Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

05 | Peter and The Americans

***

dedicated to mimaraya yang udah nebak QOTD sebelumnya dengan benar! (sebenarnya sedikit melenceng sih tapi sangat mendekati wkwkwk) (btw aku ketawa sendiri malem-malem karena akhirnya ada yang berhasil nebak :')

***

Pernahkah kau melihat seseorang yang kau kenal dari kejauhan, namun di saat kau ingin menyapanya, kau ragu karena tak yakin dia adalah orang yang tepat? Itulah situasi yang kuhadapi setelah berbincang serius dengan Anne di trotoar depan toko es krim Edinburgh. Awalnya aku hanya memandang sekeliling saja karena lelah menghadapi Anne. Namun ternyata, pandangan itu justru membuatku melihat dua orang yang membuat pikiranku bercampur aduk.

Sebelum aku melanjutkan ceritaku, bisa kau tebak siapa mereka? Ini petunjuknya: mereka adalah dua orang Amerika yang memiliki chemistry teraneh dan salah satu dari mereka adalah orang terbodoh yang pernah kutemui.

Tidak bisa menebak? Lebih baik kulanjutkan saja ceritaku.

Mereka adalah Ben Washburn dan Lindsey Harrington, seorang detektif untuk Kepolisian Boston dan agen spesial FBI di Washington. Jujur saja, kisah bagaimana mereka bertemu cukup mengerikan. Kudengar Lindsey meludah di mulut Ben saat mereka berkelahi di pertemuan pertama. Aku tahu, itu kedengarannya menjijikkan. Tapi hubungan mereka sangatlah "unik" dan menggemaskan.

Jangan tanya bagaimana aku bertemu mereka. Ceritanya panjang.

Namun, Ben dan Lindsey yang kulihat di dunia paralel terlihat sedikit berbeda dengan versinya di kehidupan nyata. Rambut coklat sebahu Lindsey diikat dengan rapi. Ia terlihat cukup atletis dengan kaus biru dan legging gelapnya sambil memanggul ransel besar. Sedangkan Ben... dia terlihat lebih tampan (aku serius, versinya di dunia nyata terlihat lebih lugu untuk ukuran seorang polisi). Ia lebih kurus dengan rambut coklat kehitamannya yang sedikit berombak dan kaus tim baseball Yankee yang tersembunyi di balik kemejanya.

Dari kejauhan, Ben dan Lindsey terlihat sedang berdebat dengan peta di hadapan mereka. Aku bisa menduga Ben sedang melontarkan komentar pedasnya yang tak berguna dan Lindsey berusaha membantahnya dengan kesal. Namun, masih ada yang kupertanyakan: bagaimana mereka bisa ada di sini?

Aku mengeluh pelan. "Yang benar saja, mereka ada di sini?"

Anne langsung menengok ke arahku sambil mengerutkan dahinya. Ia menunjuk ke arah dua remaja itu. "Mereka?" tanyanya dengan kebingungan.

Aku pun mengajaknya agak menjauh dari trotoar dan berbisik dengan pelan. "Kau tahu aku pernah bercerita kepadamu tentang Ben Washburn dan gadis FBI-nya itu?" ucapku. Ia termenung dan memandangku serius, sampai tiba-tiba ia menjentikkan jari di depanku.

"Ah ya, Ben Washburn, si polisi bodoh yang memasukkan kepalanya di sela pagar itu, kan?" katanya dengan bersemangat. Aku menepuk dahi pelan. Ya ampun, kukira ia akan mengingat cerita yang lebih serius tentang Ben. Ternyata, ia justru mengingat sisi terbodoh Ben. Hebat sekali. Ia melanjutkan kalimatnya kembali setelah berusaha mengingat tentang Lindsey. "Dan siapa itu nama gadisnya? Aku agak lupa. Memangnya ada apa?

"Mereka ada di sini!" kataku sambil menunjuk Ben dan Lindsey dengan panik. Aku lupa telah mengucapkan hal itu dengan nada lantang, dan itu membuat Lindsey langsung melirik curiga dari kejauhan. Aku langsung menutup mulut dan berbalik arah agar wajahku tak terlihat.

Seperti biasanya, Anne menatapku dengan wajah datar yang khas. Entah kenapa, ekspresinya membuatku jengkel dan geli di saat yang sama. "Kau pasti sedang mabuk makan es krim dan otakmu sedang membeku. Kau bercanda, kan?"

Aku mengacak rambut cepat, berusaha menahan rasa frustasi. "Aku serius! Maksudku lihatlah mereka! Mereka terlihat seperti duplikat mini dari Ben dan Lindsey!" ucapku, berusaha meyakinkan Anne yang sedikit tersadar. Tatapanku melekat ke arah Ben agak lama sampai aku berkata, "Oke, bisa dibilang Ben terlihat lebih tampan daripada versi dunia nyatanya-"

"Peter!"

Wajah Anne memerah mendengar hal itu dan ia langsung meninju lenganku. Mungkin dia agak terkejut saat aku berkata Ben lebih "tampan" dan mengira aku memiliki perasaan untuknya. Yang benar saja, mana mungkin aku punya perasaan untuk polisi yang konyol itu? Lagipula, andai Anne memandang serius Ben, mungkin ia akan menganggap Ben sangatlah tampan dan menelantarkanku di dunia paralel ini.

Sontak karena tinjuan itu, aku langsung mengaduh kesakitan dan melotot ke arahnya. Kami saling melotot untuk beberapa detik, sampai aku mengalihkan pandangan karena aku tahu melotot tidak akan membawa kami ke masa depan.

"Aku hanya bercanda tentang Ben yang tampan itu," ucapku pelan meskipun aku tak terlalu mengakuinya. "Tapi yang benar saja, bagaimana mereka bisa ada di sini? Bukannya ini dunia paralel dan asal mereka sangatlah jauh dari London ataupun Edinburgh?"

Anne sepertinya sudah melupakan tentang persoalan Ben dan menyerangku dengan pendapat lain. "Astaga, kau lupa dengan poin penting tentang mesin waktu," ucapnya sambil menutup wajah. "Bukankah kau sudah bilang, karena kita pergi kembali ke masa lalu- teknisnya dunia paralel- kita sudah menciptakan susunan waktu yang berbeda. Artinya, apapun bisa saja terjadi di sini, termasuk kemunculan dua orang Amerika itu di Ediburgh."

Aku terdiam sambil memandang Ben dan Lindsey yang terus berdebat. Teori itu terdengar masuk akal. Tapi aku masih tak mengerti mengapa itu bisa terjadi. Mengapa harus Ben dan Lindsey yang tiba-tiba muncul, dan bukan orang lain? Apakah susunan waktu itu sedang merencanakan sesuatu dengan kemunculan mereka?

"Pete, kau mendengarkanku?"

Aku melirik ke arah Anne. "Tentu saja aku mendengarkanmu, aku hanya kurang yakin dengan semua ini," ujarku hingga aku mendapatkan sebuah ide yang cukup berbahaya. "Kecuali, kita mencoba menyapa mereka untuk memastikan semuanya..."

Wajah Anne berubah pucat. "Oh, jangan bodoh, kau pasti tidak akan mencobanya-"

Sepertinya aku memang berpikir pendek tentang rencana itu. Aku langsung berlari melintasi jalan dan menyapa mereka dengan terengah-engah. "Halo!" sapaku sambil tersenyum kecil.

Ben dan Lindsey berpandangan kebingungan. Sementara Lindsey mengalihkan pandangannya ke arahku dan mengerutkan dahi. "Halo," ucapnya lambat, seolah tak yakin. "Apa kami mengenalmu?"

"Ya- maksudku tidak!" Aku ingin menampar diriku sendiri karena kelepasan. Namun aku harus santai dan tidak terlihat mencurigakan. "Aku hanya menyapa kalian karena ingin tahu apakah kalian perlu bantuan. Sepertinya kalian bukan penduduk asli Ediburgh dan... terlihat cukup kebingungan."

Ben terkekeh pelan mendengar alasanku. "Darimana kau bisa membedakan kami dengan orang Edinburgh? Apa karena ketampananku yang terlihat tidak manusiawi?" ucapnya pelan. Lindsey langsung memukul belakang kepala Ben, sontak membuat Ben mengerang. Sepertinya Ben tidak ada bedanya dengan versinya di dunia nyata. Maksudku yang benar saja, tentu saja aku tahu itu dari aksennya Amerika-nya.

"Maafkan aku soal dirinya, dia memang seperti itu," gerutu Lindsey. Lalu ia tersenyum ramah kepadaku dan Anne yang menyusul sebelumnya. "Dan ya, kami turis dan kami agak kesulitan mengenali beberapa lokasi di sini. Ngomong-ngomong aku Lindsey Harrington dari New York, dan ini-"

"Aku pacarnya, Ben Washburn, dari Boston." Ben menyeringai kecil, berusaha menggoda Lindsey sambil berjabat tangan.

"Aku bukan pacarmu, bodoh!" hardik Lindsey. Ben dan Lindsey langsung melotot kepada satu sama lain, hingga Lindsey menyerah dan menghela nafas. "Aku harus meminta maaf lagi, dia memang agak lancang."

Aku dan Anne saling berpandangan, berusaha menahan tawa melihat betapa lucunya Ben dan Lindsey. Aku tersenyum kecil. "Tidak apa-apa, aku tahu itu-" Aku langsung menutup mulutku kembali, berusaha menahan ucapan kelepasan-ku yang tak terkontrol. "Maksudku, aku bisa memahaminya dari pembicaraan kita yang singkat ini."

Ben dan Lindsey menatapku dengan aneh, sementara Anne berusaha mengurangi kecanggungan itu. "Astaga, kami bahkan belum mengenalkan diri pada kalian." katanya sambil tertawa kecil. "Aku Anne Tyler, dan ini Peter Langster. Kami... hanya murid biasa... di dunia yang "biasa" ini."

Yah, sepertinya Anne adalah ahli untuk menambah suasana menjadi canggung.

Ben berusaha melontarkan komentarnya yang tidak lucu, hingga Anne langsung memotongnya. "Oke... itu terdengar aneh," gumam Anne pelan. Jujur, aku ingin menertawakan betapa canggung dirinya. Ia menggelengkan kepalanya. "Maaf, aku hanya... kau tahu, kan? Sedang melamun atau semacamnya."

Ben dan Lindsey memandang kami kebingungan. Ya ampun, sepertinya kami telah menciptakan kesan pertama yang aneh dan konyol. Aku benar-benar payah dalam hal sosial seperti ini. Aku berusaha mencairkan suasana. "Jadi, kalian akan pergi ke mana kali ini?"

"Yah, sebenarnya kami belum terlalu tahu. Kemungkinan ke Holyrood Palace atau Arthur's Seat, tapi entahlah," jawab Lindsey yang mengangkat bahu. Tiba-tiba, wajahnya berubah cerah. "Hei, bukankah kalian penduduk asli sini? Mungkin kalian bisa menemani kami berwisata di sini. Terutama kami sangat kebingungan di sini dan kalian sangatlah baik."

Aku langsung memandang Anne yang terbelalak. Aku bahkan tak menduga hal itu sebelumnya. Ini bisa menjadi hal yang cukup baik di perjalanan waktu kami atau sesuatu yang dapat mengganggu perjalanan kami ke masa depan. Aku ingin menolaknya karena kemungkinan kedua, namun Anne berkata lain. "Itu ide yang cukup bagus!"

Ben dan Lindsey langsung berbinar-binar dan bersorak girang. Aku menatap Anne tak percaya. Anne justru memelototiku untuk mendengarkan perintahnya. Aku menghela nafas. "Baiklah. Kami akan mencoba menemani kalian di lain hari. Mungkin kamu bisa menghubungi kami jika kau perlu bantuan," ucapku. "Kau punya Skype atau sesuatu?"

"Huh? Sky apa?" Ben mengerutkan dahi dan tertawa kecil. "Bung, kenapa kau aneh sekali?"

Sialan, aku lupa ini tahun 1999. Yang benar saja, memangnya teknologi seperti itu di zaman sekuno ini? Bahkan Iphone atau Youtube saja belum ada sekarang. Wajahku berubah panas saat Ben mengejekku seperti itu. Aku terlihat sangat bodoh sekarang di depan polisi Boston yang sebenarnya lebih bodoh daripada diriku sendiri.

"Lupakan saja. Peter kadang agak linglung," Anne memutar bola matanya. Ia menyerahkan secarik kertas nota yang ia tulis sebelumnya pada Lindsey. "Ini alamat kami berdua. Kalian bisa mendatangi kami kapan pun, oke? Jika kita bertemu lagi, aku akan memberi nomor telepon rumahku."

"Terima kasih! Kalian sangat ramah dan aku tak menyesal sudah bertemu dengan kalian." Lindsey memandang ramah Anne dan aku. Kami hanya bisa tersenyum kecil melihat kedua orang Amerika yang terlihat gembira itu.

Ben menepuk pundak Lindsey. "Uh... Lindsey? "Sepertinya kita harus check-in sekarang. Aku takut kita akan terlambat ke motel."

"Ya ampun, aku bahkan lupa tentang hal itu!" Lindsey menepuk dahinya pelan, disambut dengan decakan sebal Ben."Kami harus mencari motel sekarang. Senang bisa bertemu dengan kalian!"

Ben dan Lindsey pun langsung pergi dan melambaikan tangan ke arah kami. Mereka mulai menjauh, meskipun gumaman Ben tentang "orang Inggris lebih ramah daripada orang Amerika" masih terdengar. Disambut dengan erangan Lindsey dan bantahannya bahwa kami adalah orang Skotlandia, bukannya Inggris. Aku dan Anne hanya bisa memandang mereka geli sambil menggelengkan kepala. Ya, orang-orang Amerika itu benar-benar menggemaskan.

"Ngomong-ngomong, aku sengaja ingin menemeni Ben dan Lindsey karena lihatlah, mereka kebingungan dan tak ada yang mereka kenal di sini kecuali kita." gumam Anne setelah suasana hening. Ia menengok ke arahku sambil tersenyum kecil. "Yah, sepertinya kau benar. Mereka persis seperti yang kau ceritakan kepadaku di dunia nyata."

"Ya. Dan setidaknya Ben lebih tampan," balasku. Anne kembali memandangku dengan tatapan "yang-benar-saja-Langster". Aku mengangkat alis. "AKU BERCANDA, OKE?"

Anne menggelengkan kepala dan terkekeh. "Kita harus pulang sekarang. Ini hari yang cukup panjang dan banyak yang harus dipersiapkan untuk..."

"Menjelajahi Edinburgh dan menikmati hari?"

Anne mengerutkan dahi, tidak setuju dengan pendapatku. "Bukan, maksudku membuat kembali mesin waktu," ucapnya sambil menjauh. Ia menepuk punggungku dan sekilas, aku bisa melihat senyumannya yang manis. "Dah, Peter."

Aku terdiam dan memandangi Anne yang mulai berjalan pulang melewati jalan yang mulai sunyi. Aku masih memikirkan bantahan Anne tentang "membuat kembali mesin waktu", bukannya menjelajahi Edinburg dan menikmati hari. Kenapa ia begitu tegang menghadapi semua masalah mesin waktu ini? Masih ada waktu untuk meyakinkannya agar menyukai dunia paralel ini, dan aku harus berusaha meyakinkannya dari sekarang dengan hal yang sederhana.

Tunggu, aku tahu apa yang harus kulakukan.

***


HALOOO, SEMUANYA! akhirnya aku kembali dengan update yang satu ini HEHEHEH

Btw kalau ada yang bingung kenapa Ben dan Lindsey dari The Runaways ada di sini, mereka sebenarnya ketemu di pertengahan The Runaways, dan mereka ketemu lagi setahun kemudian di PaA (aku sudah merencanakan itu sejak awal, tapi yah itu nasib ceritanya gimana *nangis darah*) Makanya cerita ini not-so-spinoff dari TR gitu hehe

Dan anyway, terima kasih sudah membaca bab ini! Semoga kalian suka pertemuan Peter dan Anne dengan Ben dan Lindsey yang canggung ini WKWKWK. jangan lupa tinggalkan comments dan votenya :D

QOTD: (really random and idk why I'm asking this (probably bcs Peter said that Ben is handsome), but) who is your favourite actor?

(my answer is very obvious so I'm not gonna answer this lmao)

Multimedia: Peter Langster in 1999 (Skandar Keynes)

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro