Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 7

Selama pemeriksaan di rumah sakit, Alika tidak mau turun dari gendongan Mika. Menolak juga saat Haven ingin menggendongnya karena takut Mika kelelahan. Nyatanya Alika yang masih trauma benar-benar ketakutan.

"Maafkan Alika, Mika. Sepertinya dia nyaman sama kamu."

Mika tersenyum simpul. "Nggak apa-apa, Pak. Biar saya gendong."

Mika tidak merasa kelelahan menggendong Alika. Meskipun tubuh Alika sedikot berat tapi rasa iba di hatinya mengalahkan kelelahan itu. Ia sendiri seakan tidak ingin melepaskan gadis kecil ini dari pelukannya. Ingin menenangkan Alika kalua semuanya baik-baik saja.

Seorang suster menghampiri mereka dan berujar dengan senyum cemerlang. "Papa, Mama, dan Alika dipersilakan masuk ke ruangan dokter."

Mika tercengang, ingin mengoreksi panggilan suster kalau dirinya bukan mama dari Alika tapi Haven sudah menjawab lebih dulu.

"Ayo, kita masuk, Mami."

Mika melongo, menatap Haven dengan bingung. Ia merasa salah dengar karena Haven memanggilnya 'mami' siapa yang menjadi mami di sini? Ia hanya pelayan tukang cuci, bukan mama apalagi mami."

Haven yang melihat kebingungan Mika menunduk dan berbisik lembut. "Nggak usah bicara banyak-banyak, Mami. Biarkan saja papi yang bicara. Mami cukup mendengarkan saja."

"Paak, tolonglah," rintih Mika.

"Kenapa, Mi? Berat gendong Alika? Mau gantian?"

Mika mendesah lalu mendesiskan protes. "Pak, apa-apaan, sih? Malu tahu?"

"Ya Tuhan, kamu malu punya suami seperti aku, Mika?" ucap Haven dengan mimik terluka.

"Bukan begitu, Pak. Tapi—"

"Oh, kamu nggak suka sama duda?"

Mika menggertakkan gigi. "Pak, kalau godain terus say gigit nih."

"Nggak apa-apa, gigit aja di bagian mana yang kamu suka. Tapi nanti setelah urusan Alika selesai. Oke, Mami?" Haven membuka pintu ruang dokter dan tersenyum. "Masuk, Mi."

Mika berusaha untuk tetap tenang, meskipun sedikit bingung dengan sikap Haven. Bisa-bisanya di saat genting begini malah bergurau. Namun, semua tawa dan senyum Haven lenyap begitu berhadapan dengan dokter. Mereka menyimak penjelas dari dokter, membawa surat hasil virum dan Haven langsung menghubungi pengacara.

"Aku berharap, begitu sampai di rumah. Perempuan setan itu sudah tidak ada!"

Perintah Haven dijalankan dengan cepat oleh pengacara. Setelah menutup telepon, Haven bertanya pada anaknya. "Sayang, mau makan es krim dan kentang goreng?"

Alika mengangkat wajah dari bahu Mika, menjawab dengan lirih. "Mau, Papi."

"Kita makan es krim dan kentang yang banyak, ya? Ajak Kakak Mika juga."

Mika tidak kuasa menolak keinginan Alika untuk makan es krim. Anak kecil ini memang membutuhkan banyak perhatian dan sedikit penghiburan setelah melalui peristiwa yang traumatis. Alih-alih mengajak ke restoran fast food, Haven justru membawa mereka ke restoran yang fancy. Tersedia beragam menu makanan termasuk es krim dan kentang goreng.

"Mika, waktunya makan malam. Kamu boleh pesan apa saja yang kamu mau."

Mika kebingungan menatap menu. "Bingung mau makan apa, Pak."

"Mi atau nasi?"

"Keduanya boleh."

"Kalau begitu kita pesan nasi bistik buat kamu. Buat Alika selain kentang dan es krim apa, ya?"

Mika bertanya lembut pada Alika yang kini duduk di sampingnya. "Sayang, mau makan mi? Nanti kakak suapin."

Alika mengangguk. "Mau."

"Kalau begitu untuk Alika kita pesan mi ayam spesial saja."

Restoran dipenuhi pengunjung yang ingin menikmati makan malam. Mika duduk kikuk di samping Alika. Baru pertama kalinya ia berada di restoran dengan Haven dan sedikit membuatnya canggung. Mereka tidak akrab sebelumnya, baru dua Minggu Mika bekerja di rumah Haven dan dibawa keluar makan malam. Kalau bukan karena Alika, tidak akan ada kesempatan seperti ini.

Mika diam-dima mengamati Haven yang sedang menerima telepon. Sepertinya dari pengacara yang mengurus masalah Mira. Menurut yang didengarnya, sepertinya Mira sudah berhasil dibawa ke polisi. Orang kaya kalau bertindak memang sangat cepat.

"Mika, jangan menatapku begitu? Rasanya aku jadi geer."

Mika mengedip bingung. "Pak, kebetulan saja Pak Haven duduk di depan saya."

"Jangan berkilah, Mika. Aku tahu kalau aku tampan dan bikin kamu terpana'kan?" Haven mengedipkan sebelah mata dan terpingka-pingkal saat melihat wajah Mira bersemu merah. "Nggak apa-apa loh kalau kamu mau jatuh cinta sama aku. Swear, aku senang-senang aja."

Mika menghela napas panjang, merasa sudah tertipu dengan penampilan Haven. Laki-laki laki yang tadinya ia pikir sangat pendiam dan cool, ternyata justru sebaliknya. Punya selera humor receh yang membuatnya tercengang. Mika mengusap rambut Alika untuk mengalihkan perhatiannya dari Haven. Laki-laki tampan yang sedang tertawa, tidak aman untuk jantung.

Pramusaji mengantarkan pesanan, Mika mengambil garpu dan mengaduk mie ayam milik Alika. Setelah sedikit mendingin, mengambil beberapa dan menyuapkan ke mulut Alika.

"Makan yang banyak, Sayang. Baru nanti makan es krim."

Alika mengangguk, pipinya menggembung karena sedang mengunyah. Haven mengamati anaknya yang sedang makan, baru kali ini melihat Alika makan dengan lahap. Biasanya Mira selalu mengeluh anaknya sulit makan. Rupanya bukan Alika yang tidak suka makan, tapi Mira yang tidak telaten merawat dan menyayangi.

"Mika, aku ingin minta tolong satu hal sama kamu."

Mika mengangkat wajah dari piringnya. Menatap Haven sambil mengunyah. "Iya, Pak?"

"Bisakah kamu malam ini menginap di rumah? Menemani Alika? Aku takut Alika mimpi buruk."

Mika terdiam, menguyah daging sambil berpikir perlahan. "Di rumah Mama sendirian, Pak. Saya nggak tega kalau Mama nggak ada teman sata malam. Tapi, saya juga kasihan sama Alika."

Haven mengangguk, mengaduk makanan di piringnya. "Berarti, kita akan cari cara gimana biar mamamu nggak sendirian dan kamu bisa temani Alika, paling nggak untuk malam ini."

"Pak, saya nggak ada baju ganti."

"Soal kecil itu. Kita bisa mampir ke toko untuk membeli pakaian buatmu."

"Tapi—"

"Biar aku pikiran jalan keluar dulu. Kamu cukup makan dengan tenang dan suapi Alika sampai kenyang."

Mika tidak tahu jalan keluar bagaimana yang sedang dipikirkan Haven. Ia makan nasi bistik dengan daging yang super lembut, mengunyah perlahan dan menikmati sensasi menyenangkan di mulutnya. Sembari menyuapi Alika dan mengajak gadis itu mengobrol. Selesai makan berat, mereka makan kudapan berupa es krim dan kentang goreng. Saat pulang, Haven benar-benar mengajak Mika ke toko pakaian.

"Pilih beberapa yang cocok untukmu, Mika. Baju tidur, baju harian, jangan cuma satu setel. Ah, itu juga dalem perlu beli juga."

Mika merintih dalam hati. Berhadapan dengan Haven yang seorang duda memang membuat hatinya jungkir balik tidak karuan. Kata-kata Haven tentang pakaian dalam, membuat dua pramuniaga perempuan tersenyum malu-malu.

"Kakak, suaminya tampan sekali."

"Baik dan royal."

Mika menggeleng. "Bukan, dia itu—"

"Mami, pilih baju yang tenang. Aku bawa Alika ke depan."

Mika menggertakan gigi, pada candaan Haven yang menurutnya sangat tidak lucu. Dua kali laki-laki itu memanggilnya 'mami' dan memberi kesan seolah-olah mereka berpasangan.

"Oh, jadi aku istrimu? Oke, aku akan kuras uangmu, Pak Dudaa!" Mika bertekad dalam hati, mengambil beberapa setel pakaian sekaligus. Saat melihat harga ia tercengang. Terlalu mahal untuk ukuran baju tidur. Ia berniat mengembalikan semua tapi Haven melihat apa yang diperbuatnya.

"Tolong ambil semua yang ada di tangan istriku dan totalkan!"

Mika merasa kepalanya berdenyut menyakitkan. Ia hanya menolong Alika dari cengkeraman Mira dan bukan menyelamatkan bumi, kenapa dalam satu hari ini mendadak mendapatkan suami? Tidak tanggung-tanggung, seorang duda genit yang mudah melontarkan candaan. Ia takut kalau hatinya terbawa perasana dan sakit kerena terlalu berharap.

"Aku sudah memberi perintah pada Widi, untuk mengirim satu pelayan ke rumahmu. Pelayan itu memang akrab sama mamamu dan akan menjadi teman tidur mamamu malam ini."

"Berarti malam ini saya tidur bersama Alika?"

"Benat sekali, tapi kalau kamu merasa nggak nyaman tidur sama Alika. Bisa pindah ke ranjangku. Lebih lebar, lebih luas, dan lebih nyaman. Apalagi kalau tidurnya berpelukan."

"Pak, jangan ngomong gitu?"

"Kenapa?"

"Karena saya masih sendiri dan kita bukan suami istri!"

Lagu-lagi Haven tergelak melihat Mika menunduk sambil menutup muka. Entah kenapa ia sangat suka menggoda Mika. Gadis yang duduk sambil memangku Alika, bukan tipe orang yang suka mengejar sesuatu yang dianggap gemerlap. Mika sepertinya tidak terlalu silau dengan kekayaan yang dimiliknya. Gadis lain akan berusaha menggodanya, mendekati dan merayunya dengan berbagai cara untuk mendapatkan perhatiannya. Baru kali ini ada yang tidak tersentuh dengan godaannya.

Haven melirik Alika yang tertidur di pangkuan Mika. Sepanjang jalan, anaknya sangat tenang dan sama sekali tidak menangis. Melihat Alika gembira bersama Mika, Haven akan menggunakan segala upaya untuk membuat anaknya bahagia.

"Mika, apa kamu mau ganti pekerjaan?" tanya Haven saat kendaraan melaju kencang di jalan raya.

"Saya mau diganti di bagian apa, Pak?"

"Sekarang posisimu di rumah sebagai apa?"

"Tukang cuci dan gosok."

"Aku akan minta Widi cari orang lain untuk posisi itu. Mulai malam ini kamu jaga Alika. Gaji akan ikut menyesuaikan. Semakin kamu membuat anakku bahagia, semakin besar bonus untukmu."

Mata Mika berbinar saat mendengar perkataan Haven. "Benar, Pak? Saya bisa naik gaji?"

Haven mengangguk. "Tentu saja, gajimu akan cukup untuk kamu kembali kuliah dan membiayai hidup mamamu."

"Asyik. Saya mau, Pak. Dengan senang hati akan menjaga dan merawat Alika. Aaya berjanji akan melakukannya dengan sepenuh hati, sepenuj jiwa, Pak."

"Kalau kamu kerja bagus, ada bonus besar menantimu. Ingin tahu apa bonusnya?"

Mika menatap Haven penuh harap. "Motor atau kulkas, Pak?"

"Bukan, bonus yang kamu dapat jauh lebih berharga dari barang-barang itu."

"Wah, apa perhiasan?"

"Bukan juga."

"Terus apaan, Pak?"

"Aku! Mika, kamu merawat anak, bonusnya adalah sang papa yang duda ini. Bukankah ini penawaran yang bagus?"

Lagi-lagi Mika dibuat tidak berdaya dengan kata-kata Haven. Laki-laki itu mengucapkan rayuan seakan itu adalah hal yang lumrah, sedangkan bagi Mika justru sebaliknya. Haven tertawa di balik kemudi dengan Mika menggumam pelan.

"Dasar duda genit!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro