku datang untuk mengucapkan selamat."
Samatoki hanya menatap (Name) lalu menggeleng pelan dan menyeringai, "walaupun aku tidak menginginkan kau datang?"
"Geh, dingin sekali, Samatoki," sahut (Name) meremas bajunya, di mana jantungnya berada, dengan dramatis.
Samatoki memutar bola matanya dengan bosan, kemudian kembali menatap (Name).
"Lalu, kenapa kau memakai masker?"
(Name) berkedip beberapa kali, kemudian meletakkan kedua tangannya di pinggang dengan bangga.
"Aku sedang sakit!"
"Jangan mengucapkannya dengan bangga," sahut Samatoki melakukan karate chop pada kepala (Name) dengan pelan, "kenapa kau menjadi boke? Apa karena sekarang Sasara menjadi teman satu apartemenmu kau jadi tertular sifatnya?"
"Hei, kau kasar seperti biasa, Samatoki," sahut teman satu apartemen (Name), Sasara, merangkul Samatoki.
(Name) hanya cengengesan, kemudian disusul oleh batuknya. (Name) spontan menunduk lalu menutup mulutnya, walaupun sudah ditutupi oleh maskernya.
'Dadaku terasa panas sekali,' pikir (Name) mengerutkan alisnya dan dapat dia rasakan beberapa kelopak bunga di dalam mulutnya, 'jangan keluar sekarang, kumohon.'
Perhatian (Name) segera teralihkan oleh sebuah tangan yang memegang keningnya, dan saat (Name) mengangkat kepalanya, dia melihat Samatoki yang sedang menatapnya dengan datar.
"Tenang, setelah ini aku akan mengunjungi dokter," komentar (Name) tersenyum.
Ah, tidak hanya terasa panas, sekarang dadanya terasa sakit.
Sasara yang melihat interaksi dua orang di depannya tidak mengatakan apa-apa, namun tangannya kemudian meraih (Name), menepuk pundak sang perempuan beberapa kali untuk menyadarkannya.
"Ah, benar juga," ucap (Name) merogoh tas selempangnya dan mengeluarkan sebuah kotak kado kecil, "sebelum aku dan Sasara pulang, hadiah untukmu! Sekali lagi selamat ulang tahun, Samatoki."
Samatoki menerima kotak itu dalam diam, kemudian mengangguk kecil.
"Terima kasih, (Name)."
[][][]
"Anda mengidap Penyakit Hanahaki, (Surname)-san."
(Name) dan Sasara mengerutkan alis mereka dengan heran. Sementara sang dokter tetap melanjutkan penjelasannya.
"Anda pasti pernah mendengar penyakit ini, sebelum perang dunia dimulai."
"Penyakit yang membunuh banyak orang, benar?" sahut (Name), "tapi tidak ada yang tahu penyebab dan ciri-cirinya."
"Hanahaki adalah penyakit yang menyebabkan penderitanya akan batuk mengeluarkan kelopak bunga. Penyakit aneh karena paru-paru penderita tubuh bunga," sang dokter menatap (Name), "apa Anda percaya bahwa penyakit ini disebabkan oleh cinta yang bertepuk sebelah tangan?"
Iris (Name) melebar, tapi itu tak menghentikan sang dokter.
"Kelopak bunga yang dikeluarkan beragam," ucap sang dokter terkekeh pelan, "terima kasih pada penyakit ini, sekarang dokter di dunia harus mengerti bahasa bunga."
(Name) menatap telapak tangannya yang sedang memegang kelopak bunga berwarna biru, yang dipadukan oleh warna merah darahnya.
"Bunga yang Anda keluarkan adalah kelopak Bunga Petunia, yang melambangkan kemarahan dan kebencian. Saya sedikit terkejut, kasus Hanahaki dengan bunga seperti ini jarang terjadi, apa Anda mencintai seseorang yang membenci Anda?"
"(Name)," Sasara tidak tahan untuk diam saja—dia tahu pasti siapa sosok yang dimaksud, terlebih lagi dari sekian banyak warna Bunga Petunia, yang keluar adalah warna biru, "jangan bilang itu Samatoki?"
(Name) tersenyum, lalu mengangguk mengiyakan ucapan sang dokter.
"Benar dokter," ucap (Name) menutup matanya, "sepertinya aku mencintai orang yang membenciku, lebih tepatnya 'kembali mencintainya' karena kebetulan sekali, orang itu juga adalah mantanku."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro