PART 7 - Day With You
In your day, in my day
Since we're both there, everything is beautiful to me
(Super Junior – Haru)
-
-
-
Tiga minggu bersama Gandhi benar-benar membawa perubahan besar dalam hidup Ines. Setiap hari mereka selalu bertemu. Gandhi akan mengantar jemput Ines ke kantornya dan saat siang mereka pasti makan bersama meskipun jarak kantor Gandhi dan kantor Ines lumayan jauh, tapi pria itu tidak pernah terlambat makan siang dengannya. Gandhi membuat Ines ketagihan sarapan dengan lontong kari atau lontong sayur yang berbahan dasar santan, lalu Gandhi juga membuat Ines memakan semua makanan yang tidak ia sukai seperti udang, cumi, ikan lele, bahkan sampai jus alpukat yang paling Ines hindari. Semua alasan Ines adalah rasanya terlalu aneh untuk ia makan dan alasan Gandhi adalah, 'Coba dulu, kalau nggak suka boleh dimuntahin.' Dari semua makanan yang ia coba, Ines hanya memuntahkan ikan lele goreng karena terlalu geli saat memakannya, tapi apa yang Gandhi lakukan? Pria itu mengajaknya makan lele goreng lagi keesokan harinya, bedanya Gandhi mengupas semua kulit ikannya dan memberikan Ines dagingnya saja sehingga Ines bisa memakannya dengan nyaman dan Gandhi tersenyum puas seraya berkata, "Masalahnya bukan di lidah kamu, tapi dipikiran kamu."
Benar, menurut Gandhi... kenapa kita tidak menyukai sesuatu? Karena ada sesuatu yang salah dipikiran kita. Mungkin tidak sepenuhnya salah, tapi karena pola pikir kita yang kurang tepat, membuat kita benar-benar tak bisa menikmati sesuatu sehingga kita tidak akan pernah bisa menyukainya.
"Ya. Kayak olahraga aja sih Nes. Orang-orang nggak suka olah raga karena mereka mikir olahraga itu melelahkan, dan capek. Coba kalau pola pikirnya diganti, bahwa olahraga bikin hidup sehat, mengurangi resiko terkena beberapa penyakit, pasti mereka semangat. Memang dalam hidup, untuk mencoba apa yang nggak kita suka itu harus dipaksakan. Kalau tidak, ya sampai kapanpun nggak akan kita coba."
Dan olahraga yang Gandhi bilang menyehatkan itu membawa Ines pada kegiatan yang paling tidak disukainya; berlari.
Bagaimana tidak, selama tiga minggu terakhir setiap weekend, Gandhi akan mengajaknya berolahraga. Ajakan pertama Gandhi adalah berjalan-jalan di Car Free Day, dan siapa yang tahu semua itu hanyalah alasan semata. Pada akhirnya Gandhi menghentikan motornya di Lapangan Gasibu, memarkirkannya begitu saja dan mengajak Ines masuk ke lapangan kemudian mengajaknya berlari.
Ines menolak? Tentu saja. Ia bahkan merajuk habis-habisan pada Gandhi. Tapi pria itu menarik tangannya dan menggenggamnya dengan erat kemudian tersenyum, "Nggak marathon kok kita Nes, lari kecil aja. Kamu boleh berhenti kalau capek. Aku juga nggak akan kenceng-kenceng larinya. Kalau udah coba setengah lapangan dan kamu ngerasa nggak sanggup, nggak usah dilanjutin, nggak apa-apa."
Iya, memang Gandhi bilang tidak usah dilanjutkan. Tapi Gandhi ya tetap saja Gandhi, kalimatnya berulang selama tiga minggu dan membuat Ines kembali melakukannya. Ines bahkan sudah terbiasa untuk berlari, seperti saat ini. Ia bahkan meninggalkan Gandhi yang masih beristirahat di belakangnya.
"Udah pinter lari nih sekarang," kata Gandhi saat berhasil menyusulnya.
Ines mencibir, "Kamu tuh ya, selalu bilang nggak apa-apa, dan seolah membiarkan tapi kenyataannya maksa. Dasar Gandhi tukang paksa," gerutunya.
Gandhi terkekeh, "Karena aku orangnya kayak gitu, berarti kamu udah terbiasa ya Nes. Abis ini kalau aku maksa yang lain, kamu nurut juga ya?"
"Yah apa dulu maksanya, kalau maksa yang jelek-jelek mah sana kamu sendiri aja. Sebel dong Gandhi, tiga minggu kita bareng-bareng kayaknya kamu doang yang maksa aku. Akunya maksa kamu kapan?" rajuk Ines.
Gandhi tertawa mendengarnya. Pria itu menyamakan langkahnya hingga ia sejajar dengan Ines kemudian merangkulnya hingga membuat Ines berhenti dari kegiatan lari kecilnya.
"Apa?" tanya Ines begitu saja. Padahal hatinya berdebar-debar tak karuan, namun sekarang ia mulai bisa mengontrol dirinya karena sudah terbiasa dengan banyaknya serangan-serangan yang Gandhi lakukan padanya.
"Harus dibilangin ya Nes?" tanya Gandhi. Ia malah balik bertanya pada Ines.
"Bilangin apa?"
"Bilangin bahwa kamu bawa perubahan besar dalam hidup aku tahu," kata Gandhi.
Ines mengerutkan keningnya, kebingungan. Sementara Gandhi mengeratkan rangkulannya.
"Karena tiap hari kita ketemu, dan aku anter jemput kamu lalu makan siang sama kamu, aku jadi manusia paling disiplin di dunia," kekehnya, "Aku selalu bangun siang. Subuhan aja jam 6 Nes, bayangin. Sekarang aku bangun lebih pagi."
"Jam berapa?" tanya Ines.
"Jam setengah enam," ucap Gandhi.
Ines menyikutnya seraya mendesis, "Mana ada beda setengah jam namanya perubahaaan. Sama aja bohong Gandhiiii."
Gandhi tertawa, "Main sikut-sikut. Sakit tahu."
"Bodo!" ledek Ines.
Ia melepaskan dirinya dari Gandhi, berjalan mundur kemudian menjulurkan lidahnya, kembali meledek Gandhi dan berlari saat Gandhi hendak mengejarnya.
Well, Ines memang membawa perubahan besar dalam hidup Gandhi. Gadis itu membuat Gandhi banyak berpikir tentang masa depan. Ia membuat Gandhi memikirkan sebuah tanggung jawab yang ingin dilakukannya, dan Ines membuat Ghandi merasa bahwa ia harus menjadi pria terbaik agar Ines juga bisa merasakan betapa baiknya Gandhi untuk dirinya.
****
"Jadi kamu ke toko bunga hari ini?" tanya Gandhi. Semalam Ines bercerita kalau dia harus ke toko bunga untuk pemotretan karena ada paketan terbaru dari produk milik toko bunga ibunya. Ternyata ibunya Ines memiliki toko bunga yang dikelola bersama. Ega—kakak kedua Ines yang mempromosikannya dan Ines yang menjadi modelnya. Pantas saja di Instagram Ines, Gandhi melihat banyak sekali foto Ines bersama bunga.
"Kayaknya agak siangan. Kak Ega lagi ke Café temennya, ada yang minta menu barunya difotoin. Kamu jadi ke kantor?" tanya Ines.
Gandhi mengangguk, "Cek persiapan buat besok. Ada data yang harus aku bawa," katanya.
Ines menghela napas. Besok sampai sepuluh hari kedepan ia akan berpisah dengan Gandhi karena pria itu sudah memulai kembali pekerjaannya. Gandhi ini seorang Surveyor, pekerjaannya di lapangan, dan bukan berdiam di satu tempat saja, tapi di berbagai tempat, bahkan Gandhi pernah bekerja di Vietnam selama satu bulan dan menurut Gandhi, ia beruntung karena selama tiga minggu ini belum ada pekerjaan yang mengharuskannya ke lapangan. Sekarang sudah tiba waktunya untuk Gandhi ke lapangan.
"Jadi, aku tuh masih nggak ngerti Gan, kerjaan kamu gimana. Kamu survey apaan besok?"
Gandhi meraih botol minum di sampingnya, ia membuka tutupnya dan menyerahkannya pada Ines agar Ines meminumnya. Karena sejak tadi, Ines terlihat kesusahan membukanya, tapi gadis itu tidak meminta tolong padanya, mungkin karena dia sibuk ingin mendengarkan cerita Gandhi.
"Hmm, jadi besok itu kerjaan aku adalah Scan Stock Pile gitu namanya Nes. Sederhananya gini, di dalam satu gudang ada banyak tumpukan pasir kan, dan kita nggak tahu jumlahnya ada berapa, karena setiap tumpukan pasir juga beda. Nah, tugas aku di sini adalah hitung volumenya dengan cara di Scan."
"Ada sebuah alat namanya Laser Scan, aku tinggal nandain beberapa tempat lalu aku Scan dengan alatnya."
"Terus ketahuan gitu jumlahnya?"
"Yah, harus diolah dulu dong Nes. Jadi proses Scan ini biasanya menghabiskan waktu seharian sih, dengan syarat cuaca bagus ya, karena kalau hujan kadang datanya jadi jelek. Nggak bisa diolah."
"Ya, terus?"
"Setelah aku Scan, aku kasih datanya sama temen aku yang bagian processing data. Dan dia akan mengolah datanya semalaman. Dari hasil olahan dia, akan didapatkan jumlah luas area, luas permukaan, dan volume nya. Jadi gundukan pasir itu ketahuan volume nya ada berapa. Misalnya satu gundukan dengan luas 400rb meter persegi, itu ada pasir yang volume nya 320 meter kubik. Jadi si perusahaan pasir ini tahu jumlah stock yang dia punya segimana."
"Dan hitung pasir doang butuh waktu sepuluh hari Gan?" tanya Ines tak percaya.
Gandhi tersenyum, "Kenapa emangnya kalau sepuluh hari? Kelamaan nggak ketemu aku yah?" tanyanya.
Ada sebuah keterkejutan di mata Ines yang disusul oleh rona merah yang muncul perlahan di pipinya namun gadis itu mencoba menyembunyikannya hingga ia berdiri dengan cepat dan berkata, "Aku mau lari lagi."
Sedang Gandhi hanya tertawa seraya menggeleng, "Lari dari pertanyaan aku kamu tuh Nes."
****
"Nes, lagi dimana?"
Suara Ayas di sebrang sana membuat Ines yang baru saja menyelesaikan pemotretannya bersama Ega menjadi lebih bersemangat.
"Ayas! Aku di toko bunga Mama. Sini yuk!"
"Lagi ngapain? Bukannya semalem bilang mau olahraga sama Gandhi?" tanya Ayas.
"Iya, kan tadi pagi. Sekarang udah siang, lagian Gandhi nya ke kantor. Besok dia mau ke lapangan."
"Oalah kasian amat ditinggal. Mana belom dijadiin pacar pula. Sedih banget Nes hidup kamu."
"Ayas ih jahat."
Di sebrang sana Ayas tertawa, "Ya udah tungguin ya. Aku ke sana sekarang, kebetulan agak deket juga nih Nes. Barusan abis dari Harvest beli kue buat Mama."
"Mau nitip cheesecake!"
"Oke-oke aku beliin Nes. Yang biasa kan ya?"
"Iya. Ayas terbaik deh," kata Ines. Di sebrang sana Ayas menggerutu tak jelas.
Ines menyimpan ponselnya setelah pembicaraan mereka berakhir. Ia menatap Ega yang rupanya melihatnya penuh minat.
"Apaan?" tanya Ines.
"Ayas mau ke sini?" tanya Ega memastikan.
"Iya, dia lagi di Harvest. Kebetulan deket banget, katanya mau mampir."
"Ngapain di Harvest?"
"Beli kue lah Kakak. Masa beli baju?"
"Buat siapa? pacarnya ya?"
Kenapa Ega tidak sabaran begini sih nanyanya?
"Bukan. Ayas belum punya pacar Kak. Mana ada, katanya dia lagi males sama cowok."
"Masa?"
"Iya. Katanya Ayas mau fokus cari uang dulu. Kayaknya Ayas masih nungguin seseorang deh."
"Siapa?"
"Ya siapa lagi! Kak Ghofar lah,"gerutu Ines. Ia menatap Ega, hampir marah karena kakaknya ini menghujaninya dengan pertanyaan.
"Kamu tahu kalau Ayas suka kak Ghofar?"
"Ih, pertanyaan kakak kok nyebelin banget sih! yah aku tahu lah, aku kan sahabatnya Ayas. Lagian Ayas juga suka banyak nanyain kak Ghofar kan, nggak tahu juga kenapa akhir-akhir ini Ayas nggak pernah nanya. Apa Ayas tahu ya, kalau kak Ghofar punya pacar di Korea? Tapi aku nggak kasih tahu Ayas kok. Ayas juga kan nggak punya kontak atau IG nya kak Ghofar."
Memang tidak punya, tapi kan Ega yang memberitahukannya pada Ayas.
"Oh!" Ines menatap ponselnya yang tiba-tiba bergetar. Ia membaca pesan yang masuk dengan raut wajah kecewa.
"Kenapa Nes?"
"Ayas nggak jadi ke sini katanya. Kuenya mau dia gojekin aja," keluh Ines.
Padahal sesungguhnya Ayas sudah sampai di dekat toko tapi ia melihat Ega yang tidak mau ia temui makanya ia mengurungkan niatnya untuk mampir dan terpaksa harus berbohong pada Ines.
****
Pagi hari terasa lebih berat untuk Ines karena hari ini ia tidak akan bertemu dengan Gandhi. Wah, kenapa juga sih Ines harus merasa seperti ini? Ia mulai ketergantungan dengan kehadiran Gandhi dalam hidupnya? Ck. Benar-benar.
"Ines, kata Ega kamu sarapan di rumah kan ya hari ini?"
Ibunya menatap Ines penuh harap. Yah, selama tiga minggu terakhir ia kehilangan putrinya karena tidak bisa sarapan bersama atau bahkan makan malam bersama karena seseorang telah menculik putri kesayangannya, dan orang itu masih belum juga menampakkan batang hidungnya. Tapi Ines sudah menceritakannya pada semua orang, dan Ghofar yang bahkan berada di Korea saja tahu seorang pria bernama Gandhi.
"Iya Mama, Ines juga pergi kerja sama kak Ega," jawabnya.
Ega yang sedang mengaduk-aduk nasi campur buatannya menggelengkan kepala, "Sayangilah kakakmu ini sayang, karena kalau cowokmu nggak ada, kamu kembali pada kakakmu."
Ines tertawa. Ia duduk di samping Ega dan memeluk kakaknya dengan erat, "Aku sayang kak Erlangga Suciptooo."
"Aaak. Nggak. Jangan panggil nama itu!!!" teriak Ega. Ia selalu kesal kalau semua orang memanggilnya dengan nama lengkapnya. Menurut Ega, nama 'Ega' lah yang paling keren. Nama lengkapnya? Entah mengapa ia selalu bergidik dibuatnya.
*****
Gandhi terlihat gelisah. Ia tak berhenti menatap ponselnya sejak masuk ke dalam mobil yang akan membawanya ke lapangan. Pria itu menyesali, kenapa mereka harus pergi jam dua dini hari sehingga Gandhi tidak punya kesempatan untuk bertemu dengan Ines dulu sebelum ia pergi.
Ah, terlihat berlebihan memang. Padahal 3 minggu terakhir ia selalu bertemu dengan Ines. Ia bahkan lebih sering melihat wajah Ines ketimbang wajah Ibunya sendiri. Tapi kenapa ia tetap gelisah seperti ini sih?
Apa karena Gandhi belum meresmikan hubungan mereka ya? Oh jelas. Karena Gandhi benar-benar melewatkan kesempatan besar yang datang padanya. Semua gara-gara Gina. Sewaktu mereka makan di KFC, Gandhi sudah bertanya pada Ines dan melempar umpan padanya. Tapi apa yang terjadi? Gina minta diambilkan saus tomat dan pada akhirnya baik Gandhi atau Ines, lupa dengan apa yang akan mereka bicarakan. Memang sialan, lupa sampai tiga minggu? Gandhi sudah gila.
"Telpon aja Gan. Lama amat, keburu diambil orang nanti," sahut Fajar—teman di sebelahnya.
Gandhi mendesis. Iya juga. Haruskah ia menghubungi Ines dan mengajaknya berpacaran sekarang? Wah. Baru juga pergi beberapa jam dan Gandhi sudah hampir gila seperti ini? Luar biasa!
Ponselnya bergetar. Ada nama Ines di sana, gadis itu mengirimnya sebuah pesan.
Gandhi, hati-hati yaa. Lancar surveynya supaya cepet pulang terus kupasin kulit lele buat aku.
Senyuman muncul di wajah Gandhi. Baiklah, kita tunda dulu ucapannya sampai sepuluh hari kedepan, dan kita lihat apakah setelah Gandhi pergi Ines tetap sama, atau malah berbeda?
Ia membalas pesan Ines dengan sebuah link dari Spotify. Lagu Ello – Pergi untuk Kembali.
TBC
SELAMAT TINGGAL KASIH SAMPAI KITA JUMPA LAGII
AKU PERGI TAKKAN LAMAAAAA
HANYA SEKEJAP SAJA KU AKAN KEMBALI LAGI
ASALKAN ENGKAU TETAP~ MENANTI.
UHUY!
MAU ATUH ADA YANG KIRIM LAGU BEGINI KWKWKWKWK
EMANG GELO SI GANDHIIII.
PERGI SEPULUH HARI DOANG DIKASIH LAGUNYA PERGI UNTUK KEMBALI. NERBENER WKWKWKWK
Napa emosi banget yaaa. Seketika GandhInes teriak "IRI BILANG BOS!"
Lalu aku akan jawab. Siapa yang iri WKWWKWK monmaap ini dengki (Astagfirullah)
Yah, karena kegabutan masih WFH walaupun new normal akan berlaku, aku bisa update cepet karena seperti kebiasaan aku sebelumnya, bangun tidur langsung ngetik dan nulis sehingga ide bermunculan dengan cepat.
Karena tar siang mau ngasuh ponakan juga sih jadi mending pagi aja wkwkwk Aku dah kangen banget sama ponakan sampe-sampe malem kemimpiin peluk dia. ya allah wkwkwkwk
Jadi hari ini aku akan meminjam dia dari ibunya whahahaha
Oiya apakah ada yang ngerti kerjaannya si Gandhi?
Kalau ngerti bagus, kalau ga ngerti boleh nanya dong feel free.
Di sini mau nanya, mau curhat, mau jualan, mau mencari jodoh (yg pasti susah karena aku saja tak bisa), atau mau sambat boleh boleh aja karena feel free ajalah serah yang penting mah kalian senang aku senang kita semua senang. Yang tidak boleh itu putus asa wkwkwk
BTW NAMA SI EGA HAHAHAHAHA
YA BAGUS SIH.
ERLANGGA SUCIPTO MANGUNKUSUMO ATMOJO
Key...
Sampai jumpa di next part.
Abis ini aku mau nonton dulu Hospital Playlist. Mau memastikan apakah kapalku berlayar atau masih ngambang di lautan :")
Oiya rekomendasi drama nih. Aku lagi nonton Good Casting, Sanggappocha, The King Eternal Monarch (ini terbaikkkk) dan Hospital Playlist sekarang. Belom banyak nonton drama karena mood nya lagi ke variety show. Masih asik nonton Little Forest yang bikin aku pengen punya suami kayak LEE SEUNG GI HAHAHAHAHA NGIMPI GA KIRA KIRA.
Mau berbagi lagu juga deh. Lagu yang lagi seneng aku dengerin yah ost Hospital Playlist sih, Aloha, Confession is not Flashy, sama yang Wheein – With My Tears apa ya judulnya. Kalau lagu Indonesia aku lagi seneng dengerin yang 2000 sih di spotify. Lagu inggris? Lagi nggak dengerin. Lagu dangdut juga enggak. Lagu india? Favoritku adalah Medleynya Mujhi Doste Karoge sementara lagu sunda... yang lagi seneng aku dengerin adalah sesa rasa cinta yg dinyanyiin rika rafika. Liriknya cocok kalau lagi kangen sama samwan wkwkkwkwk
Oke sampe di sini aja.
Jangan lupa jaga pola makan, jaga pola pikiran untuk tetap positif, jaga pola hidup sehat, jaga perasaan, jaga kebersihan, dan jagalah hati jangan kau kotori jagalah hati lentera hidup ini.
Sekian dari aku.
Sampai jumpa dan...
AKU SAYANG KALIAAAAN :*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro