
Bab 5 Goldilocks
Karya ini adalah hasil kolaborasi dari WWG Fantasi.
Sebelum membaca jangan lupa tekan tombol bintang ya teman-teman.
IG: kanonaiko
Madoka, bocah kecil berumur sembilan tahun berjalan dengan wajah santai. Kemarin dia memakan biskuit banyak sekali. Perutnya tambah buncit. Menghela napas berat, dia duduk di bawah pohon. Tangan mungil itu mengelap keringat di dahi. Membawa makanan dalam buntelan berat sekali. Supaya tidak hilang disembunyikan di mana ya?
Otak Madoka berpikir cepat. Dia mendongak ke atas tempat dia beristirahat sejenak. Kemudian, bocah kecil itu merapal sebuah mantra. Dan 'pyoong' sebuah lubang cukup besar menganga di hadapannya. Dengan sedikit terburu-buru dia menaruh buntelan berisi makanan ke dalam lubang dan menguburnya. Mata hijau si anak kecil menoleh kiri kanan. Tidak ada orang. Sepi. Tak lupa si bocah berwujud kucing memberi goresan melintang di pohon dengan mengunakan belati terbuat dari tulang ikan.
Madoka bernapas lega. Matanya yang indah menatap sebuah pemukiman. "Hmm, tampaknya di sana ramai. Pasti banyak makanan," gumam Madoka.
Makanan.
Ah,Madoka teringat adik-adiknya. Apakah mereka baik-baik saja? Kalau begitu permen-permen ini kuberi saja buat mereka ....
Oke dari sini aku berlari saja. Dengan secepat kilat kakinya yang lincah terus berlari. Ketika atap rumah penduduk mencapai penglihatannya dia bersiap berubah wujud. Sekali lagi menoleh kiri kanan.
'POOF'
Terdengar letupan kecil. Bocah perempuan itu berubah wujud menjadi seekor kucing gendut berbulu cokelat belang hitam. Matahari belum mencapai puncak kepala. Dia melenggang masuk ke gerbang pemukiman penduduk.
Mata hijau itu menatap takjub. Kubah-kubah kastil warna warni berbentuk seperti es krim. Ingatannya melayang pada sorbet buatan Nenek peach. Ah, andai saja sang nenek tidak menghilang tentu aku leyeh-leyeh di rumah sambil menikmati belaian tangan si nenek.
Tidak. Madoka tidak boleh menangis. Sebagai kakak tertua enggak boleh cengeng. Madoka harus mencari sang nenek dan adik-adiknya.
Kakinya terus melangkah ke arah pasar. Banyak penduduk berjualan dagangan menggunakan gerobak. Ada buah apel, anggur, jeruk, pisang ... Ah Madoka jadi lapar. Padahal sebelumnya sudah makan. Dasar gembul.
"Meoong!" jerit Madoka. Seorang pria tinggi besar menyenggol tubuhnya.
"Hei, minggir kucing gendut, kau menggangguku. Sana! Sana!" pria itu rupanya sedang berdagang daging domba.
"Cih!" Madoka merengut kesal. Lalu melangkah k sebelah dagangan si bapak.
"Ah, kucing manis, kau lucu sekali." si ibu bercepol tinggi menyapa hewan imut itu dengan ramah.
"Meong." Mata hijau Madoka berbinar tatkala melihat objek dagangan si ibu.
Ikan segar.
"Kau lucu sekali. Karena kau sangat imut kuberi hadiah ikan."
Netra zamrud itu berbinar-binar. Madoka terus mengusel-usel kaki si ibu. Dia langsung meraup ikan ketika wanita berhati malaikat meletakkan piring berisi ikan.
"Makanlah yang kenyang."
Terdengar geraman Madoka sebagai ucapan tanda terima kasih. Kucing gembul itu terus menjilati bibirnya dan pergi begitu saja.
Sang pemilik ikan menggelengkan kepala. Cepolannya ikut bergoyang. Pemilik bibir mungil tersenyum. "Hihihi, dasar."
Madoka terus melangkah. Tanpa sadar membawanya ke tengah lapangan. Madoka berdecak kagum. Betapa indahnya makanan eh bangunan itu. Aih kenapa malah memikirkan makanan?
"Ada kucing!"
Madoka dikejutkan oleh sebuah suara. Namun, terlambat. Dia sudha berada di dalam gendongan seorang bocah perempuan.
"Hai, siapa namamu?" tanya anak perempuan memakai pita berwarna pink.
Madoka belum mengeong, si bocah sudah berkata. "Di mana rumahmu? Siapa namamu? Apa kau tersesat? Kenapa kau sendirian di sini?" cerocos si gadis.
Astaga. Gadis ini cerewet sekali. Seketika saja Madoka sakit kepala.
"Namaku Goldilock. Gol-di-lock," kata anak perempuan sambil menatap Madoka.
Madoka melengos. Bah, mendengar suaranya saja sudah sakit telinga. Cempreng sekali suaranya.
"Ayo kita jalan-jalan."
*****
Madoka bertanya dalan hati. Kemana kah dia saat ini. Gadis berbaju biru muda itu terus menggendongnya. Mereka berjalan-jalan ke hutan dan menemukan sebuah pondok disana. Karena pondok itu tidak ada penghuninya dan Goldilocks ingin tahu, memutuskan untuk masuk.
Didalamnya dia menemukan tiga mangkuk sop ayam. Goldilocks meletakkan Madoka di atas meja makan. Anak perempuan itu mencicipi yang pertama, terlalu panas. Ia mencicipi yang kedua, supnya dingin. Lalu dia mencicipi yang ketiga dan panasnya tepat. Karena perut Madoka keroncongan dia dan anak itu memakan semuanya.
Madoka melihat meja makan terdapat tiga kursi. Gadis itu mencoba duduk di kursi pertama, ah terlalu tinggi. Ia duduk di kursi kedua, terlalu lebar. Akhirnya ia duduk di kursi ketiga, karena tidak sanggup menahan tubuh Goldilocks yang berat kursi itu hancur berkeping-keping.
Madoka terkejut mengeong kencang. Gadis ini telah mematahkan kursi pemilik rumah ini. Aduh bagaimana jika sang tuan rumah tahu kursinya hancur berantakan?
Tiba-tiba Madoka mengendus-endus. Rasanya bau ini sangat kukenal. Apakah Topaz berada di sini? Tapi utu tidak berlangsung lama bau Topaz menghilang.
"Aku mengantuk, rasanya aku akan istirahat sebentar disini," kata Goldilocks sambil menggendong kucing gendut dan ia naik ke kamar tidur. Astaga Madoka ingin sekali memarahi gadis nakal itu.
Mereka memasuki sebuah kamar yang luas. Ranjang pertama terlalu keras. Ranjang kedua terlalu empuk, tapi ranjang yang paling kecil tepat baginya, akhirnya ia tertidur disana karena kekenyangan bersama Madoka. Si kucing gembul tadinya tidak ingin tidur tapi lama-lama matanya tidak kuat. Akhirnya tidur di dekat kaki si gadis.
Pemilik pondok itu kembali. Ayah Beruang dan Ibu Beruang terkejut sekali, dan beruang kecil menangis keras. "Ada yang makan supku. Dan ia menghancurkan kursiku!"
Para beruang ke kamar dan menemukan Goldilocks tidur nyenyak di tempat tidur beruang kecil. Seekor kucing cokelat belang hitam tidur pulas. Madoka bangun dan sangat terkejut. Tiga beruang itu menatap intens kepadanya.
Goldilocks pun tak kalah terkejut. Jendela terbuka dan langsung melompat. Madoka ikut melompat. Gadis berpita merah muda berteriak kencang. Tanpa sengaja menginjak tubuh gembul Madoka. Tentu saja Madoka refleks menggigit kaki si bocah.
Goldilocks terus berlari. Madoka masuk ke dalam hutan. Untunglah dia masih ingat tepat dia menimbun buntelan berisi makanan.
Kucing berbulu cokelat belang hitam terengah-engah. Terdengar letupan kecil. Dengan sekali baca mantra buntelan itu telah berada di tangannya. Bocah itu kemudian melanjutkan perjalanan ke selatan.
Bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro