Bab 13
Naturahman mengubah posisi duduk serta memperbaiki dasi. Tidak pernah ia segugup ini saat akan bertemu dengan seseorang. Selama ini selalu merasa dirinya berkuasa dan cukup punya uang. Nyatanya, semua ada masanya. Perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur dan penghasil barang-barang kebutuhan rumah tangga, mulai tergusur oleh perusahaan baru yang lebih inovatif. Naturahman bukan tipe orang yang tidak ingin ikuti perkembangan jaman tapi biaya riset tidak sedikit. Belum lagi kalah modal dengan perusahaan lain. Mau tidak mau ia terpaksa menjual barang seadanya dan meskipun masih laku sebagai produk lama yang dianggap berkualitas tapi penjualan tidak mengalami peningkatan. Cenderung stagnan dan bahkan dibilang menurun.
Setelah melemparkan proposala pada beberapa bank dan koperasi, akhirnya Naturahman mendapatkan investor yang berminat menanam saham di perusahaannya. Sungguh hal yang menggembirakan mengingat ia sudah menunggu lama untuk ini. Ia perlu banyak uang selain untuk perusahaan juga untuk biaya sekolah dua anaknya. Nola masih harus kuliah dan Nilo sebentar lagi lulus SMU dan harus masuk perguruan tinggi juga. Memikirkan semuanya membuat kepala Naturahman nyaris pecah, belum lagi tuntutan Iyana yang tidak sedikit tentang gaya hidup.
"Arisan bulanan, Papa. Malu kalau aku nggak ikut. Di komplek ini semua ibu-ibunya ikut arisan."
Uang arisan terhitung cukup besar, mencapai belasan juta. Kebutuan Iyana juga tidak sedikit, untuk keperluan sehari-hari, salon, belanja, listrik, air, dan banyak lagi. Kalau perusahaan masih seperti dulu, itu hal kecil baginya. Sekarang ini untuk menggaji karyawan dan belanja bahan baku saja nyaris tidak ada sisa. Naturahman terpaksa memutar otak untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Belum lagi ronrongan dari mantan istri dan anaknya yang lain, Mika. Makin banyak beban yang harus ditanggungnya.
"Pak Naturahman? Silakan, boss saya sudah menunggu."
Seorang laki-laki muda berkacamata meminta Naturahman masuk ke ruangan. Nama perusahaan ini adalah PT. Bina Dana. Banyak membiayai kredit untuk para konsumen. Naturahman juga baru tahu kalau PT. Bina Dana, adalah anak perusahaan Bank Makmur yang cukup besar.
"Selamat pagi Pak Haven."
Naturahman mengulurkan tangan pada laki-laki yang usianya belum genap tiga puluh tahun. Masih muda dengan rambut rapi dan wajah tampan. Haven mengangguk, membalas uluran tangannya.
"Silakan duduk. Ingin minum kopi atau teh? Biar sekretaris saya yang membuatkan."
Naturahman menggeleng. "Tidak usah repot-repot, Pak. Saya terbiasa air putih saja."
"Oh, lebih sehat kalau begitu. Tetap sebagai sopan santun bagaimana kalau Pak Naturahman menemani saya minum kopi."
"Baiklah, saya setuju."
Seteko kopi panas dihidangkan Adiar untuk Haven dan Naturhaman. Setelah itu si sekretaris menghilang ke balik pintu, menyisakan dua direktur bicara berdia di dalam ruangan.
Haven menyesap kopi hitam tanpa gula. "Saya jarang sekali bersikap formal karena akan membuat suasana jadi kaku. Gimana kalau kita santai aja, Pak?"
Naturahman terkekeh. "Dengan senang hati, Pak Haven. Ijinkan saya memberikan proposal secara langsung."
Haven menerima map tebal warna putih ,mengkilat dengan logo perusahaan di bagian bawah. Meletakkan ke atas meja dengan perlahan.
"Saya menunggu versi digitalnya, Pak. Bisa minta kirim ke email perusahaan?"
"Tentu saja, Pak."
"Saya akan pelajari lebih lanjut dan akan memberikan jawaban dalam waktu dekat. Untuk Pak Naturahman ketahui, saya suka dengan kualitas produk kalian tapi designya memang ketinggalan jaman."
Keduanya mengobrol hingga kurang lebih satu jam, saat keluar dari ruangan Haven wajah Naturahman menyiratkan kebahagiaan. Akhirnya ia bisa menyelamatkan perusahaannya. Yakin kalau Haven akan investasi di perusahaannya.
Setelah Naturahman pergi, Adiar merapikan bekas minum kopi dan memanggil OB untuk membersihkan meja.
"Kamu tahu nggak Adiar, ternyata aku dan Pak Naturahman berada di komplek perumahan yang sama. Bisa jadi karena di komplek jarang ada kegiatan makanya nggak pernah ketemu. Sepertinya kalau ada rapat RW, aku harus muncul untuk berkenalan dengan tetanggaku yang lain."
Perkataan Haven membuat Adiar terkesan. "Kebetulan sekali, Pak."
"Memang, aku pun heran karena ada kebetulan semacam ini. Perumahan Pak Naturahman adalah blok lama sedangkan rumahku blok baru dan bangunan baru."
Haven tinggal di komplek perumahan elit dengan penjagaan yang ketat. Udara yang bagus di tepi sungai kecil serta masih banyak pepohonan, meskpun komplek lama tapi banyak peminatnya.
Adiar mengulurkan ponsel pada Haven. "Pak, Nona Fabiola mengirim pesan katanya jangan lupa untuk datang malam minggu ini ke acara ulang tahun mertua Anda."
Haven menghela napas panjang, menatap pesan yang tertera. Rasa enggan menyelimutinya. Berhadapan dengan keluarga mantan mertuanya tidak lagi menyenangkan. Selalu ada perdebatan dan Haven pasti dipaksa mengalah. Sungguh sangat mengesalkan. Belum lagi tekanan dari orang tuanya sendiri yang juga berharap dirinya menjalin hubungan dengan Fabiola. Benar-benar mengesalkan.
"Untung saja anakku menemukan pengasuh yang baik dan cocok untuknya. Alika sudah berubah sedikit menjadi lebih ceria. Bayangkan kalau masih pengasuh lama dan aku sibuk bekerja, bisa-bisa anakku menjadi bahan kritikan mereka."
"Berarti Alika lebih bahagia sekarang, Pak?" tanya Adiar takjub.
Haven mengangguk dan tersenyum. "Menjadi sedikit lebih cerewet juga. Entah apa yang dilakukan Mika padanya tapi anakku mulai bersikap layaknya anak kecil. Ngomong-ngomong, nama pengasuh baruku itu Mika. Umur paling 21 atau 22. Masih muda sekali tapi mengerti bagaimana merawat anak. Mika itu anak kuliahan. Kampusnya nggak jauh dari sini. Rupanya aku cukup beruntung dapat pengasuh yang baik dan hebat."
Pujian bertubi-tubi dari Haven pada Mika membuat Adiar tersenyum simpul. Ia tidak pernah mendengar sebelumnya Haven memuji perempuan kecuali alamarhumah istrinya. Ia jadi penasaran apakah Mika memang sehebat itu. Namun memilih untuk menyimpan pertanyaan dalam dada.
"Berarti Pak Haven akan mengajak Mika ke pesta?"
Haven mengangguk. "Iya, harus mengajaknya. Karena hanya dia yang bisa membutuk menjaga Alika. Bisa kamu bayangkan, Alika yang jarang bertemu orang baru harus berhadapan dengan para orang dewasa yang asing. Anakku pasti gugup dan ketakutan. Mika tentu saja harus ikut."
"Saya sepakat, Pak. Mika memang harus ikut."
Haven terdiam, memikirkan tentang keluarga mantan mertua, Fabiola, Alika dan Mika. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi di pesta tapi berharap bukan hal buruk.
"Mika hari ini bawa Alika ke kampus. Semoga mereka bisa mampir kemari," ucap Haven antusias.
Adiar pun sama antusiasnya. Tidak sabar untuk bertemu dan berkenalan dengan Mika yang hebat itu.
**
Mika dan Alika diantar sopir ke kampus, membuat mereka menjadi pusat perhatian. Selain kalau Mika membawa anak juga karena datang dengan mobil mewah. Beragam pertanyaan muncul dari bibir mereka untuk Mika.
"Anak siapa?"
"Anak orang!" jawab Mika sambil menggandeng Alika menyusuri kampus. Tersenyum melihat Alika yang menatap sekeliling dengan gembira. Makin banyak orang yang mengikuti langkah mereka. Semua penasaran melihat Mika bersama anak cantik yang menggemaskan.
"Cantiknya, orang tuanya pasti cakep juga."
Mika mengacungkan dua jempol. "Bibit unggul, Boss! Bokap tampan, nyokap luar biasa cantik."
"Jadi, anak mungil ini apa lo?"
"Anak tetangga. Dih, kalian ini kepo amat."
"Soalnya mirip ama lo, Mika. Jangan-jangan lo hamil di luar nikah!"
Mika meleletkan lidah. "Yee, nggak ya."
"Namanya juga nebak. Tapi, asli anak ini cantik sekali. Ngomong-ngomong mobil siapa yang nganterin kalian? Punya orang tua anak ini?"
Mika menghela napas panjang, menyipit pada dua cewek dan satu cowok yang sedari tadi mencecarnya dengan pertanyaan.
"Kalian ini, ya. Kepo banget urusan orang. Alika ini tanggung jawab gue. Bakalan sering gue bawa datang. Kalau lagi urgent, tolong bantu gue buat jagain dia. Imbalannya, gue traktir."
"Asyiklah!"
"No worry, Mika!"
Mika mengajak Alika berkeliling, dari ruang kelas ke perpustakaan. Dilanjutkan ke taman dan kantin. Cila muncul saat Alika sedang makan nasi ayam.
"Hai, Cantik. Sini, peluk kakak!"
Cila membuka lengan, Alika masuk ke dalam pelukannya dengan gembira.
"Kakak, aku lagi maem," ucap Alika dengan senyum lirih.
"Ulu-ulu, maem apa?"
"Nasi ayam."
"Maem yang banyak, habis ini kita jalan-jalan lagi, ya?"
Cila mengenyakkan diri di seberang Mika yang sedang mengunyah siomay. Memesan satu porsi yang sama persis.
"Lo harus tahu kabar terbaru," ucap Cila dengan mulut penuh.
"Soal apaan? Kampus?"
Cila mengangguk. "Bakalan ada acara tentang musik dan budaya, disponsori sama perusahaan besar. Ada lomba fashion show pakaian adat dan lo tahu siapa bintang tamunya?"
Mika terdiam, tidak punya ide tentang siapa yang akan jadi bintang tamu. Selama ini sangat sibuk dengan urusan pribadi sampai tidak ada waktu untuk bergaul dan mencari tahu tentang hal-hal terkini yang terjadi di kampus. Berbeda dengan Cila yang pergaulannya luas dan banyak teman, sudah pasti selalu update.
"Lo nggak kepo?"
"Nggak. Belum tentu pas acara gue bisa datang."
Cila berdecak tidak puas dengan sikap apatis Mika. "Sini gue kasih tahu, biar pun lo nggak mau tahu. Yang jadi juri itu mantan gebetan lo, Nico!"
Mika terdiam sesaat. Baru beberapa hari lalu ia teringat kenangan akan Nico dan mendadak hari ini mendapat kabar tentang cowok itu. Ia mengaduk siomaynya setengah melamun. Ia tahu Nico sudah menjadi model terkenal, tidak menyangka akan bertemu fdi kampus ini.
"Nico makin terkenal setelah menang ajang modeling di televisi. Lo pasti deg-degan ya?"
Mika mengangkat bahu. "Nggak juga. Lagian, gue nggak akan datang pas ada acara."
"Kenapa? Lo nggak pingin ketemu mantan lo?"
"Ckckck, jangan sembarangan ngomong. Ntar gue lagi yang kena. Pak Haven minta gue buat cari sekolah TK dekat kampus, jadi gue kuliah Alika juga bisa sekolah. Lo kalau nganggur, bantu gue buat cariin."
Cila mengangguk. "Ayo, kita cari-cari mulai besok. Hari ini gue nggak bisa."
"Ok, besok aja."
Selesai makan, Mika mengajak Alika kembali ke mobil. Haven sudah memberi perintah agar keduanya mampir ke kantor. Mika pun ingin tahu letak kantor Haven. Tiba di parkiran, langkah mereka terhenti saat Nola muncul bersama teman-temannya. Bersedekap dan menatap Mika dengan pandangan menghina.
"Gue sempet nggak percaya waktu denger kabar kalau lo naik mobil mewah ke kampus. Ternyata, mobil milik majikan lo. Mika, lo jadi baby sister'kan? Napa butuh duit, ya?"
Nola tertawa diikuti teman-temannya, mengejek Mika yang menggandeng Alika. Menarik perhatian pada mahasiswa yang berlalu lalang di parkiran.
.
.
Bab baru tayang di KK malam ini.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro