Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 22

Percakapan sepanjang makan didominasi oleh Baskara dan Haven. Mika lebih banyak menyuapi Alika, sedangkan Cila dan Adiar yang duduk bersebelahan sama sekali tidak membuka suara. Sibuk memanggang dan mengunyah makanan, padahal mereka berbagi panggangan yang sama. Adiar seolah tidak ada niat membuka percakapan begitu pula Cila. Justru Baskara yang mengajak Haven bercakap dengan antusias tentang toko, barang elektronik, dan segala macam.

"Dari tadi kamu suapi makan Alika terus. Mangkokmu masih penuh," tegur Haven di sela-sela makan. "Alika udah kenyang, pingin makan puding. Sekarang fokus sama makananmu sendiri."

"Iya, Pak. Ini saya lagi makan."

Setelah memastikan Alika kenyang, Mika mulai menikmati makanannya. Sedari tadi mangkoknya tidak pernah kosong karena Haven selalu memenuhi dengan daging panggang. Ia menikmati setiap makanan dan berniat untuk membungkusnya tapi Haven menggeleng.

"Kamu pasti mau bawain buat mamamu'kan?"

"Iya, Pak."

"Jangan daging beginian, takut lambungnya susah cerna. Nanti aku minta Widi beliin daging giling biar bisa dibuat roll atau makanan yang lebih lunak."

"Nggak usah, Pak. Biar saya beli sendiri."

Haven tidak menjawab, mengirim pesan pada Widi. "Kamu ini kayak siapa aja."

Mika mendesah, kalau ditanya seperti itu jawabannya adalah sungkan karena sang boss terlalu baik padanya. Bukan ia tidak mau, tapi semua yang dilakukan Haven cenderung berlebihan untuknya. Membuat Mika sering kali berpikir kalau Haven bersikap luar bukan seperti boss pada anak buah, tapi seorang kakak pada adiknya. Ia mengunyah perlahan, menikmati texture daging yang gurih di mulutnya.

"Cila, lo udah kenyang?" tanyanya pada Cila yang mangkoknya kosong.

Cila mengusap perut. "Yoi, kenyang beud. Makasih Pak Haven untuk traktirannya. Sering-sering ya, Pak."

Haven tersenyum. "Iya, Cila."

Menegakkan tubuh Cila melirik Adiar yang minum es. "Pak, terima kasih sudah dibantu manggang-manggang."

Adiar hanya mengangguk kecil. "Sama-sama."

Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan, Cila sibuk dengan ponselnya begitu pula Adiar. Mereka menandaskan makanan dan Haven berpamitan kembali ke kantor sedangkan Baskara akan mengantar para cewek pulang.

Di jalan menuju komplek Cila, Baskara hampir menabrak seorang pengendara motor karena mengebut. Untung saja refleknya bagus. Si pengendara motor yang merupakan perempuan paruh baya tidak terima, menghang mobil Baskara dan mengajak mereka berdebat.

"Bawa mobil lihat-lihat! Bisa-bisanya lo mau nabrak gue?"

Cila meminta Mika dan Alika tetap di dalam, sedangkan dirinya keluar bersama Baskara untuk mengatasi masalah.

"Ibu yang jalannya ngebut!" sahut Baskara. "Untung aja reflek gue, bagus. Kalau nggak, situ udah keguling di jalanan!"

"Eh, nyolot lo, ya! Mau lo gue panggilin warga biar dikeroyok?"

Cila berkacak pinggang, mendorong tubuh Baskara agar menyingkir dan kini berhadapan dengan perempuan itu.

"Panggil aja! Biar warga tahu siapa yang nggak nyalain sen pad belok. Ayo, panggil! Gue juga warga komplek ini, kok! Mana berani mereka ngeroyok!"

"Nantangin lo!"

"Kagak, cuma kagak suka aja kalau dihina-hina! Enak aja, situ yang salah kita yang harus tanggung jawab!"

Beberapa warga datang melerai, sesuai dengan perkataan Cila kalau di komplek ini memang banyak orang mengenalnya. Pertikaian berakhir setelah Baskara meminta maaf karena teledor dan perempuan itu juga mengakui tidak menyalakan sen. Perjalanan dilanjutkan ke rumah Cila lebih dulu baru mengantar Mika.

"Apa kita kalau jadi ibu-ibu juga bakalan kayak gitu?" gumam Mika pada Cila. "Kayak emosian banget."

Cila mengangguk. "Sepertinya gitu, gue aja belum jadi ibu-ibu udah emosian."

"Hah, lo dari dulu juga emosian!" sela Baskara. "Dikit-dikit marah, bentar-bentar ngamok!"

Cila meleletkan lidah. "Biarin, wew! Baskara, gue turun di depan aja, biar lo gampang muterinnya." Ia menolek ke jok belakang dan melontarkan ciuman jarak jauh pada Alika. "Sayang, kakak turun dulu, ya! Daah!"

"Daah, Kakak Cila!" Alika melambai.

Setelah Cila turun, perjalanan dilanjutkan menuju rumah Haven. Baskara menyetel lagu anak-anak di stereo dan bernyanyi keras-keras bersama Alika. Setiap kali keduanya bertemu, memang Alika terlihat sangat senang. Baskara juga mengerti bagaimana menghadapi anak-anak.

"Kayaknya ada tamu," ucap Baskara saat melihat ada mobil merah menyala terparkir di depan gerbang rumah Haven.

"Siapa, ya?" tanya Mika heran.

"Mana gue tahu. Ayo, turun. Gue temani kalian sampai teras."

Mika keluar lebih dulu, disusul oleh Baskara yang menggandengn Alika. Pertanyaan tentang tamu yang datang terjawab saat seorang perempuan cantik dengan gaun hitam sexy muncul di pintu. Menatap pada Mika dengan pandangan menyelidik.

"Kamu bawa Alika kemana? Jam segini baru pulang?"

Mika mengangguk kikuk. "Miss Fabiola, apa kabar?"

Fabiola menatap penuh selidik pada Mika lalu pada Baskara. "Kamu pacaran bawa ponakanku?"

"Bukan, Miss. Ini teman kuliah."

"Halah, nggak usah nyangka. Jelas-jelas pacaran, masih aja ngeyel. Enak banget jadi pembantu, bisa bawa-bawa pacar ke rumah. Nggak tahu diri banget!"

Baskara berdecak, menyipit ke arah Fabiola. "Awalnya gue kagum sama lo. Cantik, sexy, dan anggun. Nggak tahunya mulut lo sembarangan banget ngomong."

Fabiola berkacak pinggang menuding Baskara. "Apa katamu? Berani-beraninya ngomong pakai lo dan gue sama aku? Nggak ada sopan santunnya jadi anak muda."

"Mau dipanggil ibu biar sopan? Oke, begini Bu, kami hanya teman. Bukan pacaran. Tolong jangan main tuduh saja. Lagi pula, kami baru saja makan bersama Pak Haven. Dikonfirmasi dulu sebelum ngamuk-ngamuk, Bu!"

Fabiola melotot, Baskara tak tidak mau kalah, keduanya berdiri saling berhadapan dengan penuh permusuhan. Mika kebingungan harus memihak yang mana, satu adalah adik majikannya dan satu lagi sahabatnya. Ia menunduk, berbisik pada Alika agar masuk lebih dulu. Setelah Alika tidak terlihat, berdehem untuk memecah keheningan.

"Maaf menganggu tapi Baskara harus pulang. Nanti kesorean macet. Miss Fabiola mau minum apa?"

"Berisik!" bentak Fabiola membuat Mika berjengit kaget. "Kamu nggak lihat kalau temanmu ini kurang ajar? Heran, bisa-bisanya Kak Haven ngasih Alika bergaul sama kalian? Mau jadi apa ponakanku itu?"

"Jadi bocah periang dan cantik tentunya. Alika senang main sama kami, tertawa, makan kenyang, dan sekolah. Kalau sama lo, bisa-bisa dia tertekan kalau lo suka ngomel-ngomel!" sergah Baskara dengan panas. Ketenangan yang keriangan yang selama ini ada padanya menguap karena sikap Fabiola yang tidak bersahabat.

"Bisa-bisanya kamu mengataiku tukang ngomel?"

"Memang gitu?"

Di saat keduanya saling berdebat dan Mika terjepit di tengah, penolong datang dalam bentuk Widi. Perempuan itu berujar halus dengan nada menyanjung pada Fabiola untuk meredakan kemarahan yang berapi-api.

"Miss, bagaimana kalau masuk, duduk, dan saya buatkan coctail kesukaan Miss Fabiola? Untuk apa berdiri di sini?"

"Kamu nggak lihat, Widi? Laki-laki ini kurang ajar!"

Sebelum kemarahan Baskara kembali meledak, Mika mendorong tubuh temannya ke arah pagar. Tidak ingin keributan berlangsung lebih lama, Widi pun melakukan hal yang sama pada Fabiola. Berusaha menenangkan perempuan yang sedang mengamuk itu.

"Heran gue, ada perempuan judes begitu. Siapa, sih, dia?" tanya Baskara sambil mengomel.

Mika menghela napas lega saat sosok Fabiola menghilang ke dalam rumah. "Adik iparnya Pak Haven. Tumben banget lo emosian. Biasanya lo nggak peduli apa kata orang yang suka mancing-mancing kemarahan."

Baskara berdiri di samping mobil, menggeleng ke arah Mika. "Gue juga heran. Kenapa perempuan itu bisa bikin gue emosi. Sombongnya itu loh, kayak dia yang punya dunia dan penguasa kota ini. Mika, sorry kalau bikin lo kena masalah. Gue yakin kalau gue pulang, lo pasti kena semprot."

Mika tertawa lirih, mengangkat bahunya dengan acuh tak acuh. "Ah, udah biasa. Resiko itu. Lagian, semarahnya dia juga nggak bakalan bunuh gue."

"Heh, bisa-bisanya ngomong gitu? Tetap aja kalau ngomel nggak enak didenger."

"Gue tahu, dan lo juga ngerti kalau gue dah biasa diomelin orang. Nola, Papa, sama Iyana, bukannya mereka biasa ngomelin gue juga? Santai aja, Baskara!"

Baskara berdecak, menatap Mika dengan heran bercampur gemas. Temannya ini dari dulu memang sangat pengalah dan sabar, meskipun terlihat galak tapi Mika berhati lembut.

"Ya udah, jaga diri lo baik-baik. Jangan sampai naga betina itu nyemburin api dan bikin lo terbakar!"

Mika tergelak. "Oke, siaap-siaap!"

Baskara masuk ke mobil, menyalakan mesin dan meluncur pergi. Mika melambaikan tangan sebelum kembali ke dalam. Penjaga menutup gerbang yang terbuka. Tiba di depan pintu, Mika menghela napas panjang. Ingin memenuhi paru-parunya dengan udara sebelum menerima sepmprotan dari Fabiola. Ia yakin kalau perempuan itu akan terus mengomel padanya. Dugaan Mika menjadi kenyataan, Fabiola yang duduk di ruang tengah memanggilnya dengan ketus.

"Kemari kamu!"

Mika mendekat, berdiri agak jauh dari sofa yang diduduki Fabiola. Menebak-nebak dalam hati akan menerima omelan berapa lama. Padahal ia berniat masuk ke kamar dan memandikan Alika. Setelah bermain seharian pasti tubuh Alika lengket oleh keringat.

"Iya, Miss. Ada yang bisa saya bantu?"

Fabiola meraih coctail yang baru diantar pelayan, menyesap perlahan hingga tersisa setengah gelas. Meletakan gelas ke atas meja, ia sengaja membuat Mika menunggu. Pandangannya menyapu Mika dari atas ke bawah, harus mengakui meskipun tampil sederhana tapi pengasuh Mika memang cantik. Selain itu juga pembawaan Mika enak untuk dilihat. Menjentikan kedua jari ke udara, Fabiola berujar keras.

"Aku sebenarnya suka sama kamu, Mika. Bagaimanapun kamu merawat Alika dengan baik. Sayangnya, kamu bergaul dengan teman-teman begajulan."

Mika mengedip bingung. Membuka mulut ingin membantah tapi berpikir untuk tetap diam dari pada membuat masalah.

"Karena itu, tunggu sampai Kak Haven datang, aku akan minta untuk pecat kamu. Biar sikapmu yang brobrok itu nggak nular ke Alika. Paham maksudku, Mika?"

Tentu saja Mika tidak paham, bagaimana bisa sebuah persahabatan yang baik-baik saja dianggap merusak Alika. Ia tidak ingin berdebat dengan Fabiola dan memilih untuk mengalah.

"Terserah Miss saja, enaknya bagaimana. Permisi, saya mau bantu Alika mandi."

"Heh, aku belum selesai ngomong. Balik kesini kamu, Mika!"

"Maaf, Miss. Alika keburu ngantuk nanti."

Mika mengabaikan Fabiola, masuk ke kamar Alika dan mengajak gadis kecil itu mandi. Ia tidak peduli kalau Fabiola marah, biarlah itu menjadi urusan Haven. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro