Bab 3
Mika mundur dan memukul bibirnya karena sudah kelepasan bicara. Padahal dalam. Hatinya ingin mengatakan hal lain, kenapa malah bicara ngawur dengan laki-laki tampan di depannya. Ia berpikir kalau otaknya menjadi buntu karena wangi parfum yang menggoda. Bisa jadi karena terlalu tampan hingga membiusnya. Gadis mana yang akan tahan bila berhadapan dengan laki-laki tampan, baik hati, sopan, serta wangi. Mika mendesah, merasa hatinya sangat murahan karena berdebar untuk laki-laki yang tidak dikenalnya. Terdengar tawa lirih, Mika mendongak lalu berkata malu-malu.
"Maaf, Pak. Saya bicara ngawur."
"Nggak apa-apa, aku sepakat denganmu kalau sakit hati memang nggak enak. Yang terpenting kamu baik-baik saja."
Mika mengangguk, lega karena laki-laki di depannya tidak menganggapnya aneh. "Saya baik-baik saja, terima kasih untuk perhatian dan juga uangnya. Saya pakai untuk pengobatan mama saya."
Haven mengernyit. "Kamu anaknya Bu Sundari?"
"Benar, Pak. Saya di sini ingin menggantikan pekerjaan mama saya."
"Begitu rupanya. Soal pekerjaan kamu bisa kordinasi dengan Bu Widi. Dia adalah pimpinan pelayan di rumah ini."
"Terima kasih, Pak."
"Siapa namamu?"
"Mika Nadira."
"Nama yang cantik, secantik orangnya."
Kali ini Mika yang tercengang bukan kepalang, tidak percaya mendengar pujian Haven. Jarinya reflek menepuk lubang telinga dan membuat Haven keheranan.
"Kenapa kamu?"
"Ngetes pendengaran, Pak."
"Memangnya kenapa sama pendengaranmu?"
"Takut aja salah dengar, saya dipuji cantik soalnya."
Haven tergelak, Mika benar-benar lucu menurutnya. Ia tidak menyangka kalau pujian reflek dari bibirnya ternyata ditanggapi dengan lucu. Ia suka dengan gadis di hadapannya, cantik, mungil, dan sepertinya orang yang cerdas.
"Berap umurmu Mika?"
"Dua puluh satu, Pak."
"Kerja di mana sebelumnya?"
"Di banyak tempat, Pak."
Haven menelengkan kepala, bertanya dengan "Jadi apa saja kerja di banyak tempat?"
"Macam-macam, Pak. Kadang jaga stand es teh manis, kadang pelayan restoran. Sering juga di salon, pokoknya yang bisa dikerjain setengah hari saya ambil."
"Kenapa setengah hari saja?"
Mika tersenyum malu-malu dengan kedua tangan bertaut di depan tubuh, entah kenapa merasa kalau Haven sangat ramah padanya. Padahal mereka baru dua kali bertemu dan semestinya ia adalah pelayan di rumah ini. Haven ternyata jenis majikan yang baik sekali.
"Pagi saya kuliah, Pak."
"Begitu ternyata."
"Tapi sekarang saya sedang cuti untuk merawat mama. Jadinya saya bisa kerja full time."
Haven mengangguk, tidak tahan untuk tidak menyentuh rambut Mika yang halus dan mengusap lembut.
"Kerja yang baik kalau begitu."
"Terima kasih, Pak."
Mika berdiri di teras, mengamati Haven masuk ke mobil dan menghilang di jalanan. Ternyata hari pertama kerja tidak seburuk yang disangkanya. Tadinya ia berpikir akan bertemu majikan yang angkuh, meskipun sang mama mengatakan kalau majikan sangat baik tetap saja ada perasaan takut. Mika berharap istri Haven sama baiknya dengan laki-laki itu sendiri. Dengan begitu ia bisa bekerja dengan gembira.
Di dekat pintu, Widi memperhatikan interaksi antara majikannya dan gadis yang baru datang. Ada keakraban yang terlihat, sepertinya mereka pernah bertemu sebelumnya. Ia tidak tahu bagaimana sikap dan sifat gadis itu yang sebenarnya, meskipun akrab dengan sang majikan.
"Kamu, gadis baru!"
Panggilan Widi membuat Mika tersadar dan menoleh. Bergegas menghampiri Widi. "Selama pagi, Bu. Nama saya Mika."
Widi menatap Mika dari atas ke bawah. "Kamu anaknya Bu Sundari?"
"Iya, Bu. Saya datang untuk menggantikan Mama."
"Ikut aku!"
Mika dibawa menyusuri lorong samping dengan banyak pot berisi tanaman. Seorang gadis berseragam biru menyiram tananam dengan tekun. Widi menaiki tangga di dekat dapur dan berhenti di ruang cucian.
"Kamu bekerja di sini, mencuci pakaian Pak Haven dan anaknya. Untuk jas, aku ajari cara membersihkannya nanti. Kemeja dicuci pakai tangan, terutama warna putih. Sisanya masuk ke mesin cuci. Kamu jemur di sana, dan kalau kering langsung disetrika. Selain itu, kamu juga bertanggung jawab untuk mencuci dan menyetrika dari mulai sprei, sarung bantal, selimut. Selama menunggu cucian di mesin, tugasmu membersihkan lantai dua. Ini adalah kamar untuk para pelayan."
Mika dibawa ke kamar di samping ruang cuci, ada dua kamar dengan masing-masing tiga ranjang. Selimut serta pakaian tertata rapi di lemari serta ujung ranjang.
"Total ada enam pelayan di sini, koki nggak menginap. Pulang setelah makan malam selesai. Untuk penjaga rumah dan tukang kebun, mereka adalah laki-laki dan ruang tidurnya di depan. Mengerti?"
Mika mengangguk. "Iya, Bu."
"Mulai bekerja dari jam tujuh pagi sampai malam jam sembilan. Kamu bisa pulang pergi seperti mamamu. Nggak perlu menginap di sini."
"Terima kasih, Bu."
"Sini, aku ambilkan seragam dan kamu ganti pakai. Ada laci kecil untuk kamu menyimpan barang-barang selama bekerja."
Mika menerima satu setel seragam pelayan warna biru laut dan memantut diri di depan cermin. Merasa puas dengan apa yang dilihatnya. Seragam yang dipakainya tidak buruk, cukup halus di kulit dan menyerap keringat. Satu orang diberi dua setel untuk bergantian memakainya. Siapa sangka seragam ternyata pas dengan tubuhnya.
"Lumayan juga, ternyata ada pelayan sexy," puji Mika pada dirinya sendiri. Dada dan pinggulnya berlekuk dengan pas meskipun memakai seragam pelayan. "Waktunya bekerja!"
Langkah Mika terhenti di depan tumpukan cucian, mengambil pakaian peremuan yang lucu lalu kemeja biru dan mengguma heran.
"Kok nggak ada baju nyonya? Apa beliau nyuci sendiri?"
**
Haven memimpin rapat begitu tiba di kantor. Perusahan yang dipimpinnya bergerak di bidang jasa keuangan. Cukup besar untuk bersaing di tingkat nasional. Memiliki gedung sendiri sebanyak tiga lantai dengan ratusan pekerja. Ada beberapa kantor cabang yang tersebar di berbagai daerah termasuk kota-kota kecil. Saat ini perusahaannya memberikan banyak kredit pada masrayakat untuk pembelian alat elektronik maupun kendaraan bermotor.
Di samping Haven ada sekretarisnya, seorang laki-laki yang berumur dua tahun lebih muda darinya dengan rambut klimis dan memakai kacamata bernama Adiar. Sudah hampir lima tahun bekerja dengan Haven dan sejauh ini Adiar tidak pernah membuat masalah. Saat ini ada satu orang yang membuat Haven marah, kepala staf keuangan yang sangat lambat dalam bekerja.
"Sebentar lagi akan ada laporan pajak, bagaimana bisa kalian bekerja begitu lambat? Orang-orang udah sampai di bulan dan kita masih tertinggal di sini? Kalian ini becus kerja atau nggak? Bilang saja kalau nggak mau kerja. Biar aku cari penggantinya!"
Semua orang menununduk, terutama kepala staf yang bernama Dahman. Laki-laki gemuk itu mengusap keringat yang mengucur di wajah dengan sapu tangan. Sudah terkenal di kalangan karyawan perusahaan kalau Haven adalah pimpinan yang sangat tegas dan keras. Sikapnya itulah yang membuat perusahaan bisa semaju sekarang.
"Saya, mak-sudnya adalah kami akan berusaha menepati tenggat waktu."
"Jangan hanya berusaha di bibir saja, Pak. Lakukan dengan benar. Kalian pasti nggak mau aku ganti orang."
Selesai rapat, semua pegawai memandang Haven yang berjalan cepat meninggalkan ruang rapat. Kelegaan terlihat di wajah mereka saat sang pimpinan meninggalkan ruangan.
"Gila, dia ngamuk begitu. Kenapa?"
"Bukannya emang biasa ngamuk-ngamuk?"
Dahman mendekati tiga pegawai dari staf administrasi dan berbisik. "Menurutku, dia itu lagi tegang. Tahu maksudnya tegang'kan?"
Ketiga orang lainnya menggeleng bersamaan. Dahman terkekeh. "Namanya juga duda, bayangin aja empat tahun kagak nyentuh tubuh perempuan, udah pasti teganglah. Makanya meluap emosinya. Kalian yang sabar aja kalau dia marah."
"Nggak mungkin dia nggak tidur sama pacarnya selama empat tahun ini."
"Hooh, apalagi pacarnya sexy gitu. Kalau aku punya cewek cantik dan aduhai gitu, pasti aku tidurin setiap hari."
"Halah, otak kau saja yang mesum!"
Haven tidak mendengar celetukan orang-orang itu karena sudah berada di ruangannya. Menunggu Adiar membuat kopi untuknya. Ia membuka dokumen dan membacanya.
"Dahman itu makin hari makin kurang ajar. Mentang-mentang dia kerja di sini karena rekomendasi papaku, membuatnya sewenang-wenang seakan tidak tersentuh. Padahal pekerjaannya sangat lambat dan buruk. Dia tahu kalau aku hanya bisa bicara keras padanya tapi nggak akan bisa memecat. Dia berlindung di ketek papaku. Sial!"
Adiar meletakkan secangkir kopi di atas meja Haven. "Ada banyak rumor yang beredar tentang Pak Dahman. Beliau suka semena-mena dengan anak buahnya. Tapi sulit untuk menemukan buktinya karena sepertinya semua takut dengannya."
"Aku yakin para pegawai berada dalam tekanan."
"Benar sekali, Pak. Saya pun berpikir hal yang sama. Apa perlu saya taruh mata-mata di divisi keuangan?"
Haven berpikir sesaat lalu mengangguk. "Ide bagus. Lakukan segera, agar kita tahu letak masalah di mana dan menyingkirkan orang-orang tidak berguna itu."
Meskipun memimpin perusahaan sendiri tapi Haven masih diawasi oleh orang tuanya, terutama sang papa. Tidak mungkin membuat keputusan tanpa persetuan sang papa. Saat Haven sedang pusing memikirkan masalah perusahaan, Adiar memberitahu ada tamu untuknya. Ia memejam, menghela napas panjang untuk menahan jengkel.
"Bisa nggak kamu tolak dia? Bilang kalau aku sedang sibuk dan nggak mau diganggu?"
"Sudah, Pak. Tapi beliau ngotot ingin bertemu. Katanya hanya bicara sebentar saja. Nggak akan lebih dari lima menit."
Haven mendengkus keras. "Kamu percaya kalau Fabiola hanya akan bicara lima menit saja?"
Adiar menggeleng dengan wajah muram. Meskipun cantik dan sexy tapi Fabiola terkenal sangat pemaksa dan tidak suka ditolak. Apalagi kalau datang dengan niat tertentu, sudah pasti bicara lebih dari lima menit.
"Jadi, bagaimana, Pak?"
"Bagaimana lagi? Suruh dia masuk. Ingat, tugasmu untuk menyingkirkannya kalau sampai dia di sini lebih dari dua puluh menit."
"Baik, Pak."
Adiar bergegas keluar, tak lama sosok perempuan sangat cantik dengan tubuh tinggi dan berkulit putih masuk ke ruangan. Perempuan itu tersenyum, merapikan gaunnya yang berbentuk kemben sebelum melangkah mendekati Haven.
"Halo Kakak Ipar, sudah lama nggak lihat kamu. Kenapa kamu diam-diam saja dan nggak pernah main ke rumah? Padahal kami kangen dengan Alika."
Haven mendesah, bangkit dari kursi sebelum Fabiola mencapai tempatnya. Ia yakin perempuan itu ingin mengecup pipinya dan lebih baik menghindar.
"Kalau kangen sama Alika, kalian bisa datang ke rumah. Kenapa malah menegurku di sini?"
.
.
.
Bab baru akan update malam ini di Karyakarsa.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro