Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 17

Haven terpaksa mendengarkan ceramah Cody soal perusahaan saat dipaksa untuk masuk ke ruang tengah bersama Dandi. Selesai pidato, mantan mertuanya menggandeng lengannya dengan setengah memaksa.

"Haven, kita ini keluarga.Bukan orang lain. Kenapa kamu harus bersikap kaku begitu?"

"Pa, aku ingin memastikan anakku makan dengan benar," jawab Haven pelan. Niatnya adalah tidak ingin mengobrol dengan Dandi dan Cody.

"Heh, anakmu punya pengasuh. Biar pengasuhmu yang kerja!"

Permintaan Dandi tidak bisa ditolak, dengan enggan Haven duduk di ruang tengah. Menyulut cerutu dan mendengarkan percakapan yang didominasi oleh Cody. Entah apa yang ingin dipamerkan laki-laki itu padanya, sama sekali tidak membuat Haven iri atau minder. Justru sebaliknya, merasa sangat bosan. Meskipun mengelola perusahaan di bidang yang berbeda, tetap saja bagi Haven rasanya sama. Ia sendiri tidak ada niatan untuk pamer atau ingin membuktikan kemampuannya. Justru yang diinginkannya adalah segera beranjak dari sini.

"Awalnya kami menolak, Pa. Ternyata pihak bank justru mendorong ingin memberikan dana segar dengan alasan produk baru kita sangat menjanjikan."

"Waah, hebat sekali kalian, Cody!"

Dandi bertepuk tangan dengan bangga, melirik ke arah Haven yang mengisap cerutu dengan tenang. Seakan tidak terusik oleh pencapaian-pencapain Cody. Duduk dengan wajah memerah karena bangga, Cody mengulurkan tangan ingin menepuk bahi Haven tapi ditepis dengan keras.

"Aku nggak suka orang sembarang menyentuhku!"

Cody mengangkat tangan di depan tubuh. "Ups, santai, Bro. Aku hanya ingin memberimu motivasi agar bisa lebih berkembang seperti kami."

Haven mengangkat bahu. "Tidak perlu. Aku mengelola perusahaan jauh lebih dulu dari pada kamu."

"Memang, tapi—"

"Cody, jangan memaksa Haven. Yang dikatakannya benar, Haven paham mengenai pengelolaan perusahaan sama baiknya dengan aku," ujar Dandi terkekeh. "Karena itulah aku menyetujui pernikahannya dengan Fabriana. Berharap sekali punya cucu laki-laki, siapa sangka malah cucu perempuan yang sangat pendiam."

Cody tertawa kali ini. "Memang apes, Haven."

Haven mengarahkan tatapan tajam pada Cody yang sedang tertawa. "Apa kamu bilang? Aku apes? Kenapa? Karena punya anak perempuan?"

Cody menyeringai. "Ya, begitulah. Papa pingin pewaris padahal."

Tanpa kata Haven bangkit, menatap Cody yang duduk sambila tertawa tanpa dosa. Ingin sekali Haven mengayunkan kaki untuk menginjak kepala Cody tapi menahan amarahnya.

"Aku nggak tahu apa yang ada di pikiranmu dan juga Papa, tapi aku sama sekali nggak ada penyesalan apa lagi merasa apes karena punya anak perempuan. Maaf, aku harus pergi sekarang."

"Haven! Hei, kami nggak ada maksud apa-apa. Jangan marah!" teriak Cody.

Haven yang terlanjur muak dan sakit hati memilih untuk pergi. Tidak ingin berlama-lama bicara dengan Cody dan Dandi yang hanya membuatnya kesal. Ia datang sebagai mantan menantu, mengantar anaknya yang merupakan darah keturunan dari keluarga ini. Nyatanya sambutan yang diterimanya sungguh mengecewakan.

"Kak, mau kemana?" Fabiola menghadang langkahnya. "Aku baru lepas dari orang-orang resek di depan sana. Padahal sedari tadi pingin ngobrol sama kamu. Kaak, kenapa diam?"

Haven terus melangkah ke arah pesta, mencari keberadaan anaknya dan Mika. Di sampingnya Fabiola terus merendengi langkahnya.

"Kak, harusnya kita mengobrol sebentar."

"Nggak ada waktu, Fabiola. Ngomong-ngomong, kamu lihat Mika?"

"Nggak, bukannya ambil makanan?"

"Itu dia nggak ketemu."

Fabiola menunjuk keramaian. "Ada apa itu? Siapa yang bertengkar?"

Havem diliputi kekuatiran saat dari jauh mengenali sosok Mika yang berdiri menunduk. Apa yang ditakutkannya menjadi kenyataan saat melihat Mika dimaki-maki seorang laki-laki tua dengan tubuh basah kuyup. Sementara anaknya menangis ingin pulang.

"Tunjukkan, di mana majikanmu? Biar aku katakan padanya untuk memecatmu. Punya pembantu kurang ajar sepertimu, memang tidak berguna!"

Haven meraih bahu Mika. "Ada apa, Mika?"

Alika meraung, naik ke gendongan sang papi. "Papi, aku mau pulang!"

"Iya, Sayang. Sabar dulu. Kita tanya Kakak Mika, ada apa?"

Yang menjawab bukan Mika malah laki-laki tua itu. Berdiri arogan dengan rokok menyala di tangan.

"Oh, jadi ini majikan dari pembantu reseh ini? Tolong didik pembantumu agar lebih tahu sopan santun dan tata krama. Memangnya dia siapa, berani menegur orang. Meja ini milik umum, siapa pun boleh duduk di sini. Berani-beraninya dia mengusirku!"

"Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut di pesta?" Fabiola menyela keras, menatap si laki-laki tua dengan Mika yang tubuhnya basah kuyup. "Mika, kenapa kamu?"

Mika menggeleng perlahan, enggan menjawab. Si laki-laki meraung.

"Masih tanya dia kenapa? Aku memberinya pelajaran biar lain kali bisa menghargai orang yang kedudukannya lebih tinggi dari dia!"

Haven mengabaikan amarah orang itu, meraih dagu Mika dan mengangkatnya. Wajah Mika basah dengan mata berkacak-kaca. Gaun cantik yang dipakainya kini ternodai oleh jus. Haven ingin tahu apa yang terjadi sebelum memutuskan sikap.

"Katakan sebenarnya, ada apa?"

Mika meremas pinggiran gaunnya, memejam sesaat dan bicara dengan suara bergetar. "Pak, ma-af sudah membuat gaduh."

"Nanti saja minta maafnya. Bicara dulu duduk masalahnya!"

Mika menghela napas panjang, seluruh tubuhnya gemetar karena pandangan orang-orang tertuju padanya. Ia sendiri tidak menyangka akan mendapatkan masalah yang begini besar.

"Saya meminta tolong agar Bapak ini pergi dan mencari meja lain, karena merokok di dekat Alika. Hanya itu, Pak."

"Hanya itu katamu!" sergah laki-laki tua itu marah. "Kamu mengangguku dan berani-beraninya mengatakan hanya itu? Cuih! Jijik aku sama kamu. Kalau nggak ingat ada orang-orang, semestinya aku memukulimu!"

"Berani menyentuhnya, aku akan membuatmu menyesal!" ancam Haven pada laki-laki itu.

"Hah? Kamu siapa? Tamu di sini? Emangnya kamu nggak tahu siapa aku?"

"Siapa yang peduli tentang kamu. Mika adalah pengasuh anaknya. Sudah semestinya melindungi dan menjaga anakku. Laki-laki tua sepertimu justru bersikap tidak tahu malu dengan mengumbar kebodohan. Dilarang merokok di tempat umum, terutama dekat anak-anak. Apa hal semudah itu nggak bisa kamu terima?"

Fabiola terbelalak ngeri saat mengenali siapa laki-laki tua itu. Ia meraih lengan Haven dan membisikkan informasi.

"Kak, dia teman baik Papa. Mengalah saja dulu."

Haven menggeleng. "Nggak akan! Tidak peduli siapa dia, yang salah harus tetap dikoreksi."

"Kurang ajar! Dandii, lihat ini Dandi. Aku dipermalukan di pestamuuu!"

Teriakan laki-laki itu menyita perhatian semua orang. Musik berhenti, Dandi tergopoh-gopoh mendatangi kerumunan.

"Pak Abdul, kenapa? Ada yang salah?" tanya Dandi.

Laki-laki bernama Abdul menunjuk Haven dan Mika dengan penuh amarah. "Mereka berdua berani-beraninya mengusirku. Dandi, kamu tahu sendiri aku enggan untuk datang kemari. Hadir di pesta glamour begini kalau bukan kamu. Nyatanya, aku malah dipermalukan."

Dandi berusaha menenangkan sahabatnya. "Mungkin ini hanya salah paham saja. Menantuku bukan orang seperti itu?"

"Oh, dia menantumu? Jarang kemari setelah anakmu meniggal. Pantas saja tidak mengenaliku. Didik dia dengan benar, Dandi dan minta dia pecat pembantunya!"

Mika menunduk dengan perasaan campur aduk. Semestinya ia tidak bertindak nekat dengan menegur orang lain. Akan lebih baik kalau ia mengalah dan mencari kursi lain. Sayangnya nasi sudah menjadi bubur, hal buruk sudah terjadi dan ia siap menanggung resikonya. Mika berpikir saatnya untuk dipecat.

Dandi menatap Mika dengan pandangan menghina lalu bertanya heran pada Haven. "Kenapa lagi, Haven. Apa kamu sengaja datang untuk mengacaukan pestaku?"

Haven menggeleng. "Bukan begitu, Pa."

"Kalau begitu apa? Kenapa masalah datang bertubi-tubi saat kamu ada di sini, Haven?

Fabiola menyela pembicaraan sang papa dan Haven. "Pa, beri Kak Haven kesempatan untuk menjelaskan."

"Apalagi yang harus dijelaskan? Dari baru datang, sikap Haven terlihat sekali sangat enggan kemari. Padahal, aku nggak minta kado atau apa pun juga, yang penting dia datang. Cody mengajaknya mengobrol, dia malah kabur. Haven, dengarkan aku satu kali ini saja. Pecat pembantu rendahan itu!" Dandi menunjuk Mika dengan kemarahan memuncak.

Haven menatap mantan mertuanya lalu pada Mika yang menunduk. Berpindah posisi dan kini berdiri tepat di samping Mika. Ia tidak akan membiarkan orang lain semena-mena dengan miliknya. Mika adalah miliknya yang tidak bisa diganggu gugat.

"Nggak akan, Pa. Aku nggak akan memecat Mika karena dia kerja dengan baik."

Dandi berkacak pinggang, jarinya terulur ke arah Mika. "Apa katamu, demi pembantu rendahan ini kamu berani menentangku, Haven?"

"Sudah aku bilang, Dandi. Menantumu kurang ajar!" sela Abdul dengan geram.

Haven tersenyum, mengangguk ke arah Dandi. "Apa yang terjadi di keluargaku, bagaimana kau mengurus keluargaku adalah hakku. Siapapun nggak ikut campur."

"Haveen! Kamu ini—"

"Aku pulang dulu, Pa. Aku minta maaf kalau nggak ngasih kado dan membuat keributan."

Haven meraih lengan Mika dan menerjang kerumunan menuju tempat parkir. Fabiola dan Diah berusaha untuk menahan Haven tapi teriakan Dandi membuat keduanya terdiam.

"Biarkan dia pulang! Menanti tidak tahu diri! Lebih berat ke pembantu dari pada akuu!"

Mika berjalan tergesa-gesa dengan lengan dicengkeram Haven. Suasana menjadi kacau karenannya dan Mika merasa sangat bersedih. Mereka mencapai mobil. Mika memutuskan untuk duduk di jok belakang bersama Alika, Haven tidak melarangnya. Kendaraan meluncur meninggalkan rumah Dandi dengan kesunyian panjang yang mengirinya.
.
.
Tersedia di google playbook.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro