4. Percikan Listrik
Fate/Stay Night by Type Moon
Disclaimer by Type-Moon
Story by reeshizen
Gilgamesh (Archer) x Reader
Setting: dominan Fate/Stay Night: Unlimited Blade Works
Genre: Humor (gagal), romance.
.
"Tidak mengambil keuntungan komersil apapun dari fanfiksi ini. Semata-mata hanyalah kesenangan belaka."
.
Warning
Possible OOC!Gilgamesh, OC!reader, plot tidak jelas, Bad EBI, alur ngaco, dan tidak sesuai ekspetasi
Tolong jangan berharap banyak pada penulis
Dan sedikit rival cinta antara Rin vs Sakura
.
Don't Like Don't Read
.
.
.
Happy Reading!
.
.
.
"Bisakah kau tidak mengikutiku?"
"Tidak."
Debas suaranya keras, seakan-akan tidak ikhlas. "Kau kan, bisa di rumah saja. Sakura sebentar lagi ke rumah dan kaubisa menyiapkan makan untuknya."
"Aku bukan pembantu. Lagian aku tidak dekat dengan Sakura, jadi buat apa juga aku memasakan makanan untuknya. Kau pun sudah tahu Sakura akan ke rumahmu, mengapa kau malah pergi?"
"Memangnya perlu kautahu?"
"Sebelum menyuruh orang untuk pulang, sebaiknya kausuruh dirimu sendiri," cibir [name] dongkol.
Shirou di hadapannya dibuat tak mengatup mulut. Tohokan cibiran [name] telak ke hati.
"Saa, dari arah yang kau lalui, kauingin menuju Gereja Fuyuki, bukan? Tak usah repot-repot menyiapkan alasan tuk berdalih, mataku sudah bisa membaca semuanya termasuk gerak-gerikmu. Cukup jelaskan dengan kalimat, singkat. Padat. Dan jelas. Titik," timpal [name]. "Cepat, jelaskan sekarang."
Shirou melongo. Ketahuilah kebohongannya kemudian tidak akan berguna sama sekali. Wong setan nang ngarepne wis ngerti (setan di depannya sudah tahu). Bagaimana ia akan berbohong? Dalam mimpi?
"Jangan lama, berat. Aku malas tunggu."
Shirou meloloskan napas panjang nan berat. Ia enggan berbohong, tetapi sungkan untuk jujur. Oke, dia gundah berujung labil sampai-sampai lupa akan tujuannya saat ini.
Benar-benar deh, Shirou sendiri tak mengerti. Apalagi jika sudah mengaitkannya dengan [name]. Beuh, gadis itu sulit dipahami, bahkan dirinya yang lebih dewasa–Archer EMIYA–enggan berurusan dengannya sampai bertegur sapa pun tidak. Katanya, [name] membingungkan. Maunya ini, tapi faktanya tidak. Archer-nya Tohsaka Rin sampai-sampai menghadirkan muka masam yang baunya juga asam setiap berpapasan dengan [name]. Karenanya pula, Matou Shinji dibuat mengamuk kesetanan–atau mungkin kesurupan–di doujo[1] panahannya. Alih-alih latihan, anggota yang lain malah menontonnya tanpa rasa secuil simpatik pun muncul.
Akan tetapi, tidak mungkin kan, Shirou akan bernasib seperti mereka berdua? Terutama Shinji, walaupun sudah dirukiah sampai-sampai disiram jutaan ton holy water, unsur ngamuk-nya selalu muncul tanpa rem, muncul tak diundang, pergi tidak mau.
"Gereja itu kan, mau diperbaiki sehabis rusak oleh pertarungan dirimu yang lain dengan Lancer Chu Chulain? Buat apa kau ke sana? Merasa bersalah pada dirimu di masa depan dan ingin memperbaikinya dengan tangan kosong?" [Name] meloloskan debas suaranya. "Sungguh tidak jelas kau."
"Maaf saja jika aku memang tidak jelas, tetapi ini memang tidak ada urusannya denganmu sama sekali. Lebih baik kau segera pergi karena aku ingin datang sendiri ke gereja itu," jelas Shirou. Dari raut mukanya ia lelah dengan pertanyaan dan pernyataan dari [name].
"Heh... aku diusir...," baru ketika [name] ingin melanjutkan, Shirou sudah keburu jauh dari hadapannya, "secara halus? Dan mengapa ia bisa jalan secepat itu; pula tidak berbalik menghadapku seolah-olah ia tidak merasa bersalah setelah meninggalkanku!" [Name] mendengus, menetralisasikan emosinya sebelum mencak-mencak bak Berserker.
Ia mendongkol. Bisa-bisanya Shirou meninggalkannya. Okelah, kerusakan sebagian rumah Shirou memang kesalahannya. [Name] mestinya tahu diri. Alih-alih, turut membantu tuk memperbaiki, ia malah mencak-mencak hingga membuat Tohsaka Rin didahului selangkah oleh adiknya, Matou Sakura. Ia tak ingin minta maaf, salah Rin sendiri hingga menyuruh [name] bagaikan asisten rumah tangga, alhasil Rin menanggung akibatnya–terkurung di rumah dan tidak boleh keluar dari rumahnya atas perintah [name]. [Name] melakukannya dengan dalih impas, padahal balas dendam. Selama seminggu itu pun, putri angkat keluarga Matou kerap kali mengunjungi rumah Shirou dua kali dari biasanya. Datangnya pun tidak cuma-cuma, selalu membawa buah tangan dari rumahnya! Rupanya ia pintar dalam menyogok. Apalagi Saber dibuat bertekuk lutut oleh makanan manisnya, serta Fujimura-sensei yang tak habis-habis memuji, Shirou pun terperangah kagum–berbeda dari biasanya–atas tindakan Sakura yang meninggikan grafik eksistensinya akhir-akhir ini.
Kabar itu pun langsung beredar secepat kecepatan cahaya matahari menyinari segala planet. Kondisi Tohsaka Rin pun memprihatinkan, bahkan diberi beberapa obat tablet, pil, atau pun kapsul tak kunjung meredakan "kewarasan" Rin.
Karena itulah [name] merasa cemas dan akhirnya mulai berkunjung ke rumah Shirou dengan dalih silaturahmi serta meminta maaf juga ganti rugi. Padahal, hanya untuk memata-matai Shirou dan mendapatkan informasi yang pantas untuk dihadiahkan kepada Rin.
Lalu, berujunglah dia ditinggalkan sang empunya di sini.
Lagi-lagi, [name] mendengkus. Well, Shirou memang memiliki privasi, tapi apa salahnya jika ia mengekorinya diam-diam? Lagi pula jika benar-benar sesuatu yang privat, tidak akan ia beritahukan kepada siapapun, termasuk Tohsaka Rin. Jika sesuatu yang menyangkut kehidupan asmara Rin di masa depan, lebih baik ia beritahukan.
Oke, [name] menyadari bahwa hari ini ia adalah seorang penguntit.
Sungguh, itu sebenarnya menurunkan harga dirinya. Namun, mau apa dikata?
Sekonyong-konyong, raut [name] berubah masam diikuti dengusan napasnya yang kentara. "Pekerjaanmu dari seorang raja beralih menjadi paparazzi, nee?"
Sebuah tawa dari seorang lelaki pun muncul. "Seharusnya kau pertanyakan itu pada dirimu sendiri."
"Maaf saja, jika kauingin mencari Saber, dia sedang tidak bersamaku atau pun Shirou. Dia sedang kencan dengan Diarmuid. Tidak ada alasan lagi untukmu menemuinya, mungkin kapan-kapan," terang [name] tanpa diminta oleh Gilgamesh.
Gilgamesh mengangkat sebelah alisnya. "Sudah kuduga, kau cocok menjadi pelayanku," ucapnya diikuti siulan. "Tentu saja aku tidak terima calon istriku disentuh oleh anjing kampung, tapi aku sedang tidak mempermasalahkan itu karena aku telah menemukan mainan baru di hadapanku."
[Name] mengerutkan keningnya dalam. "Pardon me? Mainan? Aku manusia, bukan mainan, dasar kurang asam!" bentaknya murka, tidak terima dengan ucapan Gilgamesh kepadanya.
"Wah, wah, kau tidak mengerti apa yang kau ucapkan pada seorang raja?"
"Silakan! Bunuh aku, aku tak takut. Yang ada kau yang aku bunuh!" [Name] jengkel. Sabodo teuing, pikirnya yang sudah naik darah.
"Berani sejali kau."
"Bodoh amat! Enggak peduli aku!"
"Cukup!" Gilgamesh mendesah. "Melihatmu membuatku tak urung untuk menjadikanmu mainan. Ternyata, kau memenuhi harapanku selain Saber."
"Dua kata untukmu, Gilgamesh: tidak sudi!" tolak [name] mentah-mentah tanpa mau dimasak terlebih dahulu, tidak peduli di depannya bergelar Raja Pahlawan dari Segala Pahlawan.
Gilgamesh mendekatkan dirinya kepada [name]. [Name] tersentak kaget, menimbulkan sejentik percikan listrik di sarafnya. "Asal kautahu, aku memang tidak seromantik Saber no master yang sampai-sampai mencarikan liontin peninggalan Tokiomi untuk putri Tohsaka, tapi aku akan memberikanmu kesenangan tiada tara yang akan membekas di alam bawah sadarmu."
[Name] menjengit kemudian. Tak tahu kah apa yang diucapkan Gilgamesh berdampak baginya? "A-aku enggak peduli apa katamu."
Gilgamesh menampilkan senyum mengejek. Sesungguhnya [name] kesal, tapi ia sulit kesal untuk saat ini. Ada apa?
[Name] tersentak. "Lagi pula tahu dari mana kau bahwa Shirou sedang mencari liontin Rin?" dalihnya berganti topik, menghindari topik yang tadi guna menstabilitaskan emosinya. Percikan listriknya pun mulai padam.
Gilgamesh tiba-tiba menghadirkan seringai geli. "Lihat saja kau ke Gereja Fuyuki. Di sana kaubisa melihat bocah itu menemukan liontin putrinya Tokiomi. Padahal yang dinanti tak pernah muncul karena 'hukuman'?" timpalnya yang telak menembus [name]. "Oh satu lagi, aku menyadari pengalihan topikmu. Sepertinya kau merasakan sesuatu, hmm. Tumben sekali?"
"Mau aku merasakan apa, mau tidak, itu terserah aku! Apa pedulimu hei, Pongah Pirang! Sudah ah, aku mau pulang."
"Bagaimana kalau pulang ke istanaku?"
"Istanamu? Bukannya sudah jadi artefak?"
Kali ini Gilgamesh mesti sabar kala tempat berdiri gelarnya diolok oleh [name].[]
TBC
.
.
.
[A/N]
Hae gaes, aem kombek. Maapkeun update lama, aku uts di awal maret trs ke sini2nya jd mager wkwk.
Pas aku bikin adegan per chap. Kemungkinan ini sampe chap 9 ahaha. Btw, aku publish dua part. But, gatau part selanjutnya gimana, soalnya rasanya kok... hambar gitu.
Selese nulis
18 feb pukul 16:22
Publish
10 april
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro