Bab 6
Malam ini sebenarnya Haven ada rapat, tapi panggilan dari Widi membuatnya bergegas pulang. Anaknya sudah berjam-jam tidak ditemukan, hilang entah kemana. Seluruh pelayan sudah mencari ke sekeliling rumah tapi tidak ada jejak. Haven makin panik saat mendengar sayup-sayup tangisan Mira, si pengasuh anaknya. Ia tidak habis pikir, bagaimana bisa gadis sekecil Alika hilang begitu saja tanpa ada yang tahu.
"Batalkan semua pertemua hari ini. Aku harus pulang sekarang," perintah Haven pada Adiar.
"Pak, terjadi sesuatu?" tanya si sekretaris.
"Alika hilang, satu rumah sedang panik."
"Ya Tuhan."
Selesai mengemas tas, Haven bergegas keluar dari ruangannya. Saat di lobi, teleponnya berdering. Menatap layar ponsel di tangan dan mengeluh dalam hati. Setelah Fabiola yang datang berkunjung, kini mantan mertuanya yang menelepon. Ia sedang kalut dan tidak ingin menjawab tapi ponsel tidak berhenti berdering.
"Iya, Ma."
Suara mantan mertuanya yang bernama Diah terdengar dari seberang telepon. "Haven, apa kabar, Nak?"
"Kabar baik, Ma."
"Syukurlah. Bagaimana kabar cucu mama?"
"Alika baik-baik juga, Ma."
"Kapan kalian main? Bulan depan papa ulang tahun, katanya kangen pingin ketemu cucu. Bisa kamu bawa Alika datang?"
"Baiklah, Ma. Berikan saja tanggal pestanya. Nanti aku kosongkan jadwal."
"Nanti mama atur dulu dengan Fabiola. Ngomong-ngomong, sesekali ajak adikmu itu jalan-jalan. Fabiola sangat suka sama anak-anak, terutama dengan Alika."
Haven masuk ke dalam mobil, duduk di belakang kemudi dan memakai sabuk pengaman. Memindahkan ponsel ke telinga kiri dan menjepitnya di bahu.
"Maa, bisa kita omongin masalah ini nanti aja. Aku harus buru-buru."
"Oh, ya, lupa kalau masih jam kerja. Mama tungguh kabar kamu, ya? Salam untuk Alika."
Haven mematikan sambungan dengan pikiran berkecamuk. Sejujurnya ia tidak tertarik untuk berkumpul bersama keluarga besar almarhum istrinya. Ada banyak masalah yang terjadi dari saat istrinya masih hidup. Fabriana adalah perempuan lembut tapi juga giat dalam bekerja. Bersama dirinya, membangun rumah tangga bahagia. Saat hamil, keluarga Fabriana menginginkan cucu laki-laki. Alasannya sebagai kebanggaan keluarga. Haven masih tidak percaya di jaman sekarang orang masih membedakan gender. Ternyata saat di USG dan bayinya perempuan, mertua laki-lakinya menunjukkan kekecewaan mendalam.
"Aku punya dua anak perempuan, memangnya kalian nggak bisa ngasih aku cucu laki-laki?"
Kekecewaan itulah yang mendasari mereka tidak bisa menerima Alika sepenuhnya, bahkan setelah menjadi piatu. Setahun belakangan Fabiola sangat aktif merayunya, entah apa yang diinginkan oleh adik iparnya selain ingin dinikahi. Haven tidak berminat kembali pada keluarga itu. Tidak ingin anaknya menderita perbedaan perlakuan hanya karena berkelamin perempuan.
Tiba di rumah, ia mendengar pertengkaran di ruang tengah. Mengernyit heran karena para pelayan justru berdebat di saat anaknya hilang. Haven melangkah tanpa suara dan melihat Alika meringkuk di pelukan Mika. Menghindari ajakan pengasuhnya.
"Bisa-bisanya lo ngumpetin Alika? Gila lo, ya!" teriak Mira.
Mika mendesis kesal. "Ssst, ada anak kecil. Bisa-bisanya ngumpat sembarangan."
"Lepasin Alika."
"Gue bilang jangan pegang-pegang!"
Mika mempererat gendongannya pada tubuh Alika yang mungil. Seolah takut kalau anak kecil yang rapuh ini akan disakiti. Menatap Mira penuh kebencian karena sudah menyiksa anak kecil. Meskipun tidak pernah suka dengan sikap Mira yang kurang ajar, tapi Mika tidak pernah mempermasalahkannya. Sesama pelayan, apa salahnya saling menjaga dan berkerja sama. Tapi ternyata Mira memang sebusuk ucapannya.
"Mika, kamu kenapa? Berikan Alika pada Mira." Widi mendekat, bertanya dengan penuh rasa heran. "Kamu tahu nggak dari tadi kami cari-cari Alika. Kenapa kamu diam saja padahal Alika ada sama kamu?"
"Karena dia memang niat menculik, Bu!" sela Mira dengan nyaring.
Mika mendengkus keras mendengar tuduhan Mira. "Apaan, sih. Nggak masuk akal."
"Kalau gitu kenapa kamu nggak serahin Alik?" tanya Widi.
Mika kali ini menatap Widi lekat-lekat dan menggeleng perlahan. "Nggak! Karena Bu Widi nggak tahu apa yang dilakukan perempuan busuk ini pada Alika. Dia menyiksa Alika, Bu!"
"Apa katamu? Siapa yang menyiksa Alika?
"Bohong! Fitnah. Aku nggak gitu. Mika, lo jangan macam-macam. Bilang aja lo iri dan pingin gantiin posisi gue di rumah ini. Bener'kan?" sergah Mira histeris. Tidak memberikan kesempatan pada Mika untuk menjelaskan semua. Mira mengulurkan tangan untuk merebut Alika dari pelukan Mika. "Sini, balikin Alika!"
Mika menghindar, menutupi kepala Alika dengan satu tangan. "Perempuan iblis! Jangan coba-coba sentuh Alika. Bisa-bisanya lo cubit Alika sampai seluruh badannya biru-biru. Lo cubit di bagian badan yang nggak kelihatan dari luar. Hati lo terbuat dari apa? Tega sama anak kecil!"
Widi terdiam sesaat, menatap Mira yang menggeleng panik lalu pada Alika yang memeluk Mika dengan erat. "Mika? Kamu yakin?" tanyanya.
Mika mengangguk. "Bu Widi bisa periksa sendiri badan Alika."
Mira terbelalak ngeri saat Widi mendekati Mika. Kali ini tidak ada penolakan dari Mika. Widi menarik kaos Alika ke atas dan melihat bilur-bilur di beberapa bagian tubuh.
"Ya Tuhan ...."
Widi seketika shock, melihat apa yang terjadi, mundur dan menutup mulut karena ngeri.
"Lebih banyak lagi di pinggang, Bu. Perempuan jahanam ini harus dipenjara!" teriak Mika dengan emosi. "Alika ketakutan, bersembunyi di atas dan juga dalam keadaan lapar. Miraaa, apa yang ada di otak lo sampai tega nyiksa bocah nggak berdosa ini?"
"Nggak, itu bukan aku, itu ka-rena Alika nakal. Su-ka lari-lari dan jatuh," ucap Mira gugup. Meremas kedua tangan di depan tubuh. "Bukan nggak nga-sih makan. Ta-pi Alika susah makan."
"Kata siapa? Di atas Alika makan wafer sampai lahap. Cemilan dia banyak, kenapa sampai begitu? Karena makanannya lo habisin!"
"Mikaa, sumpah. Bu-kan aku. Alika yang su-lit diasuh."
"Siapa yang ingin kamu bohongi, Mira." Haven muncul, bertanya penuh dengan kemarahan dan ancaman. "Kalau terbukti kamu menyiksa anakku, jangan harap kamu bisa lolos begitu saja dari rumah ini!"
Sedari tadi terdiam di dekat pintu, ia ingin mendengar cerita secara keseluruhan. Setelah mendengar penjelasan Mika, kemarahan Haven berkobar. Ia mendekati Mika lalu mengusap rambut Alika dengan lembut.
"Sayang, kamu ikut Bu Widi ke kamar untuk periksa badan."
Alika menatap sang papa dengan matanya yang ketakutan. "Maunya sama Kakak Mika."
"Oh, baiklah. Kamu sama Kakak Mika dan Bu Widi ke kamar."
"Iya, Papi."
Haven menatap Mika lekat-lekat. "Periksa dan foto, jangan sampai ada yang ketinggalan. Kamu bantu Alika ganti pakaian, ikut aku ke rumah sakit untuk visum."
Mika mengangguk. "Baik, Pak."
Haven menatap kepala rumah tangganya. "Bu Widi."
Widi memejam lalu mengangguk. "Semua ini salah saya, Pak. Karena kurang memperhatikan. Saya siap menanggung hukuman karena tidak becus bekerja."
"Kita akan bicarakan hukumanmu nanti. Tolong dulu, Alika."
"Iya, Pak." Widi menghampiri Mika dan membimbingnya menuju kamar Alika. Haven mengalihkan pandangan pada Mira yang bersimpuh gemetar di lantai. Ia menarik kursi dan duduk sambil menyilangkan kaki dan berteriak memberi perintah. "Semua pelayan dan penjaga kumpul di sini. Kunci gerbang!"
Haven menunggu Mika dan Widi selesai memeriksa anaknya, menatap Mira tajam dengan pandangan membunuh. Langkah kaki terdengar dari berbagai arah dan tak lama semua pelayan serta penjaga keamanan berdiri tegap di dekat dinding. Ia menghela napas panjang, berusaha untuk tetap tenang setelah tahu apa yang terjadi dengan anaknya. Dalam hal ini bukan hanya Widi yang merasa bersalah, ia pun sama. Sebagai orang tua tidak peka dan tidak cukup perhatian dengan anak sendiri. Terlalu sibuk bekerja sampai lupa dengan keadaan darah dagingnya sendiri.
Mira menggigil di tempatnya bersimpuh, tidak berani membalas tatapan Haven. Keduanya tanganya saling bertaut di depan tubuh dengan mata sembab dan tubuh berkeringat. Saat ini Haven terlihat sangat mengerikan karena marah. Mira hanya berharap bisa keluar dari sini hidup-hidup.
"Aku sengaja mengumpulkan kalian di sini. Untuk memberitahu apa yang akan terjadi kalau sampai kalian berani menyakiti anakku. Seperti halnya perempuan laknat ini. Aku memberinya makan, tempat tinggal, dan gaji. Yang aku inginkan dia menjaga anakku baik-baik tapi malah mencelakainya. Kalau sampai terbukti, aku nggak akan ngasih kamu kesempatan untuk lolos Mira."
Mira menggeleng lemah dan ketakutan. "Pak, sa-ya, itu—"
"Tutup mulut! Nggak ada hak kamu bicara di sini!"
Para pelayan dan penjaga yang berkumpul semuanya menunduk. Ketakutan dengan apa yang akan terjadi. Tidak ada yang berani bersuara apalagi membantah. Dalam hati memaki perbuatan Mira. Gara-gara gadis itu semua orang jadi terkena imbasnya.
Widi dan Mika muncul. Alika sudah berpakaian rapi dan sama seperti tadi, meringkuk dalam gendongan Mika. Haven mengkat wajah, Widi memberi laporan dengan wajah murung.
"Pak, banyak sekali bilur bekas cubitan di badan Alika."
Haven memejam, mengepalkan dan ingin mengayunkannya sekeras mungkin ke tubuh dan wajah Mira. Agar Mira tahu bagaimana rasanya disakiti.
"Mira, aku nggak akan membiarkanmu lepas. Biarkan hukum yang mengadilimu. Sudah semestinya kamu membusuk di penjara!"
"Paaak, saya minta maaf. Saya mohon ampun!"
Mira menelungkup di atas lantai, meraung dan menangis. Meminta maaf bertubi-tubi pada Haven. Jijik dengan Mira, Haven memberi perintah pada penjaga gerbang.
"Kurung perempuan itu di kamar atas. Tidak ada yang boleh mengeluarkannya sampai polisi datang."
"Baik, Pak!"
Lengan Mira ditarik dua penjaga, tidak peduli meski meraung dan memohon ampun, hati Haven sudah membeku melihatnya. Ia merangkul bahu Mika dan membimbingnya ke garasi.
"Bu Widi, aku akan bawa Mika dan Alika ke rumah sakit."
Widi memangguk. "Iya, Pak."
"Awasi Mira."
"Baik, Pak!"
Widi berderap ke atas, mengikuti langkah dua pengawal yang membawa Mira. Berniat menebus sedikit kelalainnya dengan mengawasi Mira agar tidak kabur.
"Mika, kita bawa Alika ke rumah sakit."
Mika mengangguk tanpa kata, menggendong Alika di pinggang dengan lengan Haven melingkari bahunya. Ia tidak peduli dengan apa pun saat ini, yang terpenting adalah membawa Alika ke rumah sakit. Bilur-bilur yang ditemukan di sekujur tubuh Alika membuat Mika tercekik dalam rasa sedih. Tidak mengerti ada seorang perempuan yang tega menyakiti anak kecil yang lucu, pendiam, dan menggemaskan.
.
.
.
Di Karyakarsa update bab 30.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro