PART 22 - Letting Go
Ines benar-benar terlihat berbeda seminggu terakhir ini. Gadis itu selalu datang ke kantor dengan matanya yang sembab dan wajahnya yang pucat. Ayas yakin kalau sahabatnya yang satu itu menghabiskan perjalananannya dengan tangisan. Pasalnya selain wajahnya yang pucat, hidungnya juga memerah dan Ayas benar-benar tidak tahan melihatnya sehingga ia mengambil keputusan untuk menghabisi Gandhi saat ini juga! Sialnya sudah satu minggu Ayas stand by di ponselnya, membuntuti Gandhi di akun instagramnya, tidak ada update apapun di sana. Pria bajingan yang sudah menghancurkan hidup sahabatnya itu menghilang. Benar-benar menghilang dan tak ada kabarnya sama sekali. Tapi hari ini, Ayas menemukannya.
"Dasar bajingan gila!" umpatnya. Ia menatap layar laptopnya dengan kilatan amarah yang muncul di matanya.
"Anjing lo ya emang," gerutunya lagi.
"Kenapa Yas?"
Suara seseorang membuat Ayas menoleh. Ghofar di sana. Pria itu baru saja mengambil minuman pesanan mereka dan kini duduk di sampingnya.
Ayas meraih minumannya dan menegaknya sejenak. Ia menggeser laptopnya dan menunjukkan apa yang ia lihat pada Ghofar.
"Gila nggak? Dia udah rencanain pergi ke Oman satu tahun sebelumnya dan apa? Berani-beraninya dia pacarin Ines dan janjiin Ines nikah! Kurang brengsek apa orang macam gini?" kata Ayas.
Tak ada jawaban apapun dari Ghofar. Pria itu sibuk membaca unggahan di Facebook yang menandai Gandhi dengan ucapan selamat karena berhasil mencapai tujuannya dan di kontrak di perusahaan minyak terkenal di Oman. Sial. Pria itu sedang berada dalam puncak keberhasilannya sementara Ines... ia jelas-jelas sedang dalam posisi hancur sehancur-hancurnya karena impiannya lenyap tak bersisa. Dan salah siapa semua ini? Tentu saja salah bajingan gila tidak tahu diri yang satu ini.
Satu minggu yang lalu Ayas menelponnya dengan panik, mengatakan bahwa ia khawatir dengan Ines yang tak kunjung membaca pesannya dan begitu Ghofar periksa, adiknya memang tidak baik-baik saja. Makanya Ghofar jadi sering menghubungi Ayas untuk memastikan keadaan Ines di kantor dan hari ini mereka sengaja bertemu untuk mendiskusikan tentang hal ini. Kebetulan saja Ayas membuka Facebook dan menemukan unggahan itu.
"Gila sih. Kak lihat nih komenan orang yang namanya Panji."
Ghofar mendengus. Komentar dari orang tersebut adalah komentar paling menyebalkan dari semua baris komentar yang ada.
Panji : Hebat banget emang si Gandhi. Dia lebih mikirin karir euy daripada married. Padahal kemarin kayaknya bucin banget. Lah si anjir ujung2nya tuh cewek ditinggal juga sama dia. Semoga lo dapet cewek sexy bgt di oman ya Gan.
Mengepalkan tangannya, Ghofar memutuskan untuk membuka Facebook Gandhi dan mengiriminya pesan dengan penuh emosi.
****
Ines menatap postingan instagramnya dengan tatapan kosong. Setiap hari ia mengunggah fotonya di story tetapi nama Gandhi tak kunjung muncul untuk melihatnya di sana. Gadis itu mendengus. Ia tersenyum miris, hampir tertawa karena dirinya yang begitu bodoh dan memuakkan akhir-akhir ini. Sudah jelas hubungannya dengan Gandhi benar-benar berakhir, tapi sudut hatinya yang paling dalam masih saja berharap bahwa Gandhi akan menghubunginya. Tidak apa-apa kalau pria itu tidak minta maaf dan bersikap biasa saja pada Ines, karena yang paling penting baginya adalah ia mengetahui bagaimana kabar Gandhi di sana.
"Nih kamu lihat sendiri!"
Sebuah ponsel terlempar ke hadapan Ines. Ia mengangkat kepalanya dan mendapati Ayas berada di hadapannya.
"Apaan Yas?" tanya Ines.
Ayas duduk di atas tempat tidur Ines. Gadis itu meraih ponsel yang sebelumnya ia lemparkan dan menunjukkan sesuatu pada Ines.
"Nih! Kamu tahu sekarang Gandhi ada dimana?"
Mendengar nama Gandhi membuat raut wajah Ines berubah. Ia menatap Ayas penuh harap namun sahabatnya yang satu itu malah mencibir.
"Dia ada di Oman!" kata Ayas.
Ines mengerutkan keningnya, "Loh kemarin dia ke Gresik kok?" kata Ines.
Ayas tersenyum miring, "Dia ke Gresik buat ketemu sama perwakilan perusahaan di Oman yang kebetulan lagi ada project di sana. Kamu tahu, Gandhi udah apply ke perusahaan ini satu tahun yang lalu! Dan selama ini dia pasti sibuk mempersiapkan dokumen-dokumen kepindahan dia dong sementara dia pacarin kamu dan janji mau nikahin kamu?!" kata Ayas.
Ines mengerjapkan matanya. Sebagian dirinya tak percaya namun sebagian lagi percaya dan merasa marah atas apa yang didengarnya.
"Tapi dia nggak ada cerita sama aku," kilah Ines.
"Emang anjing tuh orang!" umpat Ayas.
"Yas. Kok gitu sih?" tanya Ines tak menyangka.
Ayas meraih ponselnya. Ia menggulir layarnya dan memperlihatkan postingan yang membuatnya marah pada Ines.
"Nih baca! Jelas-jelas di sini Gandhi bilang 'Ya gue mending cari duit dulu lah bro! ini penting banget soalnya'. Lebih penting dari rencana-rencana masa depan kalian? Udah gila!" teriak Ayas.
Ines tersenyum tipis, "Oh. Mungkin memang Gandhi takut aku tersinggung kali ya kalau dia cerita," katanya.
Ayas menepuk pundak Ines dan memperingatinya. "Awas ya Nes. Jangan sekali-kali kamu mikir kalau kamu bakalan nungguin dia di sini. Nggak! Nggak boleh. Gandhi dikontrak selama tiga tahun, dan dalam waktu tiga tahun itu dia nggak boleh nikah atau balik ke Indonesia. Aku abis baca salah satu review orang yang pernah kerja di sana, makanya tahu."
Mendengar penjelasan Ayas, Ines menghela napasnya. Jadi begitu ya, hubungannya dengan Gandhi memang benar-benar sudah berakhir, dan pria itu benar. Tujuan mereka berbeda. Ines ingin menikah karena hal itu adalah impiannya sementara Gandhi... pernikahan masih menjadi sebuah ego baginya. Atau mungkin hanya bisikan sesaat yang membuat Gandhi terbuai namun pada akhirnya tersadar juga?
Ines bahkan sudah tak bisa mengeluarkan air matanya lagi. Ia tersenyum miris, menatap Ayas dengan sayu kemudian menganggukkan kepalanya.
"Ya udah," putusnya.
"Mungkin emang aku harus move on," katanya lagi.
Ayas meraih tangannya dan menggenggamnya, "Nes. Aku bukannya nggak mencoba simpati sama kamu, aku tahu ini pasti berat banget mengingat betapa pengennya kamu nikah. Tapi mungkin di depan sana ada kebahagiaan yang lagi nunggu kamu," hibur Ayas.
Ines tersenyum tipis. Ia melepaskan tangannya dari genggaman Ayas dan memilih untuk berbaring di atas ranjang. Ines menarik selimutnya, membelakangi Ayas kemudian berkata, "Aku mau tidur Yas," katanya. Mengusir Ayas secara perlahan, membuat Ayas menghela napas. Sahabatnya itu mengusap bahu Ines pelan.
"Ya udah Nes. Tidur aja, kamu butuh istirahat," sahutnya.
Ines mengangguk, "Aku mau tidur dulu supaya waktu aku bangun, aku sadar kalau semua ini cuman mimpi," ucapnya.
Ya Tuhan.
"Nes..."
"Sekarang aku berharap kalau pernikahan bukan impian aku, melainkan mimpi aku. Sehingga walaupun hasilnya sepahit ini, aku bisa bangun," kata Ines. Ayar meringis mendengarnya.
Suasana di kamarnya berubah hening dan terasa begitu menyedihkan bagi Ines. Ia menarik selimutnya lagi kemudian berkata, "Selama satu minggu ini aku banyak abisin waktu buat nangisin semuanya. Rasanya pengen benci banget sama Gandhi tapi nggak bisa Yas, bener-bener nggak bisa. Gimana pun juga Gandhi udah pernah buat aku bahagia."
"Yah, walaupun aku nggak tahu sih akan begini jadinya. Apa aku kepedan ya Yas? Orang-orang kalau tahu mungkin ngetawain aku kali ya?"
"Nggak kok Nes," kata Ayas.
Ines menggeleng. Ia masih membelakangi Ayas—sengaja—karena rasanya kalau Ines melihat seseorang, ia ingin memeluk mereka dan menangis sejadi-jadinya.
"Aku emang kepedean deh kayaknya. Merasa semua keluarga aku harmonis dan berpikir bahwa kehidupan aku akan sama dengan mereka."
Sesungguhnya yang Ayas suka dari Ines adalah... dia dibesarkan dari keluarga yang penuh cinta, bahkan kakek neneknya saja masih sangat romantis meskipun sudah tua sementara kedua kakaknya memperlakukan Ines juga seperti segalanya, tidak ada kata kekurangan kasih sayang dalam hidupnya sehingga Ines juga tumbuh jadi pribadi yang sangat menyenangkan. Ia selalu terlihat ceria dan bahagia, selain itu Ines juga sangat bersahabat, jiwa sosialnya tinggi, dan hal positif lain yang benar-benar mencerminkan bagaimana ia hidup selama ini. Siapa sangka, seorang bajingan gila datang dan menghancurkan semuanya.
Ayas bisa paham sih bagaimana hancurnya Ines saat ini, mengingat betapa inginnya dia hidup bahagia seperti keluarganya, lagian siapa juga yang berpikir kalau Gandhi akan menyakitinya? Hidup memang tak pernah bisa diduga sama sekali.
"Namanya hidup, kita bener-bener nggak tahu apa yang bakal terjadi Nes. Tapi apapun itu, mari kita pikirkan kalau jauh di depan sana ada kebahagiaan yang nggak pernah kamu sangka, nungguin kamu. Mungkin ini cara Tuhan buat bikin kamu sadar kalau Dia sayang banget sama hambanya, makanya dikasih cobaan kayak gini. Jujur kalau lagi sakit hati begini, kata-kata spiritualis kadang agak mental sih, ya nggak apa-apa. Take your time. Semuanya juga butuh waktu. Nggak apa-apa kalau kamu mau nangis, mau menggugat, mau mengumpat, apapun itu nggak apa-apa asalkan kamu nggak nyalahin diri kamu sendiri."
Ayas melihat bahu Ines bergetar. Ia pasti menangis lagi.
"Kamu nggak salah apa-apa kok Nes. Percaya sama aku. Kamu juga sudah melakukan yang terbaik, tapi memang hasilnya aja yang nggak sesuai harapan."
Ines tersenyum kecil di balik tangisnya. Satu minggu ini sudah ia habiskan dengan menangis dan meratapi hidupnya yang menyedihkan. Mungkin memang sudah saatnya baginya untuk bangkit.
"Soal kenangan kamu sama Gandhi. Mungkin memang terasa menyakitkan di awal-awal, tapi percaya aja. Suatu saat kenangan itu bakal bikin kamu senyum sambil mikir... senggaknya kalian pernah bahagia meskipun akhirnya tak bersama."
Benar. Mungkin ini waktunya Ines melepaskan semuanya, termasuk Gandhi dalam hidupnya.
I've been holding on to you for so long
But now I must let go
There's nothing I can do for you
It's the only way to make you happy
So I let, let go, let go
So you can smile someday
So you can be happy
(Day6 – Letting Go)
TBC
Biar aku jelasin dulu. Aku gak muncul selama hampir sebulan karena tiga minggu ini lagi masa pemulihan WKWKWKWK Aku kena covid, gejalanya lumayan merepotkan banget karena demam aja 8 hari ya allah sampe kapok :( dan setelah itu juga selama seminggu belum terlalu pulih bgt badan dan pikiran WKWKWKWK Alhamdulillah sekarang udah sehat dan udah kembali nulis lagi. Masalahnya nih ya aku tuh seminggu terakhir lagi super bahagiaaaa, sementara Ines lagi menderita banget jadi bingung. Bahkan semua playlist sedih yang selalu aku dengerin aja nggak bisa bikin aku nangis WKWKWKWK Makanya ya udah tunggu aja dulu sambil bangun feel wkwkwk
Kalau dikasih yang brengsek kayak Gandhi pada keluar ya happy banget komennya banyak awwwww senangnyaaaaa ~
Jujur, memang berat banget jalanin hal yang Ines alami.
Aku pernah baca di twitter ada thread tentang 'Apa sih yang kalian alami pas patah hati?' banyak banget orang yang ternyata sehancur itu. Ya gimana, patah hati berkaitan erat dengan kekecewaan soalnya WKWKWKWK
Lebih ke sakit dan kecewa sama diri sendiri sih karena bisa-bisanya kepedean atau mendahului takdir Tuhan dengan berandai-andai. Makanya aku orangnya realistis banget, logika jadinya terlalu jalan WKWKWKWKWK
Apapun itu buat yang mengalami hal yang sama kayak Ines. Semangat ya! memang berat banget, tapi kalian bisa kok. Suatu saat kalian juga bakal tersenyum lagi. Bukannya emang kalau kita dapet masalah rasanya kayak mau mati tapi pada akhirnya kita tetep jalani itu dan bisa lewatin kan? Proud of ourself lah pokoknya wkwkwk
Jangan lupa jaga kesehatan, minum vitamin, berjemur, olahraga, taati prokes dan apapun itu yang bisa jaga tubuh kalian dari penyakit. Aku kasih tahu ya, CAPEK BANGET KENA COVID tuh. Ini nggak main-main jadi jangan dulu keliaran, mending di rumah aja sambil baca wattpad yah wkwkwk
Jauhi stress dan dekati oppa! Ahay.
Oke segini aja dulu karena aku hari ini juga mau pergi, adek aku masuk pesantren jadi mau nganterin pagi-pagi banget. Dan ini juga ga aku edit lagi jadi semoga gak ada kesalahan apa apa baik feel maupun typo WKWKWKK etapi kalau ada typo kasih tau aja tar aku edit.
Sampai jumpa di next part.
Aku sayang kalian :*
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro